Meneropong Madura yang Lain
Senin, 21 Februari 2022 - 14:18 WIB
Di Madura tidak demikian, sebab waktu amat terbatas dan banyak dihabiskan untuk membajak tanah yang keras. Itulah yang sedikit banyak turut membentuk diri manusia Madura yang dinilai pekerja keras. Implikasinya nanti juga pada keberlangsungan makhluk hidup nonmanusia. Secara spesifik, relasi antara manusia Madura dengan alamnya punya ketimpangan.
Dalam esainya disebutkan, bahwa Madura memiliki watak ekologi-dangkal dan antroposentris, yang kaitannya dengan alam. Kepentingan manusia mempunyai hierarki paling tinggi dalam undakan kehidupan. Di seberangnya ada ekologi-dalam yang menyetarakan hierarki alam-manusia. Akibat ekologi-dangkal, tidak sedikit orang yang alpa terhadap keterawatan alam, kepentingan untuk senantiasa mengawetkannya.
Pemanfaatan terhadap sumber daya alam memang adalah hal yang niscaya, namun juga tidak harus sampai pada taraf eksploitatif. Semestinya, yang paling ideal, adalah ekologi-dalam ketika akan berbicara ihwal kelangsungkan makhluk hidup nonmanusia. Kesetaraan antara manusia dan nonmanusia hanya dicapai dalam pandangan ekologi-dalam(sebagaimana perspektif Royyan), bukan sebaliknya.
Secara empiris, kita memang akan disuguhkan dengan persoalan ekologi dalam taraf mengkhawatirkan. Tanah-tanah yang diperkosa oleh pemodal sehingga kehilangan daya magicnya. Sebagaimana yang disebutkan penulis, semula tanah tidak hanya petakan yang ditumbuhi tanaman. Ia adalah wasilah antara insan hidup dan moyang di dunia lain. Dengan begitu, menjual tanah adalah hal yang seharusnya dihindari serta tabu.
Di sisi yang sama, fakta menyuguhkan hal lain, watak pragmatis sebagaimana saya sebut di awal nyaris membabat habis semuanya. Tanah serasa tidak mempunyai daya magic, dan dengan gampang diperkosa oleh pemodal. Ini yang saya kira Madura yang lain dan yang tersembunyi di balik apa yang banyak dilihat orang luar.
Selain hal di atas, Royyan melakukan usaha seobjektif mungkin untuk menulis dirinya (Maduranya sendiri). Ia melakukan tambal sulam dan mengorek beberapa bagian yang dianggap tidak presisi. Langkahnya cukup berani melihat Madura dengan jalan penyortiran di tiap sisinya. Sebagaimana diakuinya, kebudayaan Madura senantiasa berjalan dialektis, mengalami rekonstruksi, bahkan tukar-tambah. Secara ontologis Madura inkonsisten, dalam kepalanya.
Judul : Madura Niskala
Penulis : Royyan Julian
Penerbit : Basabasi
Terbit : Januari, 2022
Dalam esainya disebutkan, bahwa Madura memiliki watak ekologi-dangkal dan antroposentris, yang kaitannya dengan alam. Kepentingan manusia mempunyai hierarki paling tinggi dalam undakan kehidupan. Di seberangnya ada ekologi-dalam yang menyetarakan hierarki alam-manusia. Akibat ekologi-dangkal, tidak sedikit orang yang alpa terhadap keterawatan alam, kepentingan untuk senantiasa mengawetkannya.
Pemanfaatan terhadap sumber daya alam memang adalah hal yang niscaya, namun juga tidak harus sampai pada taraf eksploitatif. Semestinya, yang paling ideal, adalah ekologi-dalam ketika akan berbicara ihwal kelangsungkan makhluk hidup nonmanusia. Kesetaraan antara manusia dan nonmanusia hanya dicapai dalam pandangan ekologi-dalam(sebagaimana perspektif Royyan), bukan sebaliknya.
Secara empiris, kita memang akan disuguhkan dengan persoalan ekologi dalam taraf mengkhawatirkan. Tanah-tanah yang diperkosa oleh pemodal sehingga kehilangan daya magicnya. Sebagaimana yang disebutkan penulis, semula tanah tidak hanya petakan yang ditumbuhi tanaman. Ia adalah wasilah antara insan hidup dan moyang di dunia lain. Dengan begitu, menjual tanah adalah hal yang seharusnya dihindari serta tabu.
Di sisi yang sama, fakta menyuguhkan hal lain, watak pragmatis sebagaimana saya sebut di awal nyaris membabat habis semuanya. Tanah serasa tidak mempunyai daya magic, dan dengan gampang diperkosa oleh pemodal. Ini yang saya kira Madura yang lain dan yang tersembunyi di balik apa yang banyak dilihat orang luar.
Selain hal di atas, Royyan melakukan usaha seobjektif mungkin untuk menulis dirinya (Maduranya sendiri). Ia melakukan tambal sulam dan mengorek beberapa bagian yang dianggap tidak presisi. Langkahnya cukup berani melihat Madura dengan jalan penyortiran di tiap sisinya. Sebagaimana diakuinya, kebudayaan Madura senantiasa berjalan dialektis, mengalami rekonstruksi, bahkan tukar-tambah. Secara ontologis Madura inkonsisten, dalam kepalanya.
Judul : Madura Niskala
Penulis : Royyan Julian
Penerbit : Basabasi
Terbit : Januari, 2022
tulis komentar anda