Sepakati Asumsi RAPBN 2021, Kesehatan-Ekonomi Jadi Prioritas
Rabu, 24 Juni 2020 - 08:43 WIB
Ketua Komisi XI Dito Ganinduto mengatakan, kesepakatan ini nanti akan diajukan dalam Badan Anggaran dan dibahas agar bisa disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna. “Kita setujui dan kita bahas lagi (di Banggar),” ujar Dito. (Baca juga: Pilih Penyelamatan Ekonomi atau Nyawa Mirip Buah Simalakama)
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 4,5-5,5% pada 2021 dinilai masih realistis. Perekonomian pada tahun depan masih akan sangat bergantung perkembangan wabah Covid-19. “Kalau wabah covid-nya benar-benar selesai pada tahun ini, asumsi tersebut sangat mungkin direalisasikan,” ujarnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, asumsi pertumbuhan ekonomi 2021 masih terlalu optimistis mengingat adanya ancaman gelombang kedua Covid-19 dan prospek pemulihan global yang belum optimal.
Sementara itu, daya beli masyarakat di dalam negeri juga berpengaruh terhadap permintaan industri manufaktur. “Kemudian ada perubahan perilaku konsumen saat pandemi. Masyarakat sebagian menikmati work from home (WFH) dan berhemat dengan menabung (saving) sisa pendapatan. Dari sisi ekspor masih menunggu rebound harga komoditas unggulan dan ekonomi di negara tujuan utama, khususnya AS dan China,” ujarnya.
Menurut dia, faktor yang menjadi pendorong dan harus dimanfaatkan adalah transformasi ekonomi digital karena pelaku usaha perlu masuk ke ekosistem digital. Saat ini jumlah pelaku usaha kecil yang bergabung dengan platform digital masih minim, padahal konsumen sudah mulai terbiasa dengan dunia digital. (Lihat videonya: Heboh! Pemuda di Lombok Nikahi Dua Gadis Sekaligus)
“Faktor berikutnya adalah kecepatan realisasi stimulus fiskal. Secara nominal stimulus terus ditingkatkan, tapi belum sejalan dengan realisasi khususnya stimulus UMKM yang belum mencapai 1%, kemudian realisasi stimulus dunia usaha baru 6,8%. Ini yang harus dikejar agar momentumnya tidak lewat,” tuturnya. (Rina Anggraeni/Oktiani Endarwati/Ant)
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 4,5-5,5% pada 2021 dinilai masih realistis. Perekonomian pada tahun depan masih akan sangat bergantung perkembangan wabah Covid-19. “Kalau wabah covid-nya benar-benar selesai pada tahun ini, asumsi tersebut sangat mungkin direalisasikan,” ujarnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, asumsi pertumbuhan ekonomi 2021 masih terlalu optimistis mengingat adanya ancaman gelombang kedua Covid-19 dan prospek pemulihan global yang belum optimal.
Sementara itu, daya beli masyarakat di dalam negeri juga berpengaruh terhadap permintaan industri manufaktur. “Kemudian ada perubahan perilaku konsumen saat pandemi. Masyarakat sebagian menikmati work from home (WFH) dan berhemat dengan menabung (saving) sisa pendapatan. Dari sisi ekspor masih menunggu rebound harga komoditas unggulan dan ekonomi di negara tujuan utama, khususnya AS dan China,” ujarnya.
Menurut dia, faktor yang menjadi pendorong dan harus dimanfaatkan adalah transformasi ekonomi digital karena pelaku usaha perlu masuk ke ekosistem digital. Saat ini jumlah pelaku usaha kecil yang bergabung dengan platform digital masih minim, padahal konsumen sudah mulai terbiasa dengan dunia digital. (Lihat videonya: Heboh! Pemuda di Lombok Nikahi Dua Gadis Sekaligus)
“Faktor berikutnya adalah kecepatan realisasi stimulus fiskal. Secara nominal stimulus terus ditingkatkan, tapi belum sejalan dengan realisasi khususnya stimulus UMKM yang belum mencapai 1%, kemudian realisasi stimulus dunia usaha baru 6,8%. Ini yang harus dikejar agar momentumnya tidak lewat,” tuturnya. (Rina Anggraeni/Oktiani Endarwati/Ant)
(ysw)
tulis komentar anda