LPSK Persoalkan Restitusi Korban Pemerkosaan Herry Wirawan Ditanggung Negara
Rabu, 23 Februari 2022 - 11:53 WIB
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) mempersoalkan pembayaran restitusi atau ganti rugi atas penderitaan yang dialami para korban pemerkosaan Herry Wirawan . Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat membebankan pembayaran restitusi kepada negara.
Wakil Ketua LPSK, Livia Iskania Iskandar menuturkan, pada November 2021, LPSK melakukan penilaian restitusi kepada 12 orang korban persetubuhan anak dengan pelaku Herry Wirawan. Pada 15 Februari 2022, majelis hakim mengabulkan perhitungan restitusi LPSK dengan total nilai Rp331.527.186.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat, berdasarkan Pasal 67 KUHP, pelaku yang telah dijatuhi pidana penjara seumur hidup tidak dapat dijatuhi pidana lain, kecuali pencabutan hak tertentu. Selain itu, majelis hakim juga berpendapat bahwa negara harus hadir untuk melindungi warganya.
Karena itu dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan perhitungan restitusi LPSK dan membebankan pembayaran restitusi untuk dilaksanakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
"Berangkat dari tantangan pelaksanaan restitusi dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung tersebut, LPSK memandang terdapat beberapa persoalan," kata Livia dalam keterangan resminya, Rabu (23/2/2022).
Pertama, apakah putusan majelis hakim yang memerintahkan pembayaran restitusi dilaksanakan oleh negara dalam hal ini KPPPA telah sesuai dengan hukum positif yang ada. Kedua, apakah tanggung jawab pidana restitusi dapat dibebankan kepada negara. Ketiga, apakah restitusi termasuk dalam bentuk pemidanaan sebagaimana Pasal 10 KUHP.
Baca juga: Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Tak Divonis Mati dan Kebiri, Hakim Beralasan Begini
"Keempat, apakah ganti rugi yang dibayarkan negara dapat diberikan kepada korban dalam kasus kekerasan seksual? Kelima, bagaimana langkah yang dapat ditempuh menyikapi kendala pelaku yang tidak mampu membayar restitusi?" kata Livia.
Menurut Livia, LPSK yang diberikan mandat pelaksana pemenuhan hak atas kompensasi dan restitusi memandang perlu untuk melakukan diskusi mendalam dengan para pakar dan ahli, khususnya apakah putusan majelis hakim di atas dapat memberikan dampak bagi pelaksanaan restitusi dalam kasus-kasus lainnya.
Wakil Ketua LPSK, Livia Iskania Iskandar menuturkan, pada November 2021, LPSK melakukan penilaian restitusi kepada 12 orang korban persetubuhan anak dengan pelaku Herry Wirawan. Pada 15 Februari 2022, majelis hakim mengabulkan perhitungan restitusi LPSK dengan total nilai Rp331.527.186.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat, berdasarkan Pasal 67 KUHP, pelaku yang telah dijatuhi pidana penjara seumur hidup tidak dapat dijatuhi pidana lain, kecuali pencabutan hak tertentu. Selain itu, majelis hakim juga berpendapat bahwa negara harus hadir untuk melindungi warganya.
Karena itu dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan perhitungan restitusi LPSK dan membebankan pembayaran restitusi untuk dilaksanakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
"Berangkat dari tantangan pelaksanaan restitusi dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung tersebut, LPSK memandang terdapat beberapa persoalan," kata Livia dalam keterangan resminya, Rabu (23/2/2022).
Pertama, apakah putusan majelis hakim yang memerintahkan pembayaran restitusi dilaksanakan oleh negara dalam hal ini KPPPA telah sesuai dengan hukum positif yang ada. Kedua, apakah tanggung jawab pidana restitusi dapat dibebankan kepada negara. Ketiga, apakah restitusi termasuk dalam bentuk pemidanaan sebagaimana Pasal 10 KUHP.
Baca juga: Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Tak Divonis Mati dan Kebiri, Hakim Beralasan Begini
"Keempat, apakah ganti rugi yang dibayarkan negara dapat diberikan kepada korban dalam kasus kekerasan seksual? Kelima, bagaimana langkah yang dapat ditempuh menyikapi kendala pelaku yang tidak mampu membayar restitusi?" kata Livia.
Menurut Livia, LPSK yang diberikan mandat pelaksana pemenuhan hak atas kompensasi dan restitusi memandang perlu untuk melakukan diskusi mendalam dengan para pakar dan ahli, khususnya apakah putusan majelis hakim di atas dapat memberikan dampak bagi pelaksanaan restitusi dalam kasus-kasus lainnya.
tulis komentar anda