Rombak Format Kartu Prakerja
Sabtu, 20 Juni 2020 - 06:12 WIB
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah membeberkan tujuh rekomendasi KPK dimaksud. Rekomendasi pertama, peserta yang disasar pada whitelist atau pekerja terdampak Covid-19 tidak perlu mendaftar secara daring, melainkan dihubungi project management office (PMO) atau manajemen pelaksana progam Kartu Prakerja sebagai peserta program.
Kedua, penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya. Ketiga, KPK meminta komite agar meminta legal opinion ke Jamdatun Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital apakah termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah.
Keempat, lanjut Alexander, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP). Dengan demikian, 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya. (Lihat videonya: Bocah Enam Tahun Jadi Korban Penculikan dan Pencabulan di Bekasi)
Rekomendasi kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring. "(Kurasi) agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis," ujarnya.
Keenam, KPK merekomendasikan agar materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP. Rekomendasi ketujuh, KPK meminta pelaksanaan pelatihan daring memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif. Misalnya, kata Alexander, pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.
Selain mengeluarkan rekomendasi, KPK menemukan tujuh masalah utama dan penyimpangan pada empat aspek tata laksana atas pelaksanaan program Kartu Prakerja sebagai bagian dari program perlindungan sosial penanggulangan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Alexander membeberkan, masalah pertama terkait persoalan pendaftaran. Dia menyebut, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek telah mengompilasi data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK)-nya berjumlah 1,7 juta pekerjater dampak (whitelist).
Faktanya, tutur Alexander, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143.000. Sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang, yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini. Pada pendaftaran KPK menemukan persoakan fitur face recognition. "Penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ungkapnya.
Masalah kedua, KPK menyoroti kemitraan dengan platform digital. Menurut dia, kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Selanjutnya, terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. ‘’Ada 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," papar Alexander.
Aspek ketiga, materi pelatihan juga terdapat dua masalah. Satu, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pasalnya, kata Alexander, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).
Kedua, penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya. Ketiga, KPK meminta komite agar meminta legal opinion ke Jamdatun Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital apakah termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah.
Keempat, lanjut Alexander, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP). Dengan demikian, 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya. (Lihat videonya: Bocah Enam Tahun Jadi Korban Penculikan dan Pencabulan di Bekasi)
Rekomendasi kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring. "(Kurasi) agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis," ujarnya.
Keenam, KPK merekomendasikan agar materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP. Rekomendasi ketujuh, KPK meminta pelaksanaan pelatihan daring memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif. Misalnya, kata Alexander, pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.
Selain mengeluarkan rekomendasi, KPK menemukan tujuh masalah utama dan penyimpangan pada empat aspek tata laksana atas pelaksanaan program Kartu Prakerja sebagai bagian dari program perlindungan sosial penanggulangan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Alexander membeberkan, masalah pertama terkait persoalan pendaftaran. Dia menyebut, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek telah mengompilasi data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK)-nya berjumlah 1,7 juta pekerjater dampak (whitelist).
Faktanya, tutur Alexander, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143.000. Sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang, yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini. Pada pendaftaran KPK menemukan persoakan fitur face recognition. "Penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ungkapnya.
Masalah kedua, KPK menyoroti kemitraan dengan platform digital. Menurut dia, kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Selanjutnya, terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. ‘’Ada 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," papar Alexander.
Aspek ketiga, materi pelatihan juga terdapat dua masalah. Satu, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pasalnya, kata Alexander, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).
Lihat Juga :
tulis komentar anda