Rombak Format Kartu Prakerja

Sabtu, 20 Juni 2020 - 06:12 WIB
loading...
Rombak Format Kartu...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kalangan DPR meminta pemerintah merombak format program Kartu Prakerja. Langkah ini untuk menindaklanjuti temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang adanya sejumlah persoalan. Perombakan juga dibutuhkan agar implementasi program yang memiliki alokasi anggaran Rp20 triliun itu bisa berjalan maksimal.

Harapan ini disampaikan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Sebelumnya KPK merekomendasikan agar pemerintah menyerahkan pelaksanaan program Kartu Prakerja ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) serta melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Jazilul Fawaid menyebut, sejak awal banyak pihak menduga Kartu Prakerja banyak masalah, salah sasaran, dan salah urus. Ternyata dugaan ini terkonfirmasi oleh rekomendasi KPK. Karena itu, dia meminta pemerintah menindaklanjuti rekomendasi KPK dengan melakukan perubahan format pelaksanaan program Kartu Prakerja.

Dia pun merespons positif rekomendasi KPK agar pemerintah menyerahkan pelaksanaan program tersebut kepada Kemenaker dan melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Wakil Ketua Umum DPP PKB ini menandaskan, baik Kemenaker maupun BNSP sebenarnya sama-sama unsur pemerintah sehingga rekomendasi tersebut dinilai tepat. ”Toh bila dialihkan ke Kemenaker dan BNSP, itu juga merupakan bagian dari ranah eksekutif, pemerintah. Kita semua juga akan mengawasi kinerjanya,” tutur Jazilul.

Senada dengan itu, Saleh Partaonan Daulay meminta rekomendasi KPK menjadi pijakan untuk merombak secara menyeluruh program Kartu Prakerja. Saleh mencontohkan konsep lama pengelolaan kepesertaan yang dinilai tidak cukup baik. Buktinya, banyak karyawan yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) ternyata tidak terserap dalam program itu. ”Perlu banyak yang diubah dalam skema program Kartu Prakerja ini, termasuk sistemnya. Ini kan sistem online, agak susah mengukur keberhasilannya. Apalagi ini tidak ada tatap muka, yang ada hanya tatap muka lewat virtual,” katanya. (Baca: Program Kartu Pra Kerja Bermasalah, Habiburokhman: Omongan Saya Terbukti Kan!)

Tuntutan agar pemerintah menyerahkan pelaksanaan program Kartu Prakerja ke Kemnaker serta melibatkan BNSP merupakan bagian dari rekomendasi KPK yang telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hatarto melalui surat per 2 Juni 2020. Dalam rekomendasi kedelapan, KPK menekankan perlunya pelibatan BNSP hampir sama seperti rekomendasi poin lima, yaitu kurasi materi pelatihan dan kelayakan untuk diberikan secara daring agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis. "Ini sama poin 5 dan 8. Intinya kurasi materi pelatihan libatkan pihak-pihak yang kompeten. Di antaranya Dirjen Pelatihan di Kemnaker, lembaga, profesi, BSNP, dan lain-lain," ungkap Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Dia mengungkapkan, rekomendasi untuk pengembalian implementasi program Kartu Prakerja ke Kemnaker sudah dibahas juga di rapat dengan Kemenko Perekonomian dan pemangku kepentingan terkait lainnya pada 28 Mei 2020. ‘’Rekomendasi ini belum dijalankan karena di rapat 28 Mei disebutkan bahwa perpindahan sebelumnya dari Kemenaker ke Kemenko Perekonomian itu arahan Presiden," ujar Pahala.

Mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini membeberkan, pada akhir 2019 program Kartu Prakerja telah didesain oleh pemerintah lewat Kemenaker. Anggaran yang disiapkan sekitar Rp10 triliun.

Saat pandemi Covid-19 terjadi, program ini dialihkan ke Kemenko Bidang Perekonomian dengan bentuk semi-bantuan sosial dan alokasi anggaran sebesar Rp20 triliun dengan target peserta 5,6 juta. Pengalihan dari Kemenaker ke Kemenko Bidang Perekonomian atas arahan Presiden Joko Widodo. "Jadi setelah dimodifikasi jadi semi bansos karena pandemi digeser jadi semi bansos dialihkan ke Menko," ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja, penyelenggaraan program Kartu Prakerja ditangani Komite Cipta Kerja. Komite terdiri atas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai ketua didampingi wakil ketuanya, Kepala Staf Kepresidenan.

