Menuju Pendidikan Islam Transformatif (Refleksi dan Proyeksi Arah Pendidikan Islam)
Minggu, 19 Desember 2021 - 23:23 WIB
Dalam kaitan demikian, sudah selayaknya pendidikan Islam berada di garis terdepan dalam mengelola kesempatan baik ini. Penyesuaian terhadap langkah dan arah kebijakan ekonomi syariah telah terbangun setidaknya pada roadmap pengembangan ekonomi syariah dan industri halal nasional.
Penyiapan ekosistem ekonomi syariah terkait erat dengan modal halal (capital halal) yang terentang dari faktor religiusitas, demografis, sosial, dan kultural. Dengan fakta demikian, sesungguhnya pendidikan Islam memiliki tugas besar untuk menjadi “tuan rumah” bagi urusannya sendiri, agar terhindar dari kemungkinan sebaliknya. Sebabnya, negara-negara lain telah masif dan sangat aktif bergerak dalam menyiapkan ekosistem ekonomi syariah dari hilir ke hulu.
Transformatif dan Berkelanjutan
Kondisi pandemi Covid-19 mempercepat pergeseran dan perubahan menuju masyarakat digital. Namun, tranformasi ini membawa konsekuensi kebutuhan sumber daya yang memiliki kompetensi terkait, berpikiran kritis, serta keterampilan sosial dan emosional. Mau tidak mau, kecenderungan dan tuntutan ini harus menjadi titik perhatian ranah pendidikan Islam dalam penyesuaian kurikulum pendidikannya secara tepat dan cepat.
Kecenderungan transformatif lainnya adalah adaptasi terhadap isu dan kebijakan ekologi, terutama dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Covid-19 sebagai wabah zoologis telah mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap lingkungan. Bersamaan dengan itu, problem perubahan iklim juga telah menjadi isu nasional dan internasional yang terus menguat dan memengaruhi berbagai kebijakan, termasuk pendidikan.
Dalam pemahaman demikian, pendidikan Islam dapat memberi warna distingtif dengan menekankan konteks besar mengenai Islam rahmatan lil ‘alamin, bahwa sikap moderat bukan hanya penting dibangun untuk sesama manusia, tetapi juga kepada semesta alam. Sikap ini akan menjadi fondasi bagi karakter insan pendidikan Islam yang menghargai alam dan lingkungan, serta menghindari kecenderungan eksploitatif.
Inklusif - Berkeadilan
Inklusivitas pendidikan Islam, sebagaimana tercermin dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan hanya terletak pada penyediaan sarana, prasarana, dan dukungan yang dibutuhkan bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun juga mengarah pada perlunya kesetaraan hak, gender, dan disabilitas pada layanan pendidikan Islam.
Dalam konteks perkembangan terkini, pendidikan Islam juga terkait dengan perlunya perlindungan terhadap peserta didik dari tindak pidana kekerasan seksual. Dukungan Kementerian Agama terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) patut diapresiasi tinggi.
Pasalnya, Permendikbudristek PPKS memerinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Penyiapan ekosistem ekonomi syariah terkait erat dengan modal halal (capital halal) yang terentang dari faktor religiusitas, demografis, sosial, dan kultural. Dengan fakta demikian, sesungguhnya pendidikan Islam memiliki tugas besar untuk menjadi “tuan rumah” bagi urusannya sendiri, agar terhindar dari kemungkinan sebaliknya. Sebabnya, negara-negara lain telah masif dan sangat aktif bergerak dalam menyiapkan ekosistem ekonomi syariah dari hilir ke hulu.
Transformatif dan Berkelanjutan
Kondisi pandemi Covid-19 mempercepat pergeseran dan perubahan menuju masyarakat digital. Namun, tranformasi ini membawa konsekuensi kebutuhan sumber daya yang memiliki kompetensi terkait, berpikiran kritis, serta keterampilan sosial dan emosional. Mau tidak mau, kecenderungan dan tuntutan ini harus menjadi titik perhatian ranah pendidikan Islam dalam penyesuaian kurikulum pendidikannya secara tepat dan cepat.
Kecenderungan transformatif lainnya adalah adaptasi terhadap isu dan kebijakan ekologi, terutama dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Covid-19 sebagai wabah zoologis telah mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap lingkungan. Bersamaan dengan itu, problem perubahan iklim juga telah menjadi isu nasional dan internasional yang terus menguat dan memengaruhi berbagai kebijakan, termasuk pendidikan.
Dalam pemahaman demikian, pendidikan Islam dapat memberi warna distingtif dengan menekankan konteks besar mengenai Islam rahmatan lil ‘alamin, bahwa sikap moderat bukan hanya penting dibangun untuk sesama manusia, tetapi juga kepada semesta alam. Sikap ini akan menjadi fondasi bagi karakter insan pendidikan Islam yang menghargai alam dan lingkungan, serta menghindari kecenderungan eksploitatif.
Inklusif - Berkeadilan
Inklusivitas pendidikan Islam, sebagaimana tercermin dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan hanya terletak pada penyediaan sarana, prasarana, dan dukungan yang dibutuhkan bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun juga mengarah pada perlunya kesetaraan hak, gender, dan disabilitas pada layanan pendidikan Islam.
Dalam konteks perkembangan terkini, pendidikan Islam juga terkait dengan perlunya perlindungan terhadap peserta didik dari tindak pidana kekerasan seksual. Dukungan Kementerian Agama terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) patut diapresiasi tinggi.
Pasalnya, Permendikbudristek PPKS memerinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual yang terjadi.
tulis komentar anda