Anji dan Marcell Siahaan Ribut soal Royalti Musik, Ini Saran Waketum Garuda
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 22:06 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai perdebatan mengenai transparansi royalti musik antara Mantan vokalis band Drive, Anji dengan musisi Marcell Siahaan bukan hal baru. Menurut Teddy, hal tersebut masalah klasik yang selalu menjadi diskusi dan perdebatan dari puluhan tahun lalu, yang hingga hari ini masih terus jadi perdebatan.
“Intinya adalah tentang transparansi royalti,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/8/2022).
Dia mengatakan, perdebatan itu tidak akan selesai jika masih menggunakan pola lama. “Kenapa tidak manfaatkan teknologi? Gunakan aplikasi seperti YouTube untuk tempat karaoke, dimana setiap diputar otomatis terhitung. Untuk konser atau di live di cafe, gunakan seperti kita memesan makanan di aplikasi Gojek,” katanya yang juga sebagai juru bicara Partai Garuda ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, dua aplikasi seperti itu mudah dibuat dan digunakan. “Sehingga setiap ada yang menggunakan lagu untuk bisnis, otomatis para pemilik lagu akan mendapatkan laporan detik itu juga, akan ketahuan berapa perhari lagu itu digunakan untuk bisnis. Sehingga masalah klasik ini bisa teratasi,” ungkapnya.
Adapun mengenai pemantauannya, menurut dia, harus dibuatkan regulasinya, bahwa pengguna lagu untuk bisnis jika tidak menggunakan aplikasi tersebut dipidana dan denda yang besar. Dia berpendapat, tanpa ada regulasi, tentu ini tidak bisa berjalan.
“Masyarakat juga bisa memantau apakah lagu yang mereka nyanyikan di karaoke atau saat mereka dengar live di cafe terdata atau tidak? Jika tidak, mereka report ke link pemilik lagu. Begitupun pemilik lagu bisa memantau langsung,” imbuhnya.
Dia mengatakan, selain masalah transparansi teratasi, juga menjadi database yang bisa digunakan oleh para musisi untuk menilai pasar, yang tentu outputnya bisa menjadi sesuatu yang positif.
“Intinya adalah tentang transparansi royalti,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/8/2022).
Dia mengatakan, perdebatan itu tidak akan selesai jika masih menggunakan pola lama. “Kenapa tidak manfaatkan teknologi? Gunakan aplikasi seperti YouTube untuk tempat karaoke, dimana setiap diputar otomatis terhitung. Untuk konser atau di live di cafe, gunakan seperti kita memesan makanan di aplikasi Gojek,” katanya yang juga sebagai juru bicara Partai Garuda ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, dua aplikasi seperti itu mudah dibuat dan digunakan. “Sehingga setiap ada yang menggunakan lagu untuk bisnis, otomatis para pemilik lagu akan mendapatkan laporan detik itu juga, akan ketahuan berapa perhari lagu itu digunakan untuk bisnis. Sehingga masalah klasik ini bisa teratasi,” ungkapnya.
Adapun mengenai pemantauannya, menurut dia, harus dibuatkan regulasinya, bahwa pengguna lagu untuk bisnis jika tidak menggunakan aplikasi tersebut dipidana dan denda yang besar. Dia berpendapat, tanpa ada regulasi, tentu ini tidak bisa berjalan.
“Masyarakat juga bisa memantau apakah lagu yang mereka nyanyikan di karaoke atau saat mereka dengar live di cafe terdata atau tidak? Jika tidak, mereka report ke link pemilik lagu. Begitupun pemilik lagu bisa memantau langsung,” imbuhnya.
Dia mengatakan, selain masalah transparansi teratasi, juga menjadi database yang bisa digunakan oleh para musisi untuk menilai pasar, yang tentu outputnya bisa menjadi sesuatu yang positif.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda