Kemenperin Minta Pelabelan Mengandung BPA Tidak Dikenakan Terhadap Kemasan AMDK

Minggu, 05 Desember 2021 - 21:09 WIB
loading...
Kemenperin Minta Pelabelan Mengandung BPA Tidak Dikenakan Terhadap Kemasan AMDK
Kementerian Perindustrian berharap rencana pelabelan Mengandung BPA tidak dikenakan pada semua kemasan, termasuk AMDK. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian berharap rencana pelabelan 'Mengandung BPA' tidak dikenakan pada semua kemasan, termasuk AMDK . Label itu lebih baik spesifik untuk botol susu bayi dan FCM atau Food Contact Material.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo menjelaskan, kemasan pangan yang mengandung BPA diduga menimbulkan dampak negatif terhadap bayi, balita, dan ibu hamil jika digunakan dalam jumlah besar dan pada temperatur tinggi seperti pada penggunaan botol susu bayi. Sementara hasil pengujian BPOM terhadap migrasi BPA menyebu bahwa AMDK yang beredar di Indonesia cukup aman untuk dikonsumsi.

"Jadi, kami meminta agar pelabelan BPA Free itu tidak dikenakan terhadap kemasan AMDK melainkan diatur lebih spesifik untuk botol susu bayi dan FCM atau Food Contact Material,” kata Edy Sutopo dalam diskusi media bertema "Regulasi Kemasan Pangan dan Dampaknya Pada Iklim Usaha dan Perekonomian" yang dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (4/12/2021).

Baca juga: BPOM Diminta Membuat Kajian Dampak atas Regulasi sebelum Revisi Peraturan Label AMDK

Edy mengatakan untuk menjaga mutu air mineral dalam kemasan ini sudah ada aturan yang sangat ketat. Pertama, kemasan air mineral wajib ber-SNI sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 26 Tahun 2019 tentang perubahan Permenperin No 78 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun Secara Wajib

"Jadi, untuk air mineral dalam kemasan ini, SNI berlaku secara wajib dan diawasi secara ketat oleh pemerintah atau pihak terkait seperti Kemenperin, BPOM, dan Kementerian Perdagangan," katanya.

Selanjutnya, kata Edy, ada lagi Permenperin No 96 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan. Antara lain mengatur mengenai persyaratan bahan baku yang juga diawasi dengan sangat ketat. Apalagi, persyaratan itu juga mengacu pada Permenkes No 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Disebutkan, air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan paramater tambahan.

Baca juga: Wacana Pelabelan AMDK Plastik Bebas BPA oleh BPOM Dipertanyakan

Terkait dengan kualitas bahan baku air minum dan juga proses produksinya, Permenperin No 96 Tahun 2011 dan Permenperin No 75 Tahun 2010 mengatur bahwa proses produksi AMDK itu harus memenuhi pedoman CPPOB atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.

"Artinya, dari proses produksinya juga harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh pemerintah. Jadi, secara produk dari bahan baku maupun prosesnya, kemasan AMDK, termasuk galon guna ulang itu dijamin sangat memperhatikan aspek kesehatan,” tuturnya.

Untuk kemasannya, menurut Edy, juga diatur dalam Peraturan BPOM No 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Permenperin No 24 tahun 2010 yang menyangkut pencantuman logo tara pangan dan logo daur ulang.

Tidak hanya itu, terkait kesiapan infrastruktur pengujian AMDK, menurut Edy, didukung oleh 25 lembaga sertifikasi produk dan 15 laboratorium yang terakreditasi. "Ini dari sisi pengujiannya juga relatif memadai," katanya.

BPOM juga sudah merilis bahwa kandungan BPA pada kemasan AMDK yang digunakan secara berulang masih aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa migrasi BPA pada galon guna ulang itu masih jauh di bawah batas migrasi maksimum yang diijinkan yaitu 0,6 bpj.

"Jadi, alasan BPOM untuk melabeli ‘berpotensi mengandung BPA’ pada galon guna ulang karena menganggap berbahaya bagi kesehatan itu jelas tidak berdasar," ucapnya.

Menurut Edy, label potensi kandungan BPA itu akan mengganggu pertumbuhan industri AMDK di Indonesia. "Seharusnya kita sama-sama menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri agar bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya.

Dia memaparkan kontribusi industri pangan dan minuman sangat besar terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III 2021 misalnya, kontribusinya terhadap PDB sebesar 3,49% yoy, dan kontribusi terhadap PDB industri non migas mencapai 38,91% (yoy). Sementara, ekspor makanan minuman sampai dengan September 2021 mencapai USD32,51 miliar dan impornya USD10,13 miliar.

"Saya kira investasi yang ada ini perlu dijaga bisa tumbuh dan berkembang untuk tetap menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang kita harapkan," katanya.

Di saat pandemi, hingga semester I 2021, investasi di industri makanan minuman itu juga masih sangat besar. Realisasi investasinya mencapai Rp35,8 triliun. Saat ini 900 unit usaha AMDK di Indonesia menyerap 40.000 orang tenaga kerja. Produksinya pada 2020 sekitar 29 miliar liter, di mana 69% hasil produksi dari AMDK itu dikemas dalam galon guna ulang.

Artinya, ada 5,2 miliar liter air mineral yang dikemas dalam galon guna ulang policarbonat atau dalam dua bulan ada sekitar 880 juta buah galon guna ulang yang beredar di pasar.

"Kalau kita asumsikan satu galon guna ulang dari PC ini harganya Rp35.000, maka nilai investasi dari galon guna ulang yang ada di lapangan itu kurang lebih menurut perhitungan kami itu ada sekitar Rp30,6 triliun. Jadi, ini perlu kita pikirkan kalau kita akan mengganti dengan galon yang sekali pakai," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1417 seconds (0.1#10.140)