Dirjen Otda Tepis Kekhawatiran Kembali ke Sistem Sentralistik

Rabu, 09 Maret 2022 - 19:01 WIB
Dirjen Otda juga mengingatkan hal terpenting adalah semua pihak harus percaya dengan kebijakan otonomi daerah akan membawa kebaikan. "Untuk mewujudkan otonomi daerah yang maksimal harus melibakan semua pihak. Bukan cuma tugas pemerintah saja tapi juga akademisi, perguruan tinggi, masyarakat sipil, dan semua unsur. Mari silakan lakukan evaluasi dan bangun diskursus agar kita bisa mendapatkan perspektif lengkap tentang otonomi daerah," kata Akmal.

Ia menegaskan bahwa otonomi daerah adalah tugas bersama bangsa Indonesia karena ini adalah amanat dari Reformasi 98 yang dulu bangsa Indonesia perjuangkan. Untuk mencapai otonomi daerah yang ideal juga memerlukan perbaikan rekrutmen politik. Nantinya bisa menghadirkan kepala daerah kepala daerah yang betul-betul memiliki kapasitas, integritas dan juga kualitas untuk membawa masyarakatnya menjadi lebih baik.

Akmal mengatakan, kalau kepala daerahnya berkualitas, maka dipastikan dapat membawa masyarakat menjadi lebih baik dan berkualitas. Pemerintah juga dapat melaksanakan pelayanan publik yang lebih baik. Sehingga membuat daerahnya menjadi memiliki daya saing yang baik. "Tentu pada ujungnya adalah masyarakat lebih sejahtera. Kuncinya adalah rekrutmen kepemimpinan yang baik," kata dia.

Menurut Akmal, kualitas pemimpin di satu daerah pasti mencerminkan kualitas pemilih. Untuk itulah diperlukan pendidikan politik yang lebih baik kepada masyarakat luas, partai politik dan semua pihak. "Melalui pendidikan politik kita berharap nanti akan bisa terpilih pemimpin yang baik. Tentunya pemilihan rasional akan melahirkan pemimpin yang rasional pula," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, 2-3 tahun terakhir ada perbincangan arus balik desentralisasi. Hal ini terjadi karena ketidaksabaran dengan proses otonomi daerah. Kondisi ini juga terjadi akibat menguatnya oligarki politik dan oligarki ekonomi.

"Padahal dalam otonomi daerah membutuhkan akses politik dan ekonomi yang inklusif. Otonomoi daerah membutuhkan desain politik yang memungkinkan semua pihak terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Ini jadi perhatian kita bersama," kata Herman.

Rektor Universitas Prasetya Mulya Prof Djisman Simandjuntak mengatakan, kurun waktu sejak 1998 hingga saat ini sebenarnya bangsa Indonesia masih masuk fase transisi dari sistem sentralistik ke desentralistik. "Tapi harus diakui bahwa kultur dan jiwa masyarakat Indonesia adalah kultur atau jiwa sentralistik. Jadi belum bisa menumbuhkan kultur diversitas yang sungguh sungguh menghargai keragaman," kata Djisman.

Menurut Djisman, tantangan otonomi daerah adalah rekrutmen politik. Misal masalah nepotisme. Kultur nepotisme sangat kental di parpol. Selain itu pola kaderisasi di parpol juga masih sangat kurang. Padahal salah satu faktor penting yang juga menghambat otonomi daerah adalah faktor aktor daerah. Yakni meliputi pemimpin daerah dan elite politik daerah.

"Diperlukan sistem rekrutmen politik yang baik. Sehingga sebuah jabatan kepala daerah supaya jangan sampai seperti sesuatu yang jatuh dari langit. Melainkan harus melalui sistem rekrutmen politik yang bagus. Untuk menciptakan rekrutmen politik yang bagus diperlukan pendidikan politik masyarakat agar masyarakat bisa memilih kepala daerah dengan rasional dan bukan emosional," katanya.
(abd)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More