Antihero Zaman Now
Sabtu, 05 Februari 2022 - 08:53 WIB
Tubuhmu kini menyala/di hati sopir taksi, pedagang asongan,/ibu setengah baya yang mulai beruban,/dan kaum marhaen yang kau cintai/
Dan mereka lalu menyeru://”Patriot Perubahan akan terus melawan!”/Jakarta, 11.12.11/
Adakah sajak untuk Mas Bro Dwi Hartanto the next Habibie yang sesakartis si Sondang itu? Cerdas diragukan. Jenius dipalsukan. Jujur disangkakan. Hipokrisi barangkali, ya.
Hasilnya tragis. Kejujuran hancur dihantam gambaran sistem politik yang beringas. Zaman serba menikung, penuh telikung. Dwi dan Sondang adalah gegar intelektual muda. Zaman now adalah millieu sarkas. Dah, klop.
Jujur, ini underannya. Jujur akan hancur. Begitukah adilnya di zaman now yang sarkas?
Lantaskah aksi gimik Mas Bro Dwi Hartanto mati dan mematikan pribadi?
Yes, nostalgia lagi, aksi Sondang Hutagalung mengingatkan aksi serupa Mohamed Bouazizi (pedagang buah) di depan gedung gubernur di Tunisia. Namun, aksi Moh Bouazizi frontal menyulut gerakan rakyat yang serempak pro perubahan. Sayang, Sondang deadlock. Dan bhaaaa, deadlock-kah Dwi Hartanto di zaman now yang serba sarkas ini?
Beberapa tahun silam kita juga kehilangan Soe Hok-gie. Aktivis penggagas bangsa yang genial demi integritas dan militansi. Idenya menguar, membara, membius, cerdas, dan selalu progresif. Namun, Hok-gie mati muda. Penyebab kematian Sondang berbeda dengan Hok-gie. Hok-gie mengisap gas beracun ketika bertualang ke gunung. Namun, tragika kematian mereka serupa. Prof Kuntowijoyo menabalkannya dengan abortus intellectual. Pemikir-muda, intelegensia-muda, meninggal di usia-muda.
Untuk Mas Bro Dwi Hartanto, saya terngiang lema negative capability (pinjam istilah Prof Budi Darma) yang melenceng. Sungguhkah Dwi Hartanto tergolong abortus intellectual?
Dwi Hartanto telah mendapat gelar akademik yang mentereng. Gelar ini now setara dengan buka lapak gelar pahlawan di kuburan. Aksi jujur atas kepalsuan Dwi Hartanto ini menyiratkan pesan samar untuk kinerja penggawa NKRI. Dwi Hartanto penat, nalar hidup mampat, klimaks kekecewaan, berkali-kali tegar-tengkuk alias ndableg. Manusia muda, pemikir muda, intelektual muda era neolib yang sarkastik adalah karakter rigid, generasi yang menghalalkan prinsip hipokrit instan dibumbui virus lupa.
Dan mereka lalu menyeru://”Patriot Perubahan akan terus melawan!”/Jakarta, 11.12.11/
Adakah sajak untuk Mas Bro Dwi Hartanto the next Habibie yang sesakartis si Sondang itu? Cerdas diragukan. Jenius dipalsukan. Jujur disangkakan. Hipokrisi barangkali, ya.
Hasilnya tragis. Kejujuran hancur dihantam gambaran sistem politik yang beringas. Zaman serba menikung, penuh telikung. Dwi dan Sondang adalah gegar intelektual muda. Zaman now adalah millieu sarkas. Dah, klop.
Jujur, ini underannya. Jujur akan hancur. Begitukah adilnya di zaman now yang sarkas?
Lantaskah aksi gimik Mas Bro Dwi Hartanto mati dan mematikan pribadi?
Yes, nostalgia lagi, aksi Sondang Hutagalung mengingatkan aksi serupa Mohamed Bouazizi (pedagang buah) di depan gedung gubernur di Tunisia. Namun, aksi Moh Bouazizi frontal menyulut gerakan rakyat yang serempak pro perubahan. Sayang, Sondang deadlock. Dan bhaaaa, deadlock-kah Dwi Hartanto di zaman now yang serba sarkas ini?
Beberapa tahun silam kita juga kehilangan Soe Hok-gie. Aktivis penggagas bangsa yang genial demi integritas dan militansi. Idenya menguar, membara, membius, cerdas, dan selalu progresif. Namun, Hok-gie mati muda. Penyebab kematian Sondang berbeda dengan Hok-gie. Hok-gie mengisap gas beracun ketika bertualang ke gunung. Namun, tragika kematian mereka serupa. Prof Kuntowijoyo menabalkannya dengan abortus intellectual. Pemikir-muda, intelegensia-muda, meninggal di usia-muda.
Untuk Mas Bro Dwi Hartanto, saya terngiang lema negative capability (pinjam istilah Prof Budi Darma) yang melenceng. Sungguhkah Dwi Hartanto tergolong abortus intellectual?
Dwi Hartanto telah mendapat gelar akademik yang mentereng. Gelar ini now setara dengan buka lapak gelar pahlawan di kuburan. Aksi jujur atas kepalsuan Dwi Hartanto ini menyiratkan pesan samar untuk kinerja penggawa NKRI. Dwi Hartanto penat, nalar hidup mampat, klimaks kekecewaan, berkali-kali tegar-tengkuk alias ndableg. Manusia muda, pemikir muda, intelektual muda era neolib yang sarkastik adalah karakter rigid, generasi yang menghalalkan prinsip hipokrit instan dibumbui virus lupa.
Lihat Juga :
tulis komentar anda