Masjid dan Negara

Sabtu, 12 Maret 2022 - 14:46 WIB
Pengaturan rumah ibadah tentu mengandung banyak hal yang layak diperbincangkan di publik tanpa harus menyulut emosi, menggugah identitas kolektif, dan hal-hal yang sifatnya memicu konflik. Tetapi seharusnya antara tempat ibadah dan negara terjadi saling memahami dan relasi negara dan agama yang seharusnya mencerminkan keselarasan.

Kasus perbincangan tentang pengeras suara merupakan puncak gunung es. Di bawahnya ada banyak bongkahan dan pecahan persoalan terpendam di bawah air yang tidak terlalu jernih. Tempat ibadah tentu saja tidak hanya masjid, tetapi meliputi: kapel, gereja, pura, wihara, klenteng, persantian, dan lain-lain.

Diskusi soal rumah ibadah bukan untuk menyulut emosi, lalu bisa memojokkan kelompok lain, tetapi sebagai bahan pengaturan agar hidup lebih damai dan saling berkomitmen untuk melindungi keyakinan dan iman yang berbeda.

Di sisi lain, kita saksikan dalam jangka 30 tahun terakhir, pertumbuhan jumlah masjid luar biasa. Sejak era kemakmuran tiga puluh tahun terakhir, kelas menengah Muslim Indonesia dari berbagai organisasi dan afiliasi meningkat tajam. Santri mendapatkan berkah Pendidikan sejak era Orde Baru dan mendapatkan posisi strategis secara ekonomi, politik, sosial, dan peran di negara kita.

Pertumbuhan ekonomi diikuti dengan pertumbuhan identitas keagamaan. Kemampuan ekonomi juga memicu kemampuan membangun masjid, pergi haji, umroh, mendirikan sekolah, rumah sakit, dan kantor-kantor keagamaan.

Namun seiring pertumbuhan ekonomi masyarakat agamis, tempat ibadah juga tumbuh. Pertambahan ini bisa disaksikan kira-kira kita tidak kurang mempunyai 800.000 masjid tersebar di pulau-pulau. Di Jawa setiap desa lebih dari satu masjid. Di Mataram, kota dengan seribu masjid, setiap sudut persawan dan pegunungan menara dan kubah menjadi bagian dari pemandangan alam.

Di sisi lain, di Manado, kota seribu gereja, setiap sudut kota terlihat gereja berdiri dengan menawannya. Setiap minggu dan hari besar, para jamaah berbondong-bondong, berpakain rapi, tampil menawan, menuju gereja. Demikian juga di Kupang, Manggarai, dan kota-kota Indonesia timur.

Di Bali, setiap sudut adalah pura. Persembahan dan doa setiap hari. Dupa mewangi menghiasi sudut rumah dan desa. Setiap hari besar Hindu, dengan khusuknya warga memohon pada Dewata.

Tempat ibadah menjadi penting dengan keragamannya. Tetapi aturan tentang tempat ibadah layak untuk diperbicangkan di publik.

Di Malaysia, misalnya, para khatib, pemberi ceramah di khutbah Jumat adalah tugas negara. Takmir masjid dan pemimpin doa di masjid adalah petugas resmi negara. Negara mempunyai tugas mengatur dan sekaligus bertanggungjawab pada takmir, masjid, dan pengaturan khutbah. Teks khutbah disiapkan negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More