Jubir MK: Anwar Usman Tak Harus Mundur dari Ketua Mahkamah Konstitusi
Selasa, 21 Juni 2022 - 17:14 WIB
JAKARTA - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono meluruskan soal beredarnya isi putusan MK yang mewajibkan Anwar Usman mundur dari jabatan sebagai Ketua MK. Ditegaskan Fajar, kewajiban Anwar Usman untuk mundur sebagai Ketua MK tersebut tidak benar.
Fajar menjelaskan tidak ada isi putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Pasal 87 huruf a UU 7/2020 yang mewajibkan Anwar Usman mundur sebagai Ketua MK. Pun demikian terhadap Wakil Ketua MK Aswanto. Keduanya tetap bisa menjabat sampai akhir masa tugasnya.
"Tidak ada redaksi dalam Putusan MK kemarin yang menyatakan Ketua MK Anwar Usman harus mundur sebagai Ketua MK. Tidak ada," kata Fajar kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (21/6/2022).
Fajar menjelaskan, putusan Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Pasal 87 huruf a UU 7/2020 itu memang dinyatakan inkonstitusional. Di mana, Pasal 87 huruf a menyatakan, 'Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini'.
"Putusan MK bukan meminta mundur Ketua MK saat ini, melainkan menegaskan garis konstitusional bahwa Ketua MK dan Wakil Ketua MK itu dipilih oleh hakim konstitusi," kata Fajar.
Menurut Fajar, memang ada dua argumentasi konstitusional pokok. Pertama, soal frasa masa jabatan pada Pasal 87 huruf b yang dianggap ambigu. Fajar mempertanyakan ihwal masa jabatan sebagai Hakim Konstitusi atau masa jabatan sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi membuat ketidakpastian hukum.
Kemudian, Pasal 87 huruf a UU 7/2020 tidak sesuai dengan amanat Pasal 24C ayat (4) UUD 1945. Menurutnya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Di mana, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tidak dapat langsung menjabat tanpa melalui proses pemilihan dari dan oleh hakim konstitusi. "Proses pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi harus dikembalikan pada esensi pokok amanat Pasal 24C ayat (4) UUD 1945," ungkapnya.
Oleh karenanya, Fajar menilai putusan Judicial Review (JR) yang mengabulkan sebagian UU Nomor 7/2020 itu bukan meminta Ketua MK saat ini untuk mundur. Namun, hanya menegaskan garis konstitusional bahwa Ketua MK dan Wakil Ketua MK dipilih oleh hakim konstitusi.
"Keduanya baru bisa menjabat setelah melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh hakim konstitusi, tidak otomatis menjabat karena ketentuan UU. Karena otomatis seperti ketentuan Pasal 87 huruf b, itu menegaskan hak hakim konstitusi untuk memilih Ketua dan Wakil MK yang diberikan dan dijamin oleh Pasal 24 Ayat (4) UUD 1945," tandasnya.
Fajar menjelaskan tidak ada isi putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Pasal 87 huruf a UU 7/2020 yang mewajibkan Anwar Usman mundur sebagai Ketua MK. Pun demikian terhadap Wakil Ketua MK Aswanto. Keduanya tetap bisa menjabat sampai akhir masa tugasnya.
"Tidak ada redaksi dalam Putusan MK kemarin yang menyatakan Ketua MK Anwar Usman harus mundur sebagai Ketua MK. Tidak ada," kata Fajar kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (21/6/2022).
Fajar menjelaskan, putusan Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Pasal 87 huruf a UU 7/2020 itu memang dinyatakan inkonstitusional. Di mana, Pasal 87 huruf a menyatakan, 'Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini'.
"Putusan MK bukan meminta mundur Ketua MK saat ini, melainkan menegaskan garis konstitusional bahwa Ketua MK dan Wakil Ketua MK itu dipilih oleh hakim konstitusi," kata Fajar.
Menurut Fajar, memang ada dua argumentasi konstitusional pokok. Pertama, soal frasa masa jabatan pada Pasal 87 huruf b yang dianggap ambigu. Fajar mempertanyakan ihwal masa jabatan sebagai Hakim Konstitusi atau masa jabatan sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi membuat ketidakpastian hukum.
Kemudian, Pasal 87 huruf a UU 7/2020 tidak sesuai dengan amanat Pasal 24C ayat (4) UUD 1945. Menurutnya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Di mana, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tidak dapat langsung menjabat tanpa melalui proses pemilihan dari dan oleh hakim konstitusi. "Proses pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi harus dikembalikan pada esensi pokok amanat Pasal 24C ayat (4) UUD 1945," ungkapnya.
Oleh karenanya, Fajar menilai putusan Judicial Review (JR) yang mengabulkan sebagian UU Nomor 7/2020 itu bukan meminta Ketua MK saat ini untuk mundur. Namun, hanya menegaskan garis konstitusional bahwa Ketua MK dan Wakil Ketua MK dipilih oleh hakim konstitusi.
"Keduanya baru bisa menjabat setelah melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh hakim konstitusi, tidak otomatis menjabat karena ketentuan UU. Karena otomatis seperti ketentuan Pasal 87 huruf b, itu menegaskan hak hakim konstitusi untuk memilih Ketua dan Wakil MK yang diberikan dan dijamin oleh Pasal 24 Ayat (4) UUD 1945," tandasnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda