Optimisme 2022, Waspada 2023
Senin, 14 November 2022 - 08:47 WIB
Pada kuartal ini, pertumbuhan konsumsi makan minum berhasil tumbuh 2,6% (yoy). Begitu juga konsumsi transportasi, komunikasi tumbuh 12,9% (yoy), serta kegiatan restoran dan hotel juga mengalami pertumbuhan 9,1% (yoy). Kondisi tersebut telah mencerminkan bahwa kegiatan rumah tangga masih tetap kuat dan terjaga. Artinya, apabila belanja pemerintah dapat dilakukan pada waktu dan sasaran yang tepat, maka dapat memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia patut berbangga. Pemulihan perekonomian telah merata di semua sektor ekonomi, tak hanya dari sisi konsumsi, namun juga dari sisi produksi. BPS mencatat bahwa seluruh sektor produksi berhasil tumbuh positif di kuartal III/2022. Hal itu menunjukkan bahwa sektor unggulan ekonomi Indonesia yaitu sektor manufaktur tumbuh 4,8%.
Hilirisasi sumber daya alam tumbuh kuat, termasuk industri logam dasar yang tumbuh 20,2% (yoy). Pertumbuhan manufaktur automotif didukung oleh penjualan mobil yang tumbuh 25,7% dan sepeda motor tumbuh 4,1%. Industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 8,1% dan sektor alas kaki dan barang dari kulit tumbuh 13,4% (yoy), terutama didorong peningkatan permintaan dalam negeri dan ekspor dari negara mitra dagang.
Perbaikan ekonomi Indonesia juga diikuti dengan peningkatan porsi tenaga kerja formal serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang mencapai tingkat tertinggi sejak 1986, di mana TPAK pada Agustus 2022 sebesar 68,63%. Dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan masih menjadi sektor tertinggi penyerap tenaga kerja, dengan porsi mencapai 62,14% dari total lapangan pekerjaan. Selain itu, perbaikan juga ditunjukkan oleh rata-rata upah yang mencapai Rp3,07 juta, di mana angka tersebut meningkat signifikan hingga 12,22% (yoy).
Strategi Hadapi Turbulensi
Kendati demikian, pemerintah perlu terus mewaspadai perkembangan ekspor mengingat harga komoditas utama Indonesia di pasar global yang saat ini pun mulai mengalami penurunan. Sejak Juli 2022, terjadi penurunan harga dan volume ekspor, termasuk pada komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, dan feronikel.
Alhasil, nilai ekspor pada Juli 2022 terkoreksi 2,20%, dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Dilihat dari nilainya, pada Juli ini ekspor Indonesia mencapai USD25,57 miliar, sedangkan pada Juni 2022 mencapai USD26,15 miliar. Penurunan tersebut terus terjadi hingga September 2022. BPS melaporkan, kinerja ekspor pada September 2022 tercatat hanya USD24,80 miliar atau setara Rp384,19 triliun.
Menyadari hal tersebut, guna menjaga perekonomian Indonesia dari badai resesi, salah satu kebijakan kunci yang dapat diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Terlebih, konsumsi rumah tangga adalah poros roda pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Konsumsi rumah tangga dapat distimulasi oleh pemerintah melalui berbagai program perlindungan sosial dengan harapan menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat, seperti Bantuan Sosial (Bansos), BLT Dana Desa, subsidi dan Program Keluarga Harapan.
Selain itu, belanja pemerintah yang mengalami kontraksi di kuartal III, diharapkan dapat dieksekusi dan dipercepat di kuartal IV dengan tetap menjaga tata kelola yang baik (good governance). Di masa mendatang pola belanja seperti saat ini, perlu diperbaiki untuk bisa lebih merata pada setiap kuartal, misalnya prosedur pencairan anggaran, syarat salur yang lebih mudah, atau penyederhanaan tanpa harus menghilangkan akuntabilitasnya.
Indonesia patut berbangga. Pemulihan perekonomian telah merata di semua sektor ekonomi, tak hanya dari sisi konsumsi, namun juga dari sisi produksi. BPS mencatat bahwa seluruh sektor produksi berhasil tumbuh positif di kuartal III/2022. Hal itu menunjukkan bahwa sektor unggulan ekonomi Indonesia yaitu sektor manufaktur tumbuh 4,8%.
Hilirisasi sumber daya alam tumbuh kuat, termasuk industri logam dasar yang tumbuh 20,2% (yoy). Pertumbuhan manufaktur automotif didukung oleh penjualan mobil yang tumbuh 25,7% dan sepeda motor tumbuh 4,1%. Industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 8,1% dan sektor alas kaki dan barang dari kulit tumbuh 13,4% (yoy), terutama didorong peningkatan permintaan dalam negeri dan ekspor dari negara mitra dagang.
Perbaikan ekonomi Indonesia juga diikuti dengan peningkatan porsi tenaga kerja formal serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang mencapai tingkat tertinggi sejak 1986, di mana TPAK pada Agustus 2022 sebesar 68,63%. Dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan masih menjadi sektor tertinggi penyerap tenaga kerja, dengan porsi mencapai 62,14% dari total lapangan pekerjaan. Selain itu, perbaikan juga ditunjukkan oleh rata-rata upah yang mencapai Rp3,07 juta, di mana angka tersebut meningkat signifikan hingga 12,22% (yoy).
Strategi Hadapi Turbulensi
Kendati demikian, pemerintah perlu terus mewaspadai perkembangan ekspor mengingat harga komoditas utama Indonesia di pasar global yang saat ini pun mulai mengalami penurunan. Sejak Juli 2022, terjadi penurunan harga dan volume ekspor, termasuk pada komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, dan feronikel.
Alhasil, nilai ekspor pada Juli 2022 terkoreksi 2,20%, dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Dilihat dari nilainya, pada Juli ini ekspor Indonesia mencapai USD25,57 miliar, sedangkan pada Juni 2022 mencapai USD26,15 miliar. Penurunan tersebut terus terjadi hingga September 2022. BPS melaporkan, kinerja ekspor pada September 2022 tercatat hanya USD24,80 miliar atau setara Rp384,19 triliun.
Menyadari hal tersebut, guna menjaga perekonomian Indonesia dari badai resesi, salah satu kebijakan kunci yang dapat diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Terlebih, konsumsi rumah tangga adalah poros roda pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Konsumsi rumah tangga dapat distimulasi oleh pemerintah melalui berbagai program perlindungan sosial dengan harapan menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat, seperti Bantuan Sosial (Bansos), BLT Dana Desa, subsidi dan Program Keluarga Harapan.
Selain itu, belanja pemerintah yang mengalami kontraksi di kuartal III, diharapkan dapat dieksekusi dan dipercepat di kuartal IV dengan tetap menjaga tata kelola yang baik (good governance). Di masa mendatang pola belanja seperti saat ini, perlu diperbaiki untuk bisa lebih merata pada setiap kuartal, misalnya prosedur pencairan anggaran, syarat salur yang lebih mudah, atau penyederhanaan tanpa harus menghilangkan akuntabilitasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda