Sepakati Asumsi RAPBN 2021, Kesehatan-Ekonomi Jadi Prioritas

Rabu, 24 Juni 2020 - 08:43 WIB
loading...
Sepakati Asumsi RAPBN 2021, Kesehatan-Ekonomi Jadi Prioritas
Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI menyepakati asumsi-asumsi perekonomian dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Semua asumsi tersebut kemudian dibagi menjadi tiga bidang, yakni ekonomi makro, target pembangunan, dan indikator pembangunan.

Dalam keputusan itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan Komisi XI DPR kemudian menyepakati posisi pertumbuhan ekonomi pada 2021 mencapai 4,5%-5,5%. Sementara itu, nilai tukar rupiah dipatok antara Rp13.700-14.900 per dolar AS.

Untuk yield surat berharga negara (SBN) dengan tenor 10 tahun, dalam RAPBN 2021 ditetapkan sebesar 6,29%-8,29%. Angka ini lebih rendah dari asumsi Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dari tahun sebelumnya. (Baca: Rizal Ramli: Mana Bisa Masalah Bangsa Diselesaikan dengan Buzzer)

“Berbagai masukan dari pimpinan dan anggota mengenai KEM PPKF akan kami gunakan dalam l menyempurnakan nota keuangan dan rencana APBN 2021,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (23/6) malam.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka ditetapkan antara 7,7% hingga 9,1%, kemiskinan 9,2-9,7%, indeks gini rasio 0,377-0,379, dan indeks pembangunan manusia 72.78-72.95. Rapat kerja juga menyepakati nilai tukar petani dan nelayan disepakati berada pada kisaran 102-104.

Dengan proyeksi asumsi makro RAPBN 2021 sebagai acuan penyusunan APBN 2021, pemerintah akan menjalankan sejumlah kebijakan, di antaranya penanganan bidang kesehatan, akselerasi pemulihan ekonomi nasional dan penguatan reformasi bidang bantuan sosial, kesehatan, pendidikan, belanja negara, transfer ke daerah dan dana desa. (Baca juga: Tentara Suriah Ditangkap karena Melamar Putri Assad)

Lalu ketahanan bencana dengan memprioritaskan percepatan pemulihan manufaktur, pariwisata dan investasi, serta pemanfaatan teknologi informasi. Selanjutnya memberikan stimulus ekonomi yang berkeadilan, tepat sasaran, dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi dan BUMN yang memiliki peran startegis bagi masyarakat.

Pemerintah juga akan menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan nilai tukar petani dan nelayan.

Lalu memperkuat sinergi kebijakan sektor dan fiskal dalam meningkatkan produktivitas sektoral untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat industri nasional. Defisit anggaran juga akan dikendalikan dengan memperhatikan prioritas pembangunan nasional, serta menjaga ruang fiskal dan keberlanjutan APBN.

Ketua Komisi XI Dito Ganinduto mengatakan, kesepakatan ini nanti akan diajukan dalam Badan Anggaran dan dibahas agar bisa disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna. “Kita setujui dan kita bahas lagi (di Banggar),” ujar Dito. (Baca juga: Pilih Penyelamatan Ekonomi atau Nyawa Mirip Buah Simalakama)

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 4,5-5,5% pada 2021 dinilai masih realistis. Perekonomian pada tahun depan masih akan sangat bergantung perkembangan wabah Covid-19. “Kalau wabah covid-nya benar-benar selesai pada tahun ini, asumsi tersebut sangat mungkin direalisasikan,” ujarnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, asumsi pertumbuhan ekonomi 2021 masih terlalu optimistis mengingat adanya ancaman gelombang kedua Covid-19 dan prospek pemulihan global yang belum optimal.

Sementara itu, daya beli masyarakat di dalam negeri juga berpengaruh terhadap permintaan industri manufaktur. “Kemudian ada perubahan perilaku konsumen saat pandemi. Masyarakat sebagian menikmati work from home (WFH) dan berhemat dengan menabung (saving) sisa pendapatan. Dari sisi ekspor masih menunggu rebound harga komoditas unggulan dan ekonomi di negara tujuan utama, khususnya AS dan China,” ujarnya.

Menurut dia, faktor yang menjadi pendorong dan harus dimanfaatkan adalah transformasi ekonomi digital karena pelaku usaha perlu masuk ke ekosistem digital. Saat ini jumlah pelaku usaha kecil yang bergabung dengan platform digital masih minim, padahal konsumen sudah mulai terbiasa dengan dunia digital. (Lihat videonya: Heboh! Pemuda di Lombok Nikahi Dua Gadis Sekaligus)

“Faktor berikutnya adalah kecepatan realisasi stimulus fiskal. Secara nominal stimulus terus ditingkatkan, tapi belum sejalan dengan realisasi khususnya stimulus UMKM yang belum mencapai 1%, kemudian realisasi stimulus dunia usaha baru 6,8%. Ini yang harus dikejar agar momentumnya tidak lewat,” tuturnya. (Rina Anggraeni/Oktiani Endarwati/Ant)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1664 seconds (0.1#10.140)