New Normal dan Imunitas Spiritual
Jum'at, 03 Juli 2020 - 07:00 WIB
Hasibullah Satrawi
Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir; pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam
DENGAN alasan masing-masing, sebagian besar negara di dunia mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sosial atau karantina wilayah yang sempat diterapkan untuk mengendalikan penularan Covid-19, tak terkecuali di sebagian wilayah di Indonesia. Kondisi ini dikenal dengan istilah new normal atau kenormalan baru yang bermakna segala aktivitas tetap dilakukan, tetapi dengan kesadaran protokol kesehatan yang ketat untuk menekan persebaran Covid-19.
Secara kesehatan, kenormalan baru bisa dibilang lebih berbahaya bila dibandingkan kebijakan pembatasan sosial atau bahkan karantina wilayah. Sebab aktivitas di luar rumah berpotensi menjadi media persebaran Covid-19 akibat perjumpaan yang ada antarmanusia. Semakin banyak aktivitas di luar rumah, semakin tinggi pula potensi terinfeksi Covid-19. Namun sebagian besar negara di dunia secara terpaksa menerapkan kebijakan kenormalan baru untuk menahan dampak-dampak buruk dari Covid-19, khususnya di sektor ekonomi. Terlebih hampir dapat dipastikan vaksin dari Covid-19 tidak akan berhasil disiapkan dalam waktu dekat ini. Berdasarkan perkembangan sementara, kemungkinan besar vaksin Covid-19 baru akan siap pada awal tahun depan.
Oleh karenanya, dengan diterapkannya kenormalan baru oleh banyak negara, hal ini menunjukkan bahwa tak ada negara mana pun di dunia ini yang siap menerapkan pembatasan sosial atau bahkan karantina wilayah hingga awal tahun depan. Itu sebabnya kenormalan baru menjadi pilihan walaupun harus dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat sebagai upaya membatasi persebaran Covid-19.
Virus spiritual
Hal yang harus dipahami Bersama adalah, dilihat dari dampak yang ditimbulkan, Covid-19 tak hanya bisa dikategorikan sebagai virus yang menyerang kesehatan. Lebih dari itu Covid-19 dapat disebut sebagai virus spiritual ataupun keimanan. Sebagai virus kesehatan, Covid-19 saat ini sudah menyerang lebih dari 7 juta orang di seluruh dunia, termasuk yang meninggal dunia. Tentu ini adalah musibah yang sangat besar dan tak bisa dianggap ringan. Namun juga jangan diabaikan, sebagai virus spiritual dan keimanan, Covid-19 telah menyerang hampir seluruh penduduk bumi, bahkan nyaris melumpuhkan kehidupan. Mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain pernah nyaris terhenti secara total. Entah sudah berapa pusat perbelanjaan yang pernah tutup karena Covid-19. Begitu juga dengan perhotelan, lembaga pendidikan, dan sektor-sektor kehidupan lainnya.
Penghentian aktivitas seperti di atas dilakukan untuk membatasi persebaran Covid-19. Bahasa lain dari upaya pencegahan ini adalah takut, yakni takut virus ini semakin menyebar, takut virus ini semakin banyak memakan korban hingga akhirnya dari satu ketakutan terus berkembang menjadi ketakutan-ketakutan yang lain, termasuk takut sakit, bahkan juga takut mati.
Imunitas spiritual
Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir; pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam
DENGAN alasan masing-masing, sebagian besar negara di dunia mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sosial atau karantina wilayah yang sempat diterapkan untuk mengendalikan penularan Covid-19, tak terkecuali di sebagian wilayah di Indonesia. Kondisi ini dikenal dengan istilah new normal atau kenormalan baru yang bermakna segala aktivitas tetap dilakukan, tetapi dengan kesadaran protokol kesehatan yang ketat untuk menekan persebaran Covid-19.
Secara kesehatan, kenormalan baru bisa dibilang lebih berbahaya bila dibandingkan kebijakan pembatasan sosial atau bahkan karantina wilayah. Sebab aktivitas di luar rumah berpotensi menjadi media persebaran Covid-19 akibat perjumpaan yang ada antarmanusia. Semakin banyak aktivitas di luar rumah, semakin tinggi pula potensi terinfeksi Covid-19. Namun sebagian besar negara di dunia secara terpaksa menerapkan kebijakan kenormalan baru untuk menahan dampak-dampak buruk dari Covid-19, khususnya di sektor ekonomi. Terlebih hampir dapat dipastikan vaksin dari Covid-19 tidak akan berhasil disiapkan dalam waktu dekat ini. Berdasarkan perkembangan sementara, kemungkinan besar vaksin Covid-19 baru akan siap pada awal tahun depan.
Oleh karenanya, dengan diterapkannya kenormalan baru oleh banyak negara, hal ini menunjukkan bahwa tak ada negara mana pun di dunia ini yang siap menerapkan pembatasan sosial atau bahkan karantina wilayah hingga awal tahun depan. Itu sebabnya kenormalan baru menjadi pilihan walaupun harus dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat sebagai upaya membatasi persebaran Covid-19.
Virus spiritual
Hal yang harus dipahami Bersama adalah, dilihat dari dampak yang ditimbulkan, Covid-19 tak hanya bisa dikategorikan sebagai virus yang menyerang kesehatan. Lebih dari itu Covid-19 dapat disebut sebagai virus spiritual ataupun keimanan. Sebagai virus kesehatan, Covid-19 saat ini sudah menyerang lebih dari 7 juta orang di seluruh dunia, termasuk yang meninggal dunia. Tentu ini adalah musibah yang sangat besar dan tak bisa dianggap ringan. Namun juga jangan diabaikan, sebagai virus spiritual dan keimanan, Covid-19 telah menyerang hampir seluruh penduduk bumi, bahkan nyaris melumpuhkan kehidupan. Mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain pernah nyaris terhenti secara total. Entah sudah berapa pusat perbelanjaan yang pernah tutup karena Covid-19. Begitu juga dengan perhotelan, lembaga pendidikan, dan sektor-sektor kehidupan lainnya.
Penghentian aktivitas seperti di atas dilakukan untuk membatasi persebaran Covid-19. Bahasa lain dari upaya pencegahan ini adalah takut, yakni takut virus ini semakin menyebar, takut virus ini semakin banyak memakan korban hingga akhirnya dari satu ketakutan terus berkembang menjadi ketakutan-ketakutan yang lain, termasuk takut sakit, bahkan juga takut mati.
Imunitas spiritual
Lihat Juga :
tulis komentar anda