Kemenperin Minta Pelabelan Mengandung BPA Tidak Dikenakan Terhadap Kemasan AMDK
Minggu, 05 Desember 2021 - 21:09 WIB
Baca juga: Wacana Pelabelan AMDK Plastik Bebas BPA oleh BPOM Dipertanyakan
Terkait dengan kualitas bahan baku air minum dan juga proses produksinya, Permenperin No 96 Tahun 2011 dan Permenperin No 75 Tahun 2010 mengatur bahwa proses produksi AMDK itu harus memenuhi pedoman CPPOB atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.
"Artinya, dari proses produksinya juga harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh pemerintah. Jadi, secara produk dari bahan baku maupun prosesnya, kemasan AMDK, termasuk galon guna ulang itu dijamin sangat memperhatikan aspek kesehatan,” tuturnya.
Untuk kemasannya, menurut Edy, juga diatur dalam Peraturan BPOM No 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Permenperin No 24 tahun 2010 yang menyangkut pencantuman logo tara pangan dan logo daur ulang.
Tidak hanya itu, terkait kesiapan infrastruktur pengujian AMDK, menurut Edy, didukung oleh 25 lembaga sertifikasi produk dan 15 laboratorium yang terakreditasi. "Ini dari sisi pengujiannya juga relatif memadai," katanya.
BPOM juga sudah merilis bahwa kandungan BPA pada kemasan AMDK yang digunakan secara berulang masih aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa migrasi BPA pada galon guna ulang itu masih jauh di bawah batas migrasi maksimum yang diijinkan yaitu 0,6 bpj.
"Jadi, alasan BPOM untuk melabeli ‘berpotensi mengandung BPA’ pada galon guna ulang karena menganggap berbahaya bagi kesehatan itu jelas tidak berdasar," ucapnya.
Menurut Edy, label potensi kandungan BPA itu akan mengganggu pertumbuhan industri AMDK di Indonesia. "Seharusnya kita sama-sama menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri agar bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dia memaparkan kontribusi industri pangan dan minuman sangat besar terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III 2021 misalnya, kontribusinya terhadap PDB sebesar 3,49% yoy, dan kontribusi terhadap PDB industri non migas mencapai 38,91% (yoy). Sementara, ekspor makanan minuman sampai dengan September 2021 mencapai USD32,51 miliar dan impornya USD10,13 miliar.
Terkait dengan kualitas bahan baku air minum dan juga proses produksinya, Permenperin No 96 Tahun 2011 dan Permenperin No 75 Tahun 2010 mengatur bahwa proses produksi AMDK itu harus memenuhi pedoman CPPOB atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.
"Artinya, dari proses produksinya juga harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh pemerintah. Jadi, secara produk dari bahan baku maupun prosesnya, kemasan AMDK, termasuk galon guna ulang itu dijamin sangat memperhatikan aspek kesehatan,” tuturnya.
Untuk kemasannya, menurut Edy, juga diatur dalam Peraturan BPOM No 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Permenperin No 24 tahun 2010 yang menyangkut pencantuman logo tara pangan dan logo daur ulang.
Tidak hanya itu, terkait kesiapan infrastruktur pengujian AMDK, menurut Edy, didukung oleh 25 lembaga sertifikasi produk dan 15 laboratorium yang terakreditasi. "Ini dari sisi pengujiannya juga relatif memadai," katanya.
BPOM juga sudah merilis bahwa kandungan BPA pada kemasan AMDK yang digunakan secara berulang masih aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa migrasi BPA pada galon guna ulang itu masih jauh di bawah batas migrasi maksimum yang diijinkan yaitu 0,6 bpj.
"Jadi, alasan BPOM untuk melabeli ‘berpotensi mengandung BPA’ pada galon guna ulang karena menganggap berbahaya bagi kesehatan itu jelas tidak berdasar," ucapnya.
Menurut Edy, label potensi kandungan BPA itu akan mengganggu pertumbuhan industri AMDK di Indonesia. "Seharusnya kita sama-sama menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri agar bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dia memaparkan kontribusi industri pangan dan minuman sangat besar terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III 2021 misalnya, kontribusinya terhadap PDB sebesar 3,49% yoy, dan kontribusi terhadap PDB industri non migas mencapai 38,91% (yoy). Sementara, ekspor makanan minuman sampai dengan September 2021 mencapai USD32,51 miliar dan impornya USD10,13 miliar.
tulis komentar anda