Pilihan Penyelamatan Ekonomi atau Nyawa Ibarat Buah Simalakama

Selasa, 23 Juni 2020 - 20:36 WIB
loading...
Pilihan Penyelamatan...
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19, Doni Monardo menjawab kritik masyarakat terkait penyelamatan nyawa manusia atau ekonomi, terkait dengan upaya pemerintah melakukan pelonggaran aktivitas di tengah pandemi COVID-19. Foto/BNPB
A A A
JAKARTA - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19 , Doni Monardo akhirnya menjawab kritik masyarakat terkait penyelamatan nyawa manusia atau ekonomi, terkait dengan upaya pemerintah melakukan pelonggaran aktivitas di tengah pandemi COVID-19. Menurutnya, memilih salah satu di antara kedua pilihan ibarat memakan buah simalakama.

Hal ini disampaikan Doni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang Rancangan Kerja Anggaran (RKA) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2021 dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta hari ini, Selasa (23/6/2020). (Baca juga: Update Corona di Indonesia 23 Juni 2020: 47.896 Positif, 19.241 Sembuh, dan 2.535 Meninggal)

“Kemudian meningkatkan hubungan kerja antara pusat dan daerah. Kenapa ini penting karena sampai hari ini belum ada satupun pakar yang dapat memastikan kapan COVID-19 akan berakhir, sementara masyarakat kita sudah dua bulan lebih PSBB dan karantina pribadi, kami dapat masukan dari Kementerian/Lembaga ada 1,7 juta warga negara kita Indonesia pada bulan April yang di-PHK, yang sekarang mungkin sudah lebih,” ujar Doni dalam RDP.

Karena itu, Doni melanjutkan, pihaknya melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah tidak bisa memilih salah satu karena ada banyak pakar yang bertanya soal pilihan yang akan diambil Gugus Tugas, apakah memilih kesehatan atau ekonomi.

“Kami katakan Pemerintah Indonesia memilih salah satu berarti kita seperti makan buah simalakama, di makan mati tidak dimakan juga mati,” katanya.

Sehingga, kata Doni, Gugus Tugas menawarkan konsep kepada presiden bahwa Indonesia harus mengambil Langkah paralel yakni, dengan menjalankan keduanyan secara seimbang. Kapan harus tancap gas dan kapan harus menginjak rem. Saat muncul kasus COVID-19 maka rem yang harus diinjak sehingga, antara rem dan gas harus seimbang.

“Dan kami dapat bantuan dari pakar IT untuk menyusun dashboard sehingga data-data daerah mulai dari banyak tempat tidur, APD, mesin PCR dan semua dokter terdata dashboard bersatu dalam COVID-19,” papar Doni.

Selain itu, Doni menuturkan meskipun hari ini pemerintah memberikan pelonggaran pada sejumlah bidang, tetapi Presiden Jokowi selalu mengingatkan bahwa pelonggaran ini dilakukan dengan kehati-hatian, semua diawali dengan prakondisi, edukasi, sosialisasi dan simulasi. Jadi, tidak boleh ada daerah yang langsung melakukan aktivitasnya tanpa melalui prakondisi, termasuk bagaimana pimpinan daerah harus berkoordinasi dengan komponen-komponen yang ada agar setiap kebijakan didukung oleh masyarakat.

“Dan yang paling mendasar adalah bagiamana saat ini kita menghadapi suasa COVID-19 dengan merubah perilaku secara konsisten dan berlanjut untuk tetap menggunakan masker, untuk tetap cuci tangan dan jaga jarak,” tuturnya.

Doni mengaku bahwa jaga jarak sangat mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Dan hal ini terjadi bukan hanya di kota besar tetapi sampai semua daerah. Karena itu, kampanye dan sosialisasi yang masif perlu dilakukan. Bahkan, Gugus Tugas juga telah bekerja sama dengan beberapa lembaga kemasyarakatan, termasuk lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Baca juga: Ketua Gugus Tugas: Karhutla Bisa Perparah Gejala COVID-19)

“Dan juga kedepan akan melakukan kerja sama dgn organisasi keagamaan, kami harapkan keterlibatan tokoh agama dan tokoh budaya bisa menjadikan masyarakat menjadi patuh terhadap protokol kesehatan COVID-19,” pungkasnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1396 seconds (0.1#10.140)