Waspada, Muhammadiyah Jangan Tergoda Politik Praktis
Rabu, 12 Oktober 2022 - 07:34 WIB
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar kedua dari jumlah anggotanya di Indonesia, tentu saja menjadi target incaran para elite politik untuk mendapatkan dukungan dan restu. Dalam aspek tertentu, dukungan dan restu dari Muhammadiyah bisa menjadi sebuah garansi untuk mendapatkan simpati dari kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya.
Harus ditegaskan bahwa Muhammadiyah itu bukan organisasi politik, sehingga Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis. Muhammadiyah berpolitik itu iya, tapi Muhammadiyah, sekali lagi, tidak terlibat dalam politik praktis. Sejarah memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa upaya menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis justru akan sangat merugikan Muhammadiyah itu sendiri.
Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik secara umum semata-mata ditujukan untuk menjaga marwah moral dan etika politik. Dalam konteks politik secara umum dimaksudkan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik pemerintahan.
Muhammadiyah memang memberikan kebebasan kepada kader-kadernya yang ingin terlibat dalam politik praktis. Namun, tentu saja keterlibatan kader-kader Muhammadiyah dalam politik praktis tersebut bersifat personal, tidak mengatasnamakan Muhammadiyah secara organisatoris.
Bahkan jika diminta oleh negara, Muhammadiyah akan dengan senang hati “mewakafkan” kader-kadernya untuk kepentingan bangsa dan negara. Dan setelah itu kader tersebut bukan semata-mata milik Muhammadiyah lagi, tetapi sudah menjadi milik bangsa dan negara.
Maka, menjelang dan saat pelaksanaan muktamar ke-48 nanti, Muhammadiyah harus mewaspadai jangan sampai tergoda oleh “rayuan” politik praktis yang justru bisa jadi akan membawa kehancuran bagi Muhammadiyah. Dalam perspektif teori gerakan sosial, kegagalan atau bahkan kehancuran organisasi gerakan sosial salah satunya karena ada kooptasi baik bersifat internal maupun eksternal.
Kooptasi internal tentu saja dilakukan dari dalam, oleh kader-kader organisasi yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan Muhammadiyah. Sementara kooptasi eksternal dilakukan oleh pihak-pihak dari luar organisasi dengan cara penyusupan dan atau intervensi. Dalam konteks ini, Kooptasi dimaksudkan sebagai pengambilalihan pengendalian organisasi yang ditujukan untuk mengubah arah organisasi sesuai dengan keinginan pihak yang mengkooptasi.
Salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah adalah dengan cara mewaspadai jangan sampai tergoda dan menyeret Muhammadiyah ke dalam kepentingan politik praktis. Selamat bermuktamar, Muhammadiyah.
Harus ditegaskan bahwa Muhammadiyah itu bukan organisasi politik, sehingga Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis. Muhammadiyah berpolitik itu iya, tapi Muhammadiyah, sekali lagi, tidak terlibat dalam politik praktis. Sejarah memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa upaya menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis justru akan sangat merugikan Muhammadiyah itu sendiri.
Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik secara umum semata-mata ditujukan untuk menjaga marwah moral dan etika politik. Dalam konteks politik secara umum dimaksudkan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik pemerintahan.
Muhammadiyah memang memberikan kebebasan kepada kader-kadernya yang ingin terlibat dalam politik praktis. Namun, tentu saja keterlibatan kader-kader Muhammadiyah dalam politik praktis tersebut bersifat personal, tidak mengatasnamakan Muhammadiyah secara organisatoris.
Bahkan jika diminta oleh negara, Muhammadiyah akan dengan senang hati “mewakafkan” kader-kadernya untuk kepentingan bangsa dan negara. Dan setelah itu kader tersebut bukan semata-mata milik Muhammadiyah lagi, tetapi sudah menjadi milik bangsa dan negara.
Maka, menjelang dan saat pelaksanaan muktamar ke-48 nanti, Muhammadiyah harus mewaspadai jangan sampai tergoda oleh “rayuan” politik praktis yang justru bisa jadi akan membawa kehancuran bagi Muhammadiyah. Dalam perspektif teori gerakan sosial, kegagalan atau bahkan kehancuran organisasi gerakan sosial salah satunya karena ada kooptasi baik bersifat internal maupun eksternal.
Kooptasi internal tentu saja dilakukan dari dalam, oleh kader-kader organisasi yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan Muhammadiyah. Sementara kooptasi eksternal dilakukan oleh pihak-pihak dari luar organisasi dengan cara penyusupan dan atau intervensi. Dalam konteks ini, Kooptasi dimaksudkan sebagai pengambilalihan pengendalian organisasi yang ditujukan untuk mengubah arah organisasi sesuai dengan keinginan pihak yang mengkooptasi.
Salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah adalah dengan cara mewaspadai jangan sampai tergoda dan menyeret Muhammadiyah ke dalam kepentingan politik praktis. Selamat bermuktamar, Muhammadiyah.
(bmm)
tulis komentar anda