Mahfud MD: HTI dan FPI Dilarang, LGBT Kok Tidak? Ya Beda Dong
Rabu, 18 Mei 2022 - 20:41 WIB
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara menanggapi adanya pihak yang mempertanyakan sikap pemerintah terhadap keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), serta lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT ). Mahfud MD menilai antara HT dan FPI dengan LGBT jelas berbeda.
“Ditampilkan gambar, HTI dan FPI dilarang, LGBT kok tidak? Apa bedanya? Ya beda dong,” kata Mahfud MD dalam sambutannya di acara Simposium Nasional Hukum Tata Negara yang ditayangkan di kanal YouTube APHTN-HAN, Rabu (18/5/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyampaikan bahwa LGBT tidak memiliki asas legalitasnya dalam hukum pidana. “Kalau HTI ada, melanggar undang-undang, yaitu Undang-Undang Keormasan, itu hukum administrasi negara, jadi ada sebuah organisasi seperti itu, larang,” jelasnya.
Karena adanya pelanggaran asas legalitas dalam hukum administrasi negara, Mahfud mengungkapkan proses mekanisme penetapan keputusan sanksinya berbeda. Dia pun menuturkan pihak yang mendapatkan sanksi dalam hukum administrasi negara dapat menggugat.
"Kalau dalam hukum administrasi negara itu sanksi dijatuhkan lebih dulu, yang dijatuhi sanksi boleh menggugat. Dan sudah menggugat namun kalah di dua pengadilan, di MK kalah, di PTUN kalah. Makanya itu beda," ujar Mahfud.
Maka itu, kasus LGBT ini berbeda dengan pelarangan kedua ormas tersebut. “Kalau LGBT hanya dikatakan kamu tidak boleh kawin," imbuhnya.
Terlebih, Mahfud MD mengulas landasan pelarangan hukum LGBT kurang tepat. Dia menjelaskan UU Nomor 1 Tahun 1974 yang sering dikutip sebagai larangan LGBT itu bentuk landasan undang-undang hukum perkawinan.
"Undang-Undang itu betul memang melarang LGBT, tapi isinya itu menyatakan kalau anda menikah sesama LGBT itu tidak sah perkawinannya, itu saja. Tidak boleh punya surat nikah, tidak boleh punya hak waris, tidak punya kartu suami istri, gitu loh. Bukan lalu untuk ditangkap," pungkasnya.
“Ditampilkan gambar, HTI dan FPI dilarang, LGBT kok tidak? Apa bedanya? Ya beda dong,” kata Mahfud MD dalam sambutannya di acara Simposium Nasional Hukum Tata Negara yang ditayangkan di kanal YouTube APHTN-HAN, Rabu (18/5/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyampaikan bahwa LGBT tidak memiliki asas legalitasnya dalam hukum pidana. “Kalau HTI ada, melanggar undang-undang, yaitu Undang-Undang Keormasan, itu hukum administrasi negara, jadi ada sebuah organisasi seperti itu, larang,” jelasnya.
Karena adanya pelanggaran asas legalitas dalam hukum administrasi negara, Mahfud mengungkapkan proses mekanisme penetapan keputusan sanksinya berbeda. Dia pun menuturkan pihak yang mendapatkan sanksi dalam hukum administrasi negara dapat menggugat.
"Kalau dalam hukum administrasi negara itu sanksi dijatuhkan lebih dulu, yang dijatuhi sanksi boleh menggugat. Dan sudah menggugat namun kalah di dua pengadilan, di MK kalah, di PTUN kalah. Makanya itu beda," ujar Mahfud.
Maka itu, kasus LGBT ini berbeda dengan pelarangan kedua ormas tersebut. “Kalau LGBT hanya dikatakan kamu tidak boleh kawin," imbuhnya.
Terlebih, Mahfud MD mengulas landasan pelarangan hukum LGBT kurang tepat. Dia menjelaskan UU Nomor 1 Tahun 1974 yang sering dikutip sebagai larangan LGBT itu bentuk landasan undang-undang hukum perkawinan.
"Undang-Undang itu betul memang melarang LGBT, tapi isinya itu menyatakan kalau anda menikah sesama LGBT itu tidak sah perkawinannya, itu saja. Tidak boleh punya surat nikah, tidak boleh punya hak waris, tidak punya kartu suami istri, gitu loh. Bukan lalu untuk ditangkap," pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda