UMKM: Mesin Pertumbuhan, Berikutnya?
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menkeu RI
DINAMIKA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam suatu negara tampaknya tak pernah habis dikupas. Hal tersebut lantaran UMKM memiliki peran krusial dalam perekonomian suatu negara, baik sebagai penyerap tenaga kerja maupun sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
Berdasarkan teori ekonomi klasik tentang pembangunan, sektor usaha kecil berperan dalam memperluas basis ekonomi melalui desentralisasi kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih merata. Oleh sebab itu, tak heran bila negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman telah mendorong pertumbuhan sektor UMKM untuk mendukung pembangunan ekonomi yang lebih inklusif.
Di Jepang, UMKM menyumbang sekitar 70% dari total tenaga kerja, sementara di Korea Selatan, UMKM menjadi pilar inovasi di sektor teknologi. Jerman juga dikenal dengan model "Mittelstand," yaitu perusahaan kecil dan menengah yang memainkan peran kunci dalam ekspor dan inovasi industri.
Kebijakan yang mendukung pertumbuhan UMKM di berbagai negara tersebut menunjukkan bahwa sektor usaha kecil dapat memperluas basis ekonomi, menciptakan lapangan kerja yang merata, dan mendorong pembangunan yang lebih berkelanjutan di seluruh wilayah.
Di Indonesia, UMKM juga memiliki peran krusial dalam perekonomian. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang sekitar 60,51% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2022.
Sektor ini juga berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal menciptakan lapangan kerja. Sekitar 97% tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor UMKM, menunjukkan betapa dominannya sektor ini dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran. Sayangnya, kontribusi ini masih belum sepenuhnya optimal dalam hal peningkatan produktivitas dan inovasi.
Salah satu ciri utama UMKM di Indonesia adalah tingginya jumlah tenaga kerja yang terlibat, tetapi rendahnya nilai tambah (value added) yang dihasilkan. Artinya, meski UMKM di Indonesia menguasai 99% dari total unit usaha secara nasional, namun nilai tambah yang dihasilkan hanya sekitar 20% dari total PDB.
Hal tersebut terjadi karena mayoritas UMKM masih beroperasi di sektor-sektor tradisional dengan teknologi yang terbatas dan akses yang minim terhadap pasar global. Sebagai perbandingan, usaha besar yang hanya mencakup sekitar 1% dari total unit usaha faktanya mampu memberikan kontribusi sekitar 40% terhadap PDB Indonesia. Data tersebut mutlak menunjukkan bahwa usaha besar dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit lebih produktif daripada UMKM di Indonesia.
Perbedaan dalam nilai tambah ini sebagian besar disebabkan oleh kapasitas produksi dan inovasi teknologi yang dimiliki oleh usaha besar. Usaha besar umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap modal, teknologi, dan jaringan pasar, sehingga mereka mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih tinggi dan harga jual yang lebih kompetitif.
Staf Khusus Menkeu RI
DINAMIKA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam suatu negara tampaknya tak pernah habis dikupas. Hal tersebut lantaran UMKM memiliki peran krusial dalam perekonomian suatu negara, baik sebagai penyerap tenaga kerja maupun sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
Berdasarkan teori ekonomi klasik tentang pembangunan, sektor usaha kecil berperan dalam memperluas basis ekonomi melalui desentralisasi kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih merata. Oleh sebab itu, tak heran bila negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman telah mendorong pertumbuhan sektor UMKM untuk mendukung pembangunan ekonomi yang lebih inklusif.
Di Jepang, UMKM menyumbang sekitar 70% dari total tenaga kerja, sementara di Korea Selatan, UMKM menjadi pilar inovasi di sektor teknologi. Jerman juga dikenal dengan model "Mittelstand," yaitu perusahaan kecil dan menengah yang memainkan peran kunci dalam ekspor dan inovasi industri.
Kebijakan yang mendukung pertumbuhan UMKM di berbagai negara tersebut menunjukkan bahwa sektor usaha kecil dapat memperluas basis ekonomi, menciptakan lapangan kerja yang merata, dan mendorong pembangunan yang lebih berkelanjutan di seluruh wilayah.
Di Indonesia, UMKM juga memiliki peran krusial dalam perekonomian. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang sekitar 60,51% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2022.
Sektor ini juga berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal menciptakan lapangan kerja. Sekitar 97% tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor UMKM, menunjukkan betapa dominannya sektor ini dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran. Sayangnya, kontribusi ini masih belum sepenuhnya optimal dalam hal peningkatan produktivitas dan inovasi.
Salah satu ciri utama UMKM di Indonesia adalah tingginya jumlah tenaga kerja yang terlibat, tetapi rendahnya nilai tambah (value added) yang dihasilkan. Artinya, meski UMKM di Indonesia menguasai 99% dari total unit usaha secara nasional, namun nilai tambah yang dihasilkan hanya sekitar 20% dari total PDB.
Hal tersebut terjadi karena mayoritas UMKM masih beroperasi di sektor-sektor tradisional dengan teknologi yang terbatas dan akses yang minim terhadap pasar global. Sebagai perbandingan, usaha besar yang hanya mencakup sekitar 1% dari total unit usaha faktanya mampu memberikan kontribusi sekitar 40% terhadap PDB Indonesia. Data tersebut mutlak menunjukkan bahwa usaha besar dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit lebih produktif daripada UMKM di Indonesia.
Perbedaan dalam nilai tambah ini sebagian besar disebabkan oleh kapasitas produksi dan inovasi teknologi yang dimiliki oleh usaha besar. Usaha besar umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap modal, teknologi, dan jaringan pasar, sehingga mereka mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih tinggi dan harga jual yang lebih kompetitif.