Adapun anggota komite terdiri atas Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri. Sekretaris Komite dijabat oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (Baca juga: KPK Dalami Penyewaan Rumah Persembunyian Nurhadi)

Sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah agar pelaku usaha, khususnya yang tergabung dengan Hipmi, mendapatkan kuota untuk menjadi peserta Kartu Prakerja. Hal ini dibutuhkan karena pelaku pengusaha di hampir semua sektor terdampak Covid-19.

Permintaan pelibatan Hipmi dalam program tersebut disampaikan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Mardani H Maming kepada Menko Perekonomian Airlangga dalam diskusi virtual terkait mendorong peran dunia usaha dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. "Jadi masalah program Kartu Prakerja , kita mau paling tidak Hipmi diikutsertakan. Masih banyak yang tidak dapat (Kartu) Prakerja," ujarnya kemarin.

Akibat derasnya sorotan publik, pemerintah akhirnya memutuskan menunda pendaftaran Kartu Prakerja gelombang 4. Semula pendaftaran Kartu Prakerja gelombang keempat ini akan dilakukan pada 26 Mei 2020.

Istana Serahkan kepada Menko Perekonomian

KPK akhirnya mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait implementasi program Kartu Prakerja kepada pemerintah. Surat rekomendasi yang diteken Ketua KPK disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga pada 2 Juni 2020 dengan perihal "Kajian KPK terhadap Program Kartu Prakerja" dilampirkan dengan dua berkas (dokumen).

Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, surat yang ditembuskan juga ke Presiden Joko Widodo tersebut berisi delapan rekomendasi, termasuk rekomendasi untuk Kartu Prakerja ke Kemnaker dengan melibatkan BSNP. (Baca juga: Hakim Iran yang Dituduh Korupsi Ditemukan Tewas di Hotel Rumania)

Pihak Istana Kepresidenan melalui Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono, meminta perihal tersebut ditanyakan langsung ke Kemenko Bidang Perekonomian. "Untuk isu Kartu Prakerja harus ditanyakan ke Kemenko Perekonomian atau ke Direktur Program ya Mas," kilah Dini saat dikonfirmasi Okezone.com kemarin.

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, juga tidak bisa mengomentari itu hal itu. "Coba Direktur Eksekutif PMO Kartu Prakerja, Ibu Denni Purbasari," ucapnya.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah membeberkan tujuh rekomendasi KPK dimaksud. Rekomendasi pertama, peserta yang disasar pada whitelist atau pekerja terdampak Covid-19 tidak perlu mendaftar secara daring, melainkan dihubungi project management office (PMO) atau manajemen pelaksana progam Kartu Prakerja sebagai peserta program.

Kedua, penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya. Ketiga, KPK meminta komite agar meminta legal opinion ke Jamdatun Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital apakah termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah.

Keempat, lanjut Alexander, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP). Dengan demikian, 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya. (Lihat videonya: Bocah Enam Tahun Jadi Korban Penculikan dan Pencabulan di Bekasi)

Rekomendasi kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring. "(Kurasi) agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis," ujarnya.

Keenam, KPK merekomendasikan agar materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP. Rekomendasi ketujuh, KPK meminta pelaksanaan pelatihan daring memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif. Misalnya, kata Alexander, pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.

Selain mengeluarkan rekomendasi, KPK menemukan tujuh masalah utama dan penyimpangan pada empat aspek tata laksana atas pelaksanaan program Kartu Prakerja sebagai bagian dari program perlindungan sosial penanggulangan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Alexander membeberkan, masalah pertama terkait persoalan pendaftaran. Dia menyebut, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek telah mengompilasi data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK)-nya berjumlah 1,7 juta pekerjater dampak (whitelist).

Faktanya, tutur Alexander, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143.000. Sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang, yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini. Pada pendaftaran KPK menemukan persoakan fitur face recognition. "Penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ungkapnya.

Masalah kedua, KPK menyoroti kemitraan dengan platform digital. Menurut dia, kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Selanjutnya, terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. ‘’Ada 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," papar Alexander.

Aspek ketiga, materi pelatihan juga terdapat dua masalah. Satu, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pasalnya, kata Alexander, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).

Dua, materi pelatihan tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 1.895 pelatihan dilakukan pemilihan sampel didapatkan 327 sampel pelatihan. Kemudian dibandingkan ketersediaan pelatihan tersebut di jejaring internet. "Hasilnya 89 % dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar, termasuk di laman prakerja.org," katanya.

Aspek terakhir, kata Alexander, yakni pelaksanaan program. Pada aspek ini ada satu masalah utama, yakni metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. (Abdul Rochim/Sabir Laluhu/Sindonews.com/Okezone.com)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1000 seconds (0.1#10.140)