Taji APBN Hadapi (Ancaman) Inflasi
Kamis, 07 Juli 2022 - 12:10 WIB
Gatot Priyoharto
Kepala Seksi Direktorat Penerimaan
dan Perencanaan Strategis
Ditjen Bea dan Cukai
ANCAMAN perekonomian Global Dunia saat ini dihantui kekhawatiran pelemahan ekonomi. Hal ini dipicu keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin (1,5 – 1,75%). Aksi yang sebenarnya sudah diprediksi, mengingat tren inflasi AS yang di bulan Juni telah mencapai 8,6% (Bloomberg).
Pilihan The Fed mengerek suku bunga, bisa jadi pintu masuk terjadinya resesi di AS tahun ini dan berpotensi berlangsung hingga tahun 2023. Selain situasi di AS, masih ada ancaman merebaknya kembali Covid-19 di Tiongkok yang disikapi dengan kebijakan Zero Covid sehingga lockdown di sebagian wilayah (Shanghai).
Jangan lupakan perang Ukraina vs Rusia yang tensinya belum mereda dan menimbulkan dampak rembetan yang signifikan. Kedua negara yang berseteru, merupakan salah dua penyuplai kebutuhan pangan dan energi dunia (Eropa), sehingga mengakibatkan suplai menjadi terdisrupsi.
Bila berkepanjangan, maka seretnya pasokan namun demand yang tidak berkurang, jelas mendorong harga menjadi semakin brutal. Harga komoditas, terutama komoditas energi, di pasar global belum terlihat melambat. Kenaikan harga yang meroket otomatis mendorong tingkat inflasi yang juga sudah memberikan tekanan di beberapa negara, dan direspons dengan menaikkan suku bunga acuan.
Bila kebijakan ini diikuti banyak negara, maka bisa menimbulkan pengetatan kebijakan moneter. Pengetatan moneter menyebabkan ruang fiskal global menjadi semakin sempit.
Kepala Seksi Direktorat Penerimaan
dan Perencanaan Strategis
Ditjen Bea dan Cukai
ANCAMAN perekonomian Global Dunia saat ini dihantui kekhawatiran pelemahan ekonomi. Hal ini dipicu keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin (1,5 – 1,75%). Aksi yang sebenarnya sudah diprediksi, mengingat tren inflasi AS yang di bulan Juni telah mencapai 8,6% (Bloomberg).
Pilihan The Fed mengerek suku bunga, bisa jadi pintu masuk terjadinya resesi di AS tahun ini dan berpotensi berlangsung hingga tahun 2023. Selain situasi di AS, masih ada ancaman merebaknya kembali Covid-19 di Tiongkok yang disikapi dengan kebijakan Zero Covid sehingga lockdown di sebagian wilayah (Shanghai).
Jangan lupakan perang Ukraina vs Rusia yang tensinya belum mereda dan menimbulkan dampak rembetan yang signifikan. Kedua negara yang berseteru, merupakan salah dua penyuplai kebutuhan pangan dan energi dunia (Eropa), sehingga mengakibatkan suplai menjadi terdisrupsi.
Bila berkepanjangan, maka seretnya pasokan namun demand yang tidak berkurang, jelas mendorong harga menjadi semakin brutal. Harga komoditas, terutama komoditas energi, di pasar global belum terlihat melambat. Kenaikan harga yang meroket otomatis mendorong tingkat inflasi yang juga sudah memberikan tekanan di beberapa negara, dan direspons dengan menaikkan suku bunga acuan.
Bila kebijakan ini diikuti banyak negara, maka bisa menimbulkan pengetatan kebijakan moneter. Pengetatan moneter menyebabkan ruang fiskal global menjadi semakin sempit.
tulis komentar anda