Pakar Hukum Minta RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera Disahkan
Sabtu, 25 Desember 2021 - 02:42 WIB
JAKARTA - Pemerintah dan DPR diminta segera mengesahkan Rancangan Undang -Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Hal itu penting sebagai payung hukum mengembalikan sejumlah aset eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ) yang diduga telah berpindah tangan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono menyoroti soal hukuman korupsi di Indonesia yang masih konvensional. Menurutnya, hukuman penjara yang mengancam koruptor tidak membuat efek jera.
"Hukum pidana mati, pidana penjara, tak menimbulkan efek jera. Tren hukum (bagi koruptor) kita harus mengarah ke pengembalian aset, kita rubah mindset harus kita dukung dalam perubahan KUHP," ujar Agus, Jumat 24 Desember 2021.
Terkait aset BLBI, Agus mengapresiasi adanya Satgas BLBI yang dibentuk melalui Keppres No.6 Tahun 2006. Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana agar aset tersebut dapat dikembalikan ke negara seluruhnya.
"Kami meminta dan siap mengawal kalau soal aset BLBI yang dipindahtangankan. Karena banyak aset BLBI yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi. Karena hukum acara pidana jadi satu ultimum remedium, ini semangat restorative justice," katanya.
Menurut Agus, harus ada undang-undang yang mengatur soal perampasan aset tindak pidana, serta bagaimana cara memanfaatkan aset tersebut. Hal ini mendesak bila bicara soal mafia tanah.
"Artinya kalau kita serius, bagaimana cara mengembalikan aset korupsi, atau aset yang sudah dialihkan oleh mafia tanah ke negara. Ini harus dipikirkan serius oleh DPR," katanya.
Agus berharap, pemerintah dan DPR dapat segera memasukkan RUU Perampasan Aset Pidana ke prolegnas. Dengan adanya undang-undang tersebut, dia optimistis pengelolaan aset rampasan korupsi akan menjadi jelas karena ada payung hukum.
"Jadi jika ada yang korupsi misal Rp1 miliar, kita kenakan pidana denda tiga sampai empat kali lipat. Kalau ini bisa dilakukan akan timbul efek jera. Dengan adanya payung hukum berupa undang-undang itu jadi solusi kita," jelasnya.
Senada, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menilai, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana mendesak untuk disahkan.
Sebab UU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi payung hukum dalam upaya aparat penegak hukum mengembalikan aset negara yang dikorupsi. Salah satu di antaranya kerugian negara di Kasus korupsi BLBI.
"Ini kasus BLBI merupakan pengalaman buruk. Mengubah strategi penegakan hukum pencegahan, pemulihan aset baru penindakan. Harus diubah maindset," kata dia.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono menyoroti soal hukuman korupsi di Indonesia yang masih konvensional. Menurutnya, hukuman penjara yang mengancam koruptor tidak membuat efek jera.
"Hukum pidana mati, pidana penjara, tak menimbulkan efek jera. Tren hukum (bagi koruptor) kita harus mengarah ke pengembalian aset, kita rubah mindset harus kita dukung dalam perubahan KUHP," ujar Agus, Jumat 24 Desember 2021.
Terkait aset BLBI, Agus mengapresiasi adanya Satgas BLBI yang dibentuk melalui Keppres No.6 Tahun 2006. Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana agar aset tersebut dapat dikembalikan ke negara seluruhnya.
"Kami meminta dan siap mengawal kalau soal aset BLBI yang dipindahtangankan. Karena banyak aset BLBI yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi. Karena hukum acara pidana jadi satu ultimum remedium, ini semangat restorative justice," katanya.
Menurut Agus, harus ada undang-undang yang mengatur soal perampasan aset tindak pidana, serta bagaimana cara memanfaatkan aset tersebut. Hal ini mendesak bila bicara soal mafia tanah.
"Artinya kalau kita serius, bagaimana cara mengembalikan aset korupsi, atau aset yang sudah dialihkan oleh mafia tanah ke negara. Ini harus dipikirkan serius oleh DPR," katanya.
Agus berharap, pemerintah dan DPR dapat segera memasukkan RUU Perampasan Aset Pidana ke prolegnas. Dengan adanya undang-undang tersebut, dia optimistis pengelolaan aset rampasan korupsi akan menjadi jelas karena ada payung hukum.
"Jadi jika ada yang korupsi misal Rp1 miliar, kita kenakan pidana denda tiga sampai empat kali lipat. Kalau ini bisa dilakukan akan timbul efek jera. Dengan adanya payung hukum berupa undang-undang itu jadi solusi kita," jelasnya.
Senada, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menilai, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana mendesak untuk disahkan.
Sebab UU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi payung hukum dalam upaya aparat penegak hukum mengembalikan aset negara yang dikorupsi. Salah satu di antaranya kerugian negara di Kasus korupsi BLBI.
"Ini kasus BLBI merupakan pengalaman buruk. Mengubah strategi penegakan hukum pencegahan, pemulihan aset baru penindakan. Harus diubah maindset," kata dia.
(mhd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda