Bamsoet Klaim Nasdem Dukung Kembalinya Utusan Golongan di MPR

Senin, 04 Juli 2022 - 07:04 WIB
loading...
Bamsoet Klaim Nasdem Dukung Kembalinya Utusan Golongan di MPR
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengaku memperoleh dukungan soal kembalinya utusan golongan di MPR dai Partai Nasdem dan PPP. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan Partai Nasdem mendukung kembalinya utusan golongan dalam keanggootaan MPR. Dukungan disampaikan saat Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI.

"Sebelum amendemen keempat, keanggotaan MPR RI terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan. Setelah amendemen, MPR hanya terdiri atas anggota DPR sebagai representasi partai politik, dan anggota DPD sebagai representasi kepentingan daerah. Sedangkan utusan golongan dihapuskan," kata Bamsoet dalam keterangannya, dikutip Senin (4/7/22).

Turut hadir pimpinan MPR RI yang hadir antara lain Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarif Hasan, dan Hidayat Nur Wahid. Sementara pengurus Nasdem yang hadir antara lain, Surya Paloh, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Enggartiasto Lukita dan Maxi Gunawan, Sekjen Johnny G Plate, Ketua Fraksi Nasdem DPR RI Roberth Rouw, serta Ketua DPP Amelia Anggraini dan Syarif Alkadrie.

Mantan ketua DPR RI menjelaskan, usulan soal dikembalikannya utusan golongan di MPR tidak hanya datang dari Ketum Nasdem saja. Aspirasi serupa pernah disampaikan PP Muhammadiyah, PBNU, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia serta berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya, saat pimpinan MPR melakukan kunjungan silahturahmi kebangsaan akhir tahun 2019 ke para tokoh bangsa. Kehadiran Utusan Golongan akan kembali menjadikan MPR RI sebagai lembaga perwakilan yang inklusif, yang mengikutsertakan seluruh unsur dan elemen dalam masyarakat Indonesia.

"Kehadiran Utusan Golongan juga membuat kepentingan masyarakat yang tidak terwakili oleh partai politik dan daerah, bisa terakomodir. Termasuk golongan yang karena aturan undang-undang, hak pilih dan/atau hak dipilihnya ditiadakan," terangnya.



Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, wacana menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR RI, merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra bisa menyampaikan argumentasinya.

"Untuk itu, Bang Surya Paloh juga mengusulkan agar MPR RI melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, mengkaji kembali secara menyeluruh amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat kali. Apakah amandemen tersebut sudah sejalan dengan apa yang menjadi semangat hasrat dan keinginan para pendiri bangsa. MPR RI akan mempelajari lebih lanjut usulan tersebut," ucap Bamsoet.

Sebelumnya dalam kunjungan ke Kantor DPP PPP, Bamsoet juga mengklaim bahwa PPP mendorong Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI melakukan kajian mendalam melibatkan para pakar mengenai pentingnya penguatan kelembagaan dan kewenangan MPR RI. Khususnya terhadap keberadaan berbagai TAP MPR yang ada saat ini, apakah masih relevan atau ada hal lain yang harus dilakukan.

"Menurut pandangan PPP, penguatan kewenangan MPR RI diperlukan sehingga eksistensi MPR semakin diakui, sekaligus bisa mengambil berbagai keputusan strategis untuk bangsa Indonesia. Optimalisasi tugas, wewenang, serta penguatan lembaga MPR bisa dilakukan melalui berbagai cara. Antara lain, konsensus nasional yang melibatkan DPR dan DPD dengan cara joint session, melalui revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), atau melalui amandemen konstitusi," ungkap Bamsoet.

Bamsoet menjelaskan, pandangan PPP tentang pentingnya penguatan kewenangan MPR RI tersebut juga sejalan dengan berbagai pandangan lain yang disampaikan oleh para pakar maupun organisasi masyarakat. Seperti datang dari pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, bahwa pelaksanaan tugas MPR RI dalam melantik presiden dan wakil presiden sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 ayat 2 konstitusi, hingga kini belum dilaksanakan secara konkrit. Karena, nyatanya tidak pernah ada peristiwa Ketua MPR RI melantik presiden dan wakil presiden.

"Prof. Jimly menilai, selama ini yang terjadi adalah Ketua MPR RI hanya membuka sidang, kemudian mempersilahkan presiden dan wakil presiden mengucapkan sumpah jabatannya sendiri, tanpa dipandu oleh Ketua MPR RI. Alangkah baiknya jika kedepan, Ketua MPR RI sebagai representasi kelembagaan MPR RI yang merupakan wujud kedaulatan rakyat, bisa memandu pembacaan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden, sesuai yang diamanatkan konstitusi," kata Bamsoet.



Dia menambahkan, MPR RI sebelumnya memiliki posisi penting sebagai penjaga gawang konsensus politik nasional, melakukan perubahan konstitusi, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut konstitusi. Namun, inkoherensi sistem perwakilan politik akibat amandemen keempat, menyebabkan fungsi MPR melemah dan hanya sebatas sebagai sidang gabungan (joint session). Menyebabkan hakikat perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem politik mengalami deviasi dan ketidakjelasan.

"Deviasi dalam kehidupan kenegaraan itu menyebabkan politik nasional seolah-olah hanya wewenang DPR dan Presiden dalam pengajuan rancangan undang-undang dan/atau dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Tidak ada lembaga negara yang memiliki fungsi penyeimbang politik sebagaimana prinsip dalam sistem bikameral," pungkas Bamsoet.

Adapun pimpinan MPR RI yang hadir antara lain, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarif Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Arsul Sani. Sementara pengurus pusat PPP yang hadir antara lain, Ketua Umum Suharso Monoarfa, Sekjen Arwani Thomafi, Wakil Ketua Umum Amir Uskara, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI A. Baidowi dan Sekretaris Fraksi PPP MPR RI. M. Iqbal.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2080 seconds (0.1#10.140)