Waspada, Muhammadiyah Jangan Tergoda Politik Praktis

Rabu, 12 Oktober 2022 - 07:34 WIB
loading...
Waspada, Muhammadiyah...
Oman Sukmana (Foto: Ist)
A A A
Oman Sukmana
Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial, FISIP-Universitas Muhammadiyah Malang

MESKIPUN Muktamar Ke-48 Persyarikatan Muhammadiyah akan diselenggarakan bulan depan, 18-20 November 2022, di Surakarta, Jawa Tengah, kegiatan pra-muktamar sudah berlangsung di beberapa daerah. “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta” adalah tema yang diusung dalam Muktamar Ke-48 Persyarikatan Muhammadiyah pada 2022 ini.

Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, muktamar adalah majelis permusyawaratan tertinggi yang agenda utamanya, antara lain, menentukan proses regenerasi. Selain itu, muktamar juga momentum silaturahmi dan kolaborasi antarwarga Persyarikatan Muhammadiyah se-Indonesia bahkan dunia.

Baca Juga: koran-sindo.com

Menurut pandangan penulis, dalam tema “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta” paling tidak mengandung dua makna penting. Pertama, Muhammadiyah bertekad untuk “memajukan Indonesia” yang merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Didirikannya Persyarikatan Muhammadiyah jauh sebelum proklamasi Indonesia, adalah merupakan manifestasi dari kerisauan seorang KH Ahmad Dahlan melihat realiatas masyarakat sekitarnya pada waktu itu yang ditandai oleh kondisi kemiskinan dan kebodohan. Jangan bermimpi menjadikan Islam yang kuat, jika umat Islam Indonesia masih dilanda kemiskinan dan kebodohan.

Maka Muhammadiyah bertekad untuk menjadikan umat Islam yang sejahtera dan cerdas. Bukankah visi Muhammadiyah ini koheren dengan tujuan nasional bangsa Indonesia? Maka muktamar ke-48 ini merupakan ajang peneguhan kembali komitmen Muhammadiyah sebagai pilar NKRI, “Muhammadiyah untuk Bangsa”.

Kedua, sebagai organisasi kemasyarakat yang berbasis nilai-nilai keislaman Muhammadiyah berkomitmen untuk menunjukkan bahwa Islam itu adalah agama rahmatan lil’alamin.

Menegaskan bahwa kalau Islam dilaku­kan secara benar dengan sendirinya akan mendatangkan rahmat, baik itu untuk orang Islam maupun untuk selu­ruh alam. Maka “mencerahkan semesta” pada hakikatnya adalah komitmen untuk menunjukkan senyatanya bahwa Islam itu rahmatan lil’alamin.

Organisasi Gerakan Kesejahteraan Sosial
Meminjam pikiran Pradana Boy, seorang cendekiawan muda Muhammadiayah, dalam mengkaji aktivitas dan dinamika Muhammadiyah dapat dilihat dari tiga aspek. Pertama Muhammadiyah sebagai suatu gerakan, kedua Muhammadiyah sebagai suatu pemikiran, ketiga Muhammadiyah sebagai suatu organisasi.

Khusus dalam konteks Muhammadiyah sebagai suatu gerakan, di dalamnya dapat dirinci ke dalam empat dimensi gerakan Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan, yakni bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan pemurnian Islam, yang dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Alquran dan Sunah.

Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan intelektual, yakni bertujuan untuk mengembalikan roh intelektual Islam dan membanguan peradaban serta pembaharuan Islam terutama dalam arus pemikiran Islam modern.

Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan politik moral, yakni bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, akan tetapi bertujuan untuk menjaga moral dan etika politik. Keempat, Muhammadiyah sebagai gerakan kesejahteraan sosial, yakni bahwa tujuan dari Muhammadiyah adalah menciptakan masyarakat yang sejahtera, masyarakat yang berkeadilan, masyarakat yang bebas dari kemiskinan dan kebodohan, dan sebagainya. Muhammadiyah adalah organisasi gerakan kesejahteraan sosial.

Jika menurut UU Nomor 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Maka sesungguhnya aktivitas gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah ditujukan untuk kondisi tersebut.

Tentu saja Muhammadiyah menyadari bahwa gerakan sosial dalam mencapai masyarakat yang sejahtera tidak harus dilakukan melalui jalan kekerasan. Karena itu, gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah bercorak emansipatoris.

Waspadai Godaan Politik Praktis
Pelaksanaan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah ini memang berada dalam nuansa kehangatan politik di Indonesia. Menjelang Pemilu 2024, suhu politik sudah cenderung mulai menghangat, bahkan memanas. Para elite partai politik (parpol) sudah mulai bergerilya untuk mencari dukungan politik.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar kedua dari jumlah anggotanya di Indonesia, tentu saja menjadi target incaran para elite politik untuk mendapatkan dukungan dan restu. Dalam aspek tertentu, dukungan dan restu dari Muhammadiyah bisa menjadi sebuah garansi untuk mendapatkan simpati dari kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya.

Harus ditegaskan bahwa Muhammadiyah itu bukan organisasi politik, sehingga Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis. Muhammadiyah berpolitik itu iya, tapi Muhammadiyah, sekali lagi, tidak terlibat dalam politik praktis. Sejarah memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa upaya menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis justru akan sangat merugikan Muhammadiyah itu sendiri.

Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik secara umum semata-mata ditujukan untuk menjaga marwah moral dan etika politik. Dalam konteks politik secara umum dimaksudkan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik pemerintahan.

Muhammadiyah memang memberikan kebebasan kepada kader-kadernya yang ingin terlibat dalam politik praktis. Namun, tentu saja keterlibatan kader-kader Muhammadiyah dalam politik praktis tersebut bersifat personal, tidak mengatasnamakan Muhammadiyah secara organisatoris.

Bahkan jika diminta oleh negara, Muhammadiyah akan dengan senang hati “mewakafkan” kader-kadernya untuk kepentingan bangsa dan negara. Dan setelah itu kader tersebut bukan semata-mata milik Muhammadiyah lagi, tetapi sudah menjadi milik bangsa dan negara.

Maka, menjelang dan saat pelaksanaan muktamar ke-48 nanti, Muhammadiyah harus mewaspadai jangan sampai tergoda oleh “rayuan” politik praktis yang justru bisa jadi akan membawa kehancuran bagi Muhammadiyah. Dalam perspektif teori gerakan sosial, kegagalan atau bahkan kehancuran organisasi gerakan sosial salah satunya karena ada kooptasi baik bersifat internal maupun eksternal.

Kooptasi internal tentu saja dilakukan dari dalam, oleh kader-kader organisasi yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan Muhammadiyah. Sementara kooptasi eksternal dilakukan oleh pihak-pihak dari luar organisasi dengan cara penyusupan dan atau intervensi. Dalam konteks ini, Kooptasi dimaksudkan sebagai pengambilalihan pengendalian organisasi yang ditujukan untuk mengubah arah organisasi sesuai dengan keinginan pihak yang mengkooptasi.

Salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan gerakan kesejahteraan sosial Muhammadiyah adalah dengan cara mewaspadai jangan sampai tergoda dan menyeret Muhammadiyah ke dalam kepentingan politik praktis. Selamat bermuktamar, Muhammadiyah.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1781 seconds (0.1#10.140)