Bamsoet Klaim Nasdem Dukung Kembalinya Utusan Golongan di MPR
Senin, 04 Juli 2022 - 07:04 WIB
"Menurut pandangan PPP, penguatan kewenangan MPR RI diperlukan sehingga eksistensi MPR semakin diakui, sekaligus bisa mengambil berbagai keputusan strategis untuk bangsa Indonesia. Optimalisasi tugas, wewenang, serta penguatan lembaga MPR bisa dilakukan melalui berbagai cara. Antara lain, konsensus nasional yang melibatkan DPR dan DPD dengan cara joint session, melalui revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), atau melalui amandemen konstitusi," ungkap Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, pandangan PPP tentang pentingnya penguatan kewenangan MPR RI tersebut juga sejalan dengan berbagai pandangan lain yang disampaikan oleh para pakar maupun organisasi masyarakat. Seperti datang dari pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, bahwa pelaksanaan tugas MPR RI dalam melantik presiden dan wakil presiden sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 ayat 2 konstitusi, hingga kini belum dilaksanakan secara konkrit. Karena, nyatanya tidak pernah ada peristiwa Ketua MPR RI melantik presiden dan wakil presiden.
"Prof. Jimly menilai, selama ini yang terjadi adalah Ketua MPR RI hanya membuka sidang, kemudian mempersilahkan presiden dan wakil presiden mengucapkan sumpah jabatannya sendiri, tanpa dipandu oleh Ketua MPR RI. Alangkah baiknya jika kedepan, Ketua MPR RI sebagai representasi kelembagaan MPR RI yang merupakan wujud kedaulatan rakyat, bisa memandu pembacaan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden, sesuai yang diamanatkan konstitusi," kata Bamsoet.
Dia menambahkan, MPR RI sebelumnya memiliki posisi penting sebagai penjaga gawang konsensus politik nasional, melakukan perubahan konstitusi, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut konstitusi. Namun, inkoherensi sistem perwakilan politik akibat amandemen keempat, menyebabkan fungsi MPR melemah dan hanya sebatas sebagai sidang gabungan (joint session). Menyebabkan hakikat perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem politik mengalami deviasi dan ketidakjelasan.
"Deviasi dalam kehidupan kenegaraan itu menyebabkan politik nasional seolah-olah hanya wewenang DPR dan Presiden dalam pengajuan rancangan undang-undang dan/atau dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Tidak ada lembaga negara yang memiliki fungsi penyeimbang politik sebagaimana prinsip dalam sistem bikameral," pungkas Bamsoet.
Adapun pimpinan MPR RI yang hadir antara lain, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarif Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Arsul Sani. Sementara pengurus pusat PPP yang hadir antara lain, Ketua Umum Suharso Monoarfa, Sekjen Arwani Thomafi, Wakil Ketua Umum Amir Uskara, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI A. Baidowi dan Sekretaris Fraksi PPP MPR RI. M. Iqbal.
Bamsoet menjelaskan, pandangan PPP tentang pentingnya penguatan kewenangan MPR RI tersebut juga sejalan dengan berbagai pandangan lain yang disampaikan oleh para pakar maupun organisasi masyarakat. Seperti datang dari pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, bahwa pelaksanaan tugas MPR RI dalam melantik presiden dan wakil presiden sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 ayat 2 konstitusi, hingga kini belum dilaksanakan secara konkrit. Karena, nyatanya tidak pernah ada peristiwa Ketua MPR RI melantik presiden dan wakil presiden.
"Prof. Jimly menilai, selama ini yang terjadi adalah Ketua MPR RI hanya membuka sidang, kemudian mempersilahkan presiden dan wakil presiden mengucapkan sumpah jabatannya sendiri, tanpa dipandu oleh Ketua MPR RI. Alangkah baiknya jika kedepan, Ketua MPR RI sebagai representasi kelembagaan MPR RI yang merupakan wujud kedaulatan rakyat, bisa memandu pembacaan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden, sesuai yang diamanatkan konstitusi," kata Bamsoet.
Dia menambahkan, MPR RI sebelumnya memiliki posisi penting sebagai penjaga gawang konsensus politik nasional, melakukan perubahan konstitusi, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut konstitusi. Namun, inkoherensi sistem perwakilan politik akibat amandemen keempat, menyebabkan fungsi MPR melemah dan hanya sebatas sebagai sidang gabungan (joint session). Menyebabkan hakikat perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem politik mengalami deviasi dan ketidakjelasan.
"Deviasi dalam kehidupan kenegaraan itu menyebabkan politik nasional seolah-olah hanya wewenang DPR dan Presiden dalam pengajuan rancangan undang-undang dan/atau dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Tidak ada lembaga negara yang memiliki fungsi penyeimbang politik sebagaimana prinsip dalam sistem bikameral," pungkas Bamsoet.
Adapun pimpinan MPR RI yang hadir antara lain, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarif Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Arsul Sani. Sementara pengurus pusat PPP yang hadir antara lain, Ketua Umum Suharso Monoarfa, Sekjen Arwani Thomafi, Wakil Ketua Umum Amir Uskara, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI A. Baidowi dan Sekretaris Fraksi PPP MPR RI. M. Iqbal.
(muh)
tulis komentar anda