Muhammadiyah Nilai RUU HIP Tabrak UUD 1945
Selasa, 16 Juni 2020 - 07:27 WIB
Karena itu, Muhammadiyah mendesak DPR untuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP dengan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu dan hendaknya mengutamakan persatuan dan kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. DPR maupun pemerintah dengan kewenangan yang dimilikinya memang secara politik dapat menetapkan atau memutuskan apapun dengan mengabaikan aspirasi publik. "Tetapi politik demokrasi juga meniscayakan checks and balances serta agregasi aspirasi dan kepentingan rakyat sebagai perwujudan jiwa dan semangat gotong royong dan permusyawaratan," papar Mu’ti. (Baca juga: PPP Tetap Minta Tap MPRS Larangan Komunisme Masuk di HIP)
Sementara itu Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Fathan Subchi menilai RUU HIP memang banyak sekali kekurangan. Pihaknya siap menampung berbagai masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan RUU tersebut. “Kami mendengar ragam tanggapan dari publik terkait RUU HIP. Kami mengakui jika dalam RUU HIP masih banyak kekurangan untuk disempurnakan pada tahap pembahasan selanjutnya,” ujarnya.
Fathan mengatakan PKB sendiri memberikan catatan sebelum memberikan persetujuan pembahasan lanjutan RUU HIP. PKB meminta agar Rumusan UUD 1945 menjadi konsideran atau landasan dari RUU HIP karena memandang bahwa rumusan Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. “Catatan-catatan lain juga diberikan partai lain seperti dimasukannya TAP MPRS Nomor 25/1965 sebagai konsideran RUU HIP. Artinya RUU ini masih sangat dinamis untuk diperbaiki bersama pada tahapan pembahasan bersama pemerintah,” ujarnya.
Legislator dari Jawa Tengah ini berharap berbagai tanggapan di kalangan masyarakat tetap dalam koridor akal sehat. Dirinya berharap tidak ada politisasi atas RUU HIP misalnya dengan melabeli RUU ini dimaksudkan untuk membangkitkan ajaran atau orde tertentu. “Proses legislasi adalah proses alamiah dalam demokrasi. Banyak dinamika dalam tahapannya. Kami juga sangat terbuka terhadap berbagai masukan dari publik. Proses legislasi ini bisa dilanjutkan, ditunda, atau bahkan dicabut kembali oleh DPR,” katanya. (Baca juga: RUU HIP, Mahfud MD: Komunisme Dilarang di Indonesia Sudah Bersifat Final)
Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai bahwa RUU HIP yang merupakan turunan dari ideologi Pancasila ini sangat riskan dilanjutkan pembahasannya karena, sampai hari ini tidak ada masalah apapun terkait Pancasila. “Pertama soal RUU HIP . Beberapa waktu yang lalu kan RUU HIP sudah disahkan untuk menjadi inisiatif DPR. Dan kalau tidak salah kan ini sudah berproses sebagaimana mekanisme yang berlaku. Namun demikian Fraksi PAN memandang masyarakat banyak yang melakukan kritik dan katakanlah semacam penolakan terhadap RUU HIP ini. Argumennya banyak sekali dan saya kira sudah banyak juga dimuat oleh media,” katanya.
“Karena menyangkut masalah ini tentu Fraksi PAN harus juga mendengar seluruh masyarakat. Pada awalnya posisi kami itu adalah akan mencabut diri atau menarik diri jika Tap MPRS 25 tahun 1966 itu tidak dimasukan ke dalam konsiderans,” ujarnya. (Abdul Rochim/Kiswondari)
Sementara itu Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Fathan Subchi menilai RUU HIP memang banyak sekali kekurangan. Pihaknya siap menampung berbagai masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan RUU tersebut. “Kami mendengar ragam tanggapan dari publik terkait RUU HIP. Kami mengakui jika dalam RUU HIP masih banyak kekurangan untuk disempurnakan pada tahap pembahasan selanjutnya,” ujarnya.
Fathan mengatakan PKB sendiri memberikan catatan sebelum memberikan persetujuan pembahasan lanjutan RUU HIP. PKB meminta agar Rumusan UUD 1945 menjadi konsideran atau landasan dari RUU HIP karena memandang bahwa rumusan Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. “Catatan-catatan lain juga diberikan partai lain seperti dimasukannya TAP MPRS Nomor 25/1965 sebagai konsideran RUU HIP. Artinya RUU ini masih sangat dinamis untuk diperbaiki bersama pada tahapan pembahasan bersama pemerintah,” ujarnya.
Legislator dari Jawa Tengah ini berharap berbagai tanggapan di kalangan masyarakat tetap dalam koridor akal sehat. Dirinya berharap tidak ada politisasi atas RUU HIP misalnya dengan melabeli RUU ini dimaksudkan untuk membangkitkan ajaran atau orde tertentu. “Proses legislasi adalah proses alamiah dalam demokrasi. Banyak dinamika dalam tahapannya. Kami juga sangat terbuka terhadap berbagai masukan dari publik. Proses legislasi ini bisa dilanjutkan, ditunda, atau bahkan dicabut kembali oleh DPR,” katanya. (Baca juga: RUU HIP, Mahfud MD: Komunisme Dilarang di Indonesia Sudah Bersifat Final)
Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai bahwa RUU HIP yang merupakan turunan dari ideologi Pancasila ini sangat riskan dilanjutkan pembahasannya karena, sampai hari ini tidak ada masalah apapun terkait Pancasila. “Pertama soal RUU HIP . Beberapa waktu yang lalu kan RUU HIP sudah disahkan untuk menjadi inisiatif DPR. Dan kalau tidak salah kan ini sudah berproses sebagaimana mekanisme yang berlaku. Namun demikian Fraksi PAN memandang masyarakat banyak yang melakukan kritik dan katakanlah semacam penolakan terhadap RUU HIP ini. Argumennya banyak sekali dan saya kira sudah banyak juga dimuat oleh media,” katanya.
“Karena menyangkut masalah ini tentu Fraksi PAN harus juga mendengar seluruh masyarakat. Pada awalnya posisi kami itu adalah akan mencabut diri atau menarik diri jika Tap MPRS 25 tahun 1966 itu tidak dimasukan ke dalam konsiderans,” ujarnya. (Abdul Rochim/Kiswondari)
(ysw)
tulis komentar anda