KPK Ingin Penyidik dan Penyelidiknya Profesional

Selasa, 22 Februari 2022 - 08:32 WIB
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta penyidik dan penyelidik KPK bertindak serta bekerja secara profesional. Foto/Dok.SINDOnews
JAKARTA - Penyidik dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) diminta agar bertindak serta bekerja secara profesional. Penyidik dan penyelidik KPK dituntut untuk berbeda dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lain.

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat membuka pendidikan pembentukan penyelidik dan penyidik KPK tahun 2022 di Badan Diklat Kejaksaan RI, pada Senin, 21 Februari 2022. KPK menggandeng Kejaksaan Agung (Kejagung) pendidikan pembentukan penyelidik dan penyidik.

"Kita ingin penyelidik dan penyidik KPK benar-benar profesional, karena sesuai UU, pegawai KPK direkrut berdasarkan keahliannya. Jadi calon penyelidik dan penyidik yang direkrut sudah memiliki pengalaman dalam bidang penyelidikan maupun penyidikan," kata Alex melalui keterangan resminya, Selasa (22/2/2022).





Dia mengatakan, program pendidikan pembentukan penyelidik dan penyidik ini pertama kali diadakan setelah Undang-Undang KPK yang baru disahkan. Sebelumnya, rekrutmen penyelidik KPK dilakukan melalui proses alih tugas, yaitu dengan asesmen dan pelatihan.

Alex menegaskan, penyelidik dan penyidik KPK berbeda dengan penegak hukum lainnya. Penyelidik KPK harus sudah bisa menemukan dua alat bukti dalam suatu kasus dugaan korupsi, sebelum dimulainya ekspos untuk naik ke tahap penyidikan.

"Jadi di tahap penyelidikan itu kita sudah tahu siapa nanti yang akan jadi tersangkanya," ujarnya.

Praktik tersebut masih dipedomani hingga saat ini, meski KPK punya kewenangan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Pasalnya, KPK ingin memberikan kepastian hukum, di mana saat menetapkan seseorang sebagai tersangka, harus berakhir di persidangan sampai diputus oleh pengadilan.

Menurut Alex, menjadi penyelidik dan penyidik yang profesional harus paham perundangan-undangan dan juga proses bisnis. Sebab, kasus korupsi di Indonesia mayoritas terdiri dari kasus yang merugikan negara dan kasus suap.

"Sedangkan kasus korupsi di daerah 90% terkait korupsi pengadaan barang dan jasa. Prinsip yang sama juga berlaku untuk kasus korupsi di bidang lainnya, seperti perbankan atau pasar saham," katanya.

Mengingat modus korupsi yang semakin canggih, KPK mendorong upaya penindakan tindak pidana korupsi dengan menambah pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pidana korporasi. Upaya tersebut untuk memaksimalkan pengembalian kerugian kepada negara.

Program pendidikan pembentukan penyelidik dan penyidik KPK ini diikuti oleh 42 peserta dengan latar belakang berbeda. Yaitu, 24 orang dari Polri; 3 orang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM); dan 15 orang dari internal KPK. "Pendidikan akan berlangsung selama 1 bulan, dari 22 Februari 2022 hingga 22 Maret 2022," imbuhnya.
(rca)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More