Wali Kota Medan Divonis 6 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya
Kamis, 11 Juni 2020 - 17:00 WIB
Kadis Perdagangan Dammikrot, Kadis Lingkungan Hidup S Armansyah Lubis alias Bob, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) M Sofyan, Kadis Ketenagakerjaan Hannalore Simanjuntak, Asisten Administrasi Umum Pemkot Medan Renward Parapat, Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Khairunnisa Mozasa, Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Medan Rusdi Sinuraya, Direktur RSUD Pringadi Suryadi Panjaitan, Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zulkarnain, Kadis Pertanian dan Perikanan Ikhsar Risyad Marbun, dan Kadis Pendidikan Hasan Basri.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Dzulmi Eldin S dengan pidana penjara selama enam tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan," tegas Ketua Majelis Hakim Abdul Azis saat membacakan amar putusan atas nama Dzulmi di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/6/2020).
Persidangan berlangsung secara virtual. Majelis hakim berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor Medan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mengikuti persidangan dari Gedung Merah Putih KPK. Dzulmi dan tim penasihat hukum mengikuti persidangan dari Rutan Medan.
Hakim Azis melanjutkan, pidana penjara yang dijatuhkan kepada Dzulmi dikurangkan seluruhnya dari masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani.
Majelis memastikan, Dzulmi terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," tuturnya.
Selain pidana badan dan denda, majelis juga memutuskan menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Dzulmi.
Pencabutan ini diputuskan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya perbuatan pidana dilakukan Dzulmi saat menjabat sebagai Wali Kota Medan, jabatan Wali Kota Medan merupakan amanah yang diberikan masyarakat Kota Medan dengan pemilihan langsung.
Dzulmi dinilai menciderai kepercayaan yang telah diberikan masyarakat, tidak memberikan contoh baik dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance, hingga untuk melindungi masyarakat dan menghindarkan pimpinan daerah dari kemungkinan dijabat oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkapnya.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Dzulmi Eldin S dengan pidana penjara selama enam tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan," tegas Ketua Majelis Hakim Abdul Azis saat membacakan amar putusan atas nama Dzulmi di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/6/2020).
Persidangan berlangsung secara virtual. Majelis hakim berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor Medan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mengikuti persidangan dari Gedung Merah Putih KPK. Dzulmi dan tim penasihat hukum mengikuti persidangan dari Rutan Medan.
Hakim Azis melanjutkan, pidana penjara yang dijatuhkan kepada Dzulmi dikurangkan seluruhnya dari masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani.
Majelis memastikan, Dzulmi terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," tuturnya.
Selain pidana badan dan denda, majelis juga memutuskan menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Dzulmi.
Pencabutan ini diputuskan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya perbuatan pidana dilakukan Dzulmi saat menjabat sebagai Wali Kota Medan, jabatan Wali Kota Medan merupakan amanah yang diberikan masyarakat Kota Medan dengan pemilihan langsung.
Dzulmi dinilai menciderai kepercayaan yang telah diberikan masyarakat, tidak memberikan contoh baik dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance, hingga untuk melindungi masyarakat dan menghindarkan pimpinan daerah dari kemungkinan dijabat oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkapnya.
tulis komentar anda