Tindak Cepat KKB di Nduga

Rabu, 20 Juli 2022 - 20:07 WIB
Pemerintah Indonesia diharapkan segera menemukan solusi terbaik dalam menangani aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua demi terwujudnya rasa aman dan damai bagi masyarakat di wilayah tersebut. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
ULAH beringas kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua sungguh di luar batas kemanusiaan. Penembakan yang mereka lakukan terhadap tokoh agama dan warga sipil lainnya pada Sabtu (16/7) pagi itu sangat mencabik-cabik hati nurani kita.

Rasa marah dan sedih pantas terluap di benak kita. Marah karena komplotan KKB itu melakukan kekerasan dengan membabi buta. Ada 10 orang yang tewas sekejap di tangan KKB.

Kasus 10 warga sipil tewas di Nduga pada Sabtu (16/7) tersebut menambah jumlah korban jiwa akibat kebrutalan KKB Papua sepanjang tahun ini. Sebelumnya, tercatat sepanjang Januari-Juni 2022, sudah ada 25 orang yang tewas akibat serangan kelompok separatis tersebut. Data ini disampaikan Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri dalam laporan refleksi semester pertama tahun 2022 Polda Papua. Dari 25 orang yang tewas itu, 18 orang merupakan warga sipil. Kapolda menyebut, KKB Papua telah melancarkan 44 aksi teror selama Januari -Juni 2022.

KKB Papua jelas serampangan membunuh orang yang dianggap sebagai musuh. Imbasnya, warga sipil yang tak tahu apa-apa pun menjadi korban. Tangisan istri, suami atau anak-anak mereka sejatinya juga tangisan kita bersama yang begitu sedih atas tragedi ini.

Namun pada saat yang sama, kita juga begitu marah dan kecewa karena aksi brutal KKB di tanah Papua ini seolah tak pernah henti. Sudah banyak korban berjatuhan. Entah itu tentara, polisi, dokter, guru, tokoh agama atau warga biasa. Mungkin sebagian dari mereka adalah keluarga atau saudara dekat kita. Puskesmas, gedung sekolah, kios, bandara dan fasilitas umum pun berulangkali jadi sasaran kebrutalan.

Masyarakat Papua akhirnya dihadapkan teror yang tak berkesudahan. Sampai kapan teror ini bisa berhenti? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang saat ini tengah dinanti jawabannya oleh masyarakat Papua. Masyarakat ingin, pemerintah Indonesia melakukan langkah yang lebih serius dalam memberikan perlindungan keamanan dan ketertiban kepada rakyatnya.

Berbagai kebijakan seperti otonomi khusus, operasi militer atau pembentukan satuan tugas (satgas) Damai Cartenz yang hingga kini masih berlangsung nyatanya belum efektif. Bahkan, kekerasan yang dilakukan KKB Papua justru menunjukkan tren meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Belum efektifnya sejumlah kebijakan pemerintah itu saatnya menjadi bahan evaluasi bersama. Jangan sampai, kebijakan-kebijakan itu justru hanya sebatas pemanis saja, tanpa menyentuh akar masalah yang sebenarnya. Jika gagal menjangkar persoalan inti, tentu kekerasan demi kekerasan berpotensi akan terus terjadi.

Khusus pada kasus di Nduga, sebagai bentuk perlindungan kepada rakyat, pemerintah melalui perangkat militernya harus bertindak cepat menangkap KKB. Semakin cepat tertangani, maka ketenangan masyarakat akan mudah pulih. Di sisi lain, pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap aktor-aktor lapangan. Lebih dari itu, aparat juga saatnya menangkap otak di balik penyerangan kios-kios yang dihuni warga Nogolait itu.

Melihat model serangan KKB selama ini, aksi mereka tampak lebih matang dan terencana sehingga membuat aparat kecolongan. Bahkan dalam beberapa kasus terakhir, banyak aparat menjadi korban karena diserang dengan memanfaatkan kelengahan petugas. Ini menandakan mereka juga sangat terlatih dan terampil dalam memetakan kelemahan aparat. Banyak sinyalemen mereka didanai oleh negara asing. Tak sedikit pula yang menduga banyak KKB justru dilatih oleh aparat Indonesia. Jual beli senjata, amunisi atau logistik perang pun tak henti menjadi isu kencang yang selalu melingkupi persoalan konflik Papua.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More