Antihero Zaman Now

Sabtu, 05 Februari 2022 - 08:53 WIB
Sungguh, suatu ingkaran yang mencekik nalar manusia muda. Padahal, jauh hari sang proklamator RI lantang berkumandang. Kutipannya laris terpacak: ”Berikan aku seribu orang tua, niscaya Semeru akan kucabut akarnya; Berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Mengapa manusia muda sebagai anutan pemikir muda di barisan zaman neolib ini justru berulah negatif? Mengapa manusia muda beramai-ramai mengguncang dunia dengan korupsi dan menipu rakyat? Inikah tuah? Jangan heran jika gambaran ini adalah siluet Sodoma dan Gomora.

Hentakan Mas Bro Dwi Hartanto seolah membeningkan keadaan, menggugah empati manusia muda buat berkaca. Jasad dikorbankan. Ide abadi digelembungkan seakan mengingatkan gagasan pesakitan Antonio Gramsci (Italia) yang menggelontorkan pilahan perlawanan kaum intelektual antara proletar dan borjuasi. Muncullah keutamaan ide dari balik bilik jeruji besi tentang intelektual tradisional dan intelektual organik. Apa keistimewaan intelektual ini? Adakah sengkarutnya dengan tegar-tengkuk ala Mas Bro Dwi Hartanto?

Konteks dengan Indonesia memang berbeda, tetapi esensi ”perang posisi” dan ”perang pergerakan” menjadi serupa. Sayang, barisan pemikir muda bangsa kita hanya sebatas wacana intelektual tradisional. Fakta membuktikan bahwa jabatan, kedudukan, kuasa, dan posisi yang mampu meraup uanglah akan membungkam daya kritis. Pemikir muda bangsa masih membebek tiran penguasa mayor (benarkah politik hitam, ekonomi hitam, hukum hitam?).

Kenapa pemikir muda kita tidak sanggup membangun intelektual organik yang diwacanakan Gramsci? Sebenarnya, sinergi intelek yang dibangun Mas Bro Dwi Hartanto menjadi wujud sublim pertaruhan antara intektual tradisional dan organik. Sayang seribu sayang, sang aktor protagoni yang sekaligus hero harus tumpas-kelor diri oleh kebuntuan manusiawi. Sedangkan intelektual pengekor mati-mulut. Inilah tragika Mas Bro Dwi Hartanto the next Habibie, goresan sejarah sang intelektual muda yang keburu mati-ilmu muda. Sudah dicatat sejarah!

Memang, berita sudah basi. Tetapi jujur itu kian mengelana. Jujur, adab kita tamsil “esuk dhele sore tempe”. Ingatan tersebut mengepul kembali gegara jemawa Arteria Dahlan. Kita kembali mengelap-lap karakter. Jatuhlah karakter madya. *
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(hdr)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More