Kerentanan Tenaga Kerja Menghadapi Otomasi

Kamis, 27 Januari 2022 - 15:26 WIB
Sidik Nur Toha (Foto: Ist)
Sidik Nur Toha

Peneliti Indonesian Presidential Studies, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi UI

DAMPAK perkembangan teknologi dan otomasi pada pasar tenaga kerja merupakan perdebatan yang menarik. Di satu sisi, perkembangan pesat otomasi (automation) seperti penggunaan robot industri akan meningkatkan jumlah pengangguran (unemployment). Contoh sederhana adalah pekerjaan tukang parkir yang mulai digantikan mesin di sejumlah pusat perbelanjaan kota-kota besar. Di sisi lain, perkembangan teknologi otomasi dinilai akan mengikuti pola perkembangan teknologi sebelumnya : teknologi menciptakan pasar kerja baru dan meningkatkan permintaan tenaga kerja (labor demand) juga kesejahteraan. Kelompok ini melihat tren perusahaan seperti Go-Jek dan perusahaan lainnya yang menciptakan berbagai jenis pekerjaan baru, mulai dari driver, data analyst dan berbagai pekerjaan yang belum kita kenal.

Perkembangan teknologi otomasi sebenarnya bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. International Federations of Robotics pada 2015 mencatat pembelian sekitar 3.000 robot industri di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat dari 2011, dan diprediksi terus meningkat di masa mendatang.

Di tengah upaya pemerintah melakukan transformasi digital, ada dua hal penting yang patut menjadi catatan. Pertama, perkembangan otomasi pada sektor industri di Indonesia menambah kerentanan pekerjaan di tengah rentannya pasar tenaga kerja Indonesia. Kedua, perkembangan teknologi meningkatkan kesulitan akses pekerjaan bagi pekerja generasi muda, khususnya yang minim skill.



Rentannya Pasar Kerja Indonesia

Populasi dan tenaga kerja merupakan faktor penting kesejahteraan suatu negara. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan China memiliki jumlah populasi besar yang produktif sehingga mampu meningkatkan output perekonomiannya. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah pengembangan teknologi. Teknologi membantu seseorang dalam memproduksi nilai tambah sembari meningkatkan efektivitas serta produktivitas. Sebagai analogi, sebuah pekerjaan dengan output tertentu awalnya dikerjakan oleh dua orang, dengan bantuan teknologi total output yang sama bisa dikerjakan cukup oleh satu orang.

Teknologi otomasi merupakan dua sisi mata uang, berkah bagi yang bisa memanfaatkannya dan bencana bagi yang terlambat beradaptasi.

Di Indonesia potensi bencana tersebut terlihat dengan rentannya struktur pasar kerja Indonesia. Menurut data Badan Pisat Statistik (BPS) 2019, hampir 47,9% tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan/tidak tamat SD. Dan, hampir 60% angkatan kerja di Indonesia bekerja di sektor informal dengan tingkat risiko kerja tinggi dan tingkat upah yang rendah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More