Kemenkumham: Penyusunan Regulasi Tembakau Harus Berdaulat dan Bebas Intervensi
Jum'at, 21 Oktober 2022 - 21:33 WIB
JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Kemenkumham ) angkat bicara terkait dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
”Setiap penyusunan regulasi harus berdaulat dan bebas dari intervensi pihak mana pun,” Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Hendra Kurnia, dalam FGD Unjani bertajuk “Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global yang Berdaulat –Studi Kasus Regulasi Tembakau di Indonesia” Jumat (21/10/2022).
Hendra menjelaskan, intervensi terlebih dari lembaga asing tidak boleh menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan sebuah regulasi. Menurutnya, negara memiliki kewenangan penuh dalam mengatur kebijakan yang sesuai dengan kepentingan nasional.
“Dalam mengubah suatu kebijakan, adanya intervensi melalui tekanan atau keinginan asing tidak boleh menjadi pertimbangan utama. Tetapi pertimbangannya adalah kebijaksanaan serta pandangan akademisi yang netral dan sesuai dengan perundang-undangan,” ujar Hendra.
Semua pihak yang berkepentingan, menurut Hendra, baik yang mendukung ataupun menolak, terlebih yang akan terdampak harus dilibatkan dalam setiap tahapannya. “Dalam perumusan suatu kebijakan, tidak boleh (hanya melibatkan) kementerian atau sektor mendukung saja, tetapi juga kementerian lain yang memiliki kepentingan terhadap PP tersebut. Terlebih bila peraturan tersebut sifatnya strategis. Tujuannya supaya substansi yang akan diatur dalam perubahan PP 109/2012 bisa menjadi lebih komprehensif dari yang diatur saat ini,” ucapnya.
Hendra juga menjelaskan, sejak awal tahapan perumusan kebijakan, masyarakat harus dilibatkan demi menjaga kualitas substansi dari regulasi sehingga lebih objektif. Secara teknis, naskah rancangan regulasi tersebut harus disampaikan secara transparan dan terbuka sehingga seluruh pemangku kepentingan bisa memberikan masukan.
“Ada 3 parameter dalam proses pembentukan peraturan. Pertama, masyarakat harus didengar semua masukannya, terutama mereka yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut. Masukan masyarakat juga harus dipertimbangkan, apakah bisa diterima atau tidak. Yang terakhir ada hak (masyarakat) untuk menerima penjelasan,” jelas Hendra.
”Setiap penyusunan regulasi harus berdaulat dan bebas dari intervensi pihak mana pun,” Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Hendra Kurnia, dalam FGD Unjani bertajuk “Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global yang Berdaulat –Studi Kasus Regulasi Tembakau di Indonesia” Jumat (21/10/2022).
Hendra menjelaskan, intervensi terlebih dari lembaga asing tidak boleh menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan sebuah regulasi. Menurutnya, negara memiliki kewenangan penuh dalam mengatur kebijakan yang sesuai dengan kepentingan nasional.
“Dalam mengubah suatu kebijakan, adanya intervensi melalui tekanan atau keinginan asing tidak boleh menjadi pertimbangan utama. Tetapi pertimbangannya adalah kebijaksanaan serta pandangan akademisi yang netral dan sesuai dengan perundang-undangan,” ujar Hendra.
Semua pihak yang berkepentingan, menurut Hendra, baik yang mendukung ataupun menolak, terlebih yang akan terdampak harus dilibatkan dalam setiap tahapannya. “Dalam perumusan suatu kebijakan, tidak boleh (hanya melibatkan) kementerian atau sektor mendukung saja, tetapi juga kementerian lain yang memiliki kepentingan terhadap PP tersebut. Terlebih bila peraturan tersebut sifatnya strategis. Tujuannya supaya substansi yang akan diatur dalam perubahan PP 109/2012 bisa menjadi lebih komprehensif dari yang diatur saat ini,” ucapnya.
Hendra juga menjelaskan, sejak awal tahapan perumusan kebijakan, masyarakat harus dilibatkan demi menjaga kualitas substansi dari regulasi sehingga lebih objektif. Secara teknis, naskah rancangan regulasi tersebut harus disampaikan secara transparan dan terbuka sehingga seluruh pemangku kepentingan bisa memberikan masukan.
“Ada 3 parameter dalam proses pembentukan peraturan. Pertama, masyarakat harus didengar semua masukannya, terutama mereka yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut. Masukan masyarakat juga harus dipertimbangkan, apakah bisa diterima atau tidak. Yang terakhir ada hak (masyarakat) untuk menerima penjelasan,” jelas Hendra.
tulis komentar anda