Masjid dan Negara
Sabtu, 12 Maret 2022 - 14:46 WIB
Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Perbincangan tentang pengeras suara di publik dalam dua pekan terakhir ini bisa diarahkan untuk diskusi publik yang lebih produktif guna memikirkan hal yang lebih substansial tentang rumah ibadah . Tidak hanya pengeras suara yang diatur negara agar kepentingan warga negara terlindungi, dan tidak dirugikan.
Pengaturan masjid secara utuh dan sendi-sendinya, serta rumah ibadah lain, sebaiknya menjadi perhatian kita semua. Administrasi, manajemen dan juga kemakmurannya perlu dipikirkan, bagaimana tempat ibadah menjadi tempat yang nyaman bagi jamaah dan sekitarnya.
Rumah ibadah idealnya, terutama masjid, tidak sekadar tempat berdoa. Tetapi tempat ibadah adalah arena berkumpulnya umat, di mana komunikasi dan interaksi terjadi. Tempat ibadah adalah potensi komunikasi masyarakat sipil dalam era demokrasi di warga yang relijius ini. Maka pemerintah dan masyarakat sangat berkepentingan untuk mengelola ini dengan sebaik-baiknya.
Tidak hanya itu, tempat ibadah dan negara idealnya menjadi bagian penting program pemerintah, karena warga Indonesia sangat terikat dengan ikatan identitas agamanya. Agama sangat penting bagi warga, dan negara berkpentingan mengaturnya.
Namun, bagaimana relasi idealnya dalam konteks Indonesia, sebagai warga agamis dalam negara hukum yang diharapkan netral dalam agama, tampaknya perlu mendapat perhatian khusus.
Demokrasi keterbukaan di Indonesia, tidak sama dengan negara-negara Barat. Kita masih harus memberi ruang dan melindungi ibadah, iman, dan kegiatan keagamaan warga. Berdemokrasi di Indonesia sekaligus juga beragama. Agama dan politik bertemu di situ. Itulah uniknya demokrasi di Indonesia, agama masih melekat.
Tentang pengaturan tempat ibadah kita baru melangkah pada aturan pendirian tempat ibadah. Ini bisa dilihat pada peraturan yang ada. Pengaturan pendirian tempat ibadah masih mengacu pada aturanPeraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006. Selama Covid-19 juga pengaturan menjadi perhatian, Kementerian Agama berkali-kali mengatur ini. Warga juga taat.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Perbincangan tentang pengeras suara di publik dalam dua pekan terakhir ini bisa diarahkan untuk diskusi publik yang lebih produktif guna memikirkan hal yang lebih substansial tentang rumah ibadah . Tidak hanya pengeras suara yang diatur negara agar kepentingan warga negara terlindungi, dan tidak dirugikan.
Pengaturan masjid secara utuh dan sendi-sendinya, serta rumah ibadah lain, sebaiknya menjadi perhatian kita semua. Administrasi, manajemen dan juga kemakmurannya perlu dipikirkan, bagaimana tempat ibadah menjadi tempat yang nyaman bagi jamaah dan sekitarnya.
Rumah ibadah idealnya, terutama masjid, tidak sekadar tempat berdoa. Tetapi tempat ibadah adalah arena berkumpulnya umat, di mana komunikasi dan interaksi terjadi. Tempat ibadah adalah potensi komunikasi masyarakat sipil dalam era demokrasi di warga yang relijius ini. Maka pemerintah dan masyarakat sangat berkepentingan untuk mengelola ini dengan sebaik-baiknya.
Tidak hanya itu, tempat ibadah dan negara idealnya menjadi bagian penting program pemerintah, karena warga Indonesia sangat terikat dengan ikatan identitas agamanya. Agama sangat penting bagi warga, dan negara berkpentingan mengaturnya.
Namun, bagaimana relasi idealnya dalam konteks Indonesia, sebagai warga agamis dalam negara hukum yang diharapkan netral dalam agama, tampaknya perlu mendapat perhatian khusus.
Demokrasi keterbukaan di Indonesia, tidak sama dengan negara-negara Barat. Kita masih harus memberi ruang dan melindungi ibadah, iman, dan kegiatan keagamaan warga. Berdemokrasi di Indonesia sekaligus juga beragama. Agama dan politik bertemu di situ. Itulah uniknya demokrasi di Indonesia, agama masih melekat.
Tentang pengaturan tempat ibadah kita baru melangkah pada aturan pendirian tempat ibadah. Ini bisa dilihat pada peraturan yang ada. Pengaturan pendirian tempat ibadah masih mengacu pada aturanPeraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006. Selama Covid-19 juga pengaturan menjadi perhatian, Kementerian Agama berkali-kali mengatur ini. Warga juga taat.
tulis komentar anda