Baleg DPR RI Minta Pemerintah Segera Buat Aturan Turunan UU TPKS
Jum'at, 08 Juli 2022 - 13:28 WIB
Aturan yang dimaksud Luluk tertuang dalam Pasal 19 UU TPKS, yang berbunyi Setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPKS dapat diancam Pidana penjara paling lama 5 tahun.
Oleh karenanya, Luluk meminta pihak kepolisan turut menerapkan UU TPKS dalam kasus Mas Bechi. Baik untuk kasus pencabulannya, maupun terkait pihak-pihak yang menghalangi penyidikan.
“Pembelaan harus dilakukan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang dibenarkan secara hukum, misalnya melalui lawyer atau pengacara,” ucap Legislator dari Dapil Jateng IV tersebut.
Anggota Komisi IV DPR itu juga menyoroti bagaimana aparat penegak hukum di lapangan yang masih kesulitan menjadikan UU TPKS sebagai rujukan dalam penanganan kasus kekeraaan seksual.
Hal tersebut, kata Luluk, lantaran tidak adanya sosialisasi, SOP, pelatihan dan bimbingan teknis terkait hukum acara yang digunakan dalam UU TPKS. “Korban Kekerasan seksual pascadisahkannya UU TPKS tidak serta ditangani menggunakan hukum acara sesuai UU TPKS, karena tidak adanya pedoman teknis. Ini seharusnya menjadi atensi serius bagi pemerintah, jangan terkesan masih memiliki waktu 2 tahun lalu tidak ada alasan untuk menyegerakan PP dan Perpres,” tukasnya.
Luluk melihat proses penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian masih menggunakan prosedur lama. Bukti dan saksi dianggap tidak cukup, sementara kesaksian korban dianggap tidak cukup untuk membuat pelaku sebagai tersangka. “Meski sekarang ada UU TPKS, polisi masih tidak mau menggunakan keterangan korban dan visum sebagai alat bukti yang cukup,” papar Luluk.
Luluk menilai, Indonesia akan terus mengalami darurat kekerasan seksual apabila tidak ada keseriusan pihak-pihak terkait. Selain sosialisasi yang masif, pemerintah juga diminta untuk mempercepat pelatihan bagi Aparat Penegak Hukum (APH).
“Minimal SOP yang dapat digunakan dalam penanganan kasus kekerasan seksual pasca UU TPKS disahkan. Ini yang terjadi justru adanya kebingungan di lapangan. Akhirnya cara-cara dan prosedur lama yang tetap dilakukan, begitupun rujukannya, masih menggunakan UU lama,” kata Luluk.
Oleh karenanya, Luluk meminta pihak kepolisan turut menerapkan UU TPKS dalam kasus Mas Bechi. Baik untuk kasus pencabulannya, maupun terkait pihak-pihak yang menghalangi penyidikan.
“Pembelaan harus dilakukan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang dibenarkan secara hukum, misalnya melalui lawyer atau pengacara,” ucap Legislator dari Dapil Jateng IV tersebut.
Anggota Komisi IV DPR itu juga menyoroti bagaimana aparat penegak hukum di lapangan yang masih kesulitan menjadikan UU TPKS sebagai rujukan dalam penanganan kasus kekeraaan seksual.
Hal tersebut, kata Luluk, lantaran tidak adanya sosialisasi, SOP, pelatihan dan bimbingan teknis terkait hukum acara yang digunakan dalam UU TPKS. “Korban Kekerasan seksual pascadisahkannya UU TPKS tidak serta ditangani menggunakan hukum acara sesuai UU TPKS, karena tidak adanya pedoman teknis. Ini seharusnya menjadi atensi serius bagi pemerintah, jangan terkesan masih memiliki waktu 2 tahun lalu tidak ada alasan untuk menyegerakan PP dan Perpres,” tukasnya.
Luluk melihat proses penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian masih menggunakan prosedur lama. Bukti dan saksi dianggap tidak cukup, sementara kesaksian korban dianggap tidak cukup untuk membuat pelaku sebagai tersangka. “Meski sekarang ada UU TPKS, polisi masih tidak mau menggunakan keterangan korban dan visum sebagai alat bukti yang cukup,” papar Luluk.
Luluk menilai, Indonesia akan terus mengalami darurat kekerasan seksual apabila tidak ada keseriusan pihak-pihak terkait. Selain sosialisasi yang masif, pemerintah juga diminta untuk mempercepat pelatihan bagi Aparat Penegak Hukum (APH).
“Minimal SOP yang dapat digunakan dalam penanganan kasus kekerasan seksual pasca UU TPKS disahkan. Ini yang terjadi justru adanya kebingungan di lapangan. Akhirnya cara-cara dan prosedur lama yang tetap dilakukan, begitupun rujukannya, masih menggunakan UU lama,” kata Luluk.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda