KLHK-ASPADIN Gelar Seminar Diseminasi Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penanganan sampah dan tanggung jawab produsen menjadi perhatian serius Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). Mengingat saat ini Indonesia berada dalam tahap darurat sampah.
"Sebagai upaya pengurangan sampah dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen," ujar Ketua Umum ASPADIN Rachmat Hidayat saat Seminar Diseminasi Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Pihaknya memperdalam pemahaman para anggota tentang roadmap pengurangan sampah. Bagaimana rencana peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini dapat diimplementasikan, termasuk apa saja pertimbangan dan tantangan yang dihadapi industri AMDK dan industri makanan-minuman lainnya.
Menurut Rachmat, produsen bertanggung jawab membantu memenuhi target pengurangan sampah pemerintah sebagai bagian menjaga kelestarian lingkungan. Karena pengurangan sampah tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, namun membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen.
Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 dilaksanakan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen dibandingkan jumlah timbunan sampah di tahun 2029. Peraturan ditujukan kepada pelaku usaha dari 3 sektor yaitu manufaktur, ritel dan jasa, serta makanan dan minuman.
Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Vinda Damayanti Ansjar mengatakan, penerapan sustainability bisnis di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan. Hal ini dikarenakan praktik bisnis berkelanjutan bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan masa kini dan masa depan.
"Bisnis berkelanjutan pada prinsipnya adalah menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan sosial dan lingkungan hidup," ucapnya.
Dia mengingatkan Indonesia saat ini berada dalam fase darurat sampah. Data KLHK tahun 2023 mencatat bahwa timbunan sampah di Indonesia telah mencapai 36 juta ton di mana 36 persen belum bisa dikelola. Dari jumlah itu, sampah plastik berkontribusi 18,1 persen dan karton 11,3 persen.
"Kita berada dalam keadaan darurat sampah sehingga harus melakukan upaya ekstra yang melahirkan solusi," kata Vinda.
"Sebagai upaya pengurangan sampah dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen," ujar Ketua Umum ASPADIN Rachmat Hidayat saat Seminar Diseminasi Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Pihaknya memperdalam pemahaman para anggota tentang roadmap pengurangan sampah. Bagaimana rencana peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini dapat diimplementasikan, termasuk apa saja pertimbangan dan tantangan yang dihadapi industri AMDK dan industri makanan-minuman lainnya.
Menurut Rachmat, produsen bertanggung jawab membantu memenuhi target pengurangan sampah pemerintah sebagai bagian menjaga kelestarian lingkungan. Karena pengurangan sampah tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, namun membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk produsen.
Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 dilaksanakan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen dibandingkan jumlah timbunan sampah di tahun 2029. Peraturan ditujukan kepada pelaku usaha dari 3 sektor yaitu manufaktur, ritel dan jasa, serta makanan dan minuman