Perlindungan Konsumen Penyandang Disabilitas

Sabtu, 12 Februari 2022 - 10:01 WIB
Aksesibilitas Masih Kurang

Aksesibilitas penyandang disabilitas pada bidang transportasi umum juga masih minim. Contohnya, di Stasiun Tugu Yogyakarta , sudah ada fasilitas guiding block sebagai pemandu jalan meskipun masih ditemukan guiding block yang kurang ramah RAM untuk disabilitas seperti terpotong atau terhalang tiang. Sarana seperti, toilet khusus disabilitas, fasilitas kursi roda, dan petugas untuk membantu disabilitas yang ingin membeli tiket kereta juga sudah tersedia. Hal yang sama juga terdapat di Halte Trans Yogyakarta, halte ini sudah dilengkapi guiding block tetapi kurang terawat dan beberapa banyak yang rusak atau hilang.

Fasilitas RAM atau bidang miring untuk akses jalan kursi roda terlalu tinggi dan ukuran halte juga masih kurang lebar. Meskipun demikian, sudah ada petugas yang memandu disabilitas untuk menggunakan transportasi tersebut.

Contoh lainnya, di Halte Bus Rapid Transit (BRT) Kota Bandar Lampung, kekurangan yang masih ditemui adalah tangga yang curam dan guiding blok yang tidak memadai. Hal serupa juga ditemukan di Terminal Rajabasa. Pada terminal ini tidak ada pemberitahuan yang berbicara untuk disabilitas tuna rungu, halte memiliki tangga yang terlalu curam, dan celah antara pintu dan pinggiran halte terlalu berjarak, serta masih banyaknya letak guiding blok di dekat wastafel dan pot tanaman.

Pada aspek lainnya, peningkatan penggunaan e-commerce selama pandemi Covid 19 belum diiringi dengan aksesibilitas kelompok disabilitas pada sektor ini. Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah transaksi jual beli di perdagangan elektronik (e-commerce) meningkat hampir dua kali lipat di tengah pandemi Covid-19. Jumlah pengakses melonjak dari 80 juta transaksi pada 2019, menjadi 140 juta transaksi sampai dengan Bulan Agustus 2020.

Hasil survei SIGAB menyatakan bahwa frekuensi penggunaan e-commerce bagi konsumen difabel mencapai 50% setiap minggunya. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya sangat potensial bagi konsumen difabel menjadi konsumen aktif dengan jumlah transaksi yang besar di sektor e-commerce.

Dalam keseharian, sejumlah hambatan juga masih ditemui konsumen disabilitas ketika menggunakan aplikasi jual beli online. Hambatan tersebut berupa akses informasi yang kurang tentang fungsi-fungsi pada aplikasi maupun informasi mengenai produk barang dan jasa yang ditawarkan karena platform tersebut kurang kompatibel dengan perangkat lunak screen reader yang dimiliki para konsumen tunanetra.

Selain platform yang tidak terakses, layanan purnajual juga kerap bermasalah bagi konsumen difabel. Misalkan layanan penukaran barang maupun pengaduan jika barang atau jasa tidak seperti yang dijanjikan. Menurut penelitian SIGAB, dari 160 difabel dengan berbagai ragam disabilitas, sebanyak 68 di antaranya mengalami kendala saat mengakses e-commerce.

Responden yang paling banyak mengalami hambatan adalah disabilitas sensorik penglihatan, yaitu 59 orang. Kendala yang mereka alami adalah kesulitan mengakses tombol navigasi di laman dan aplikasi. Sementara bagi ragam disabilitas daksa, durasi pembayaran yang terlalu singkat menjadi salah satu hambatan dalam proses jual beli online.

Aktivitas e-commerce yang menggunakan layanan telepon tanpa teks menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas pendengaran. Kendala ini kerap terjadi dalam mekanisme pengaduan barang rusak yang harus konfirmasi melalui percakapan telepon.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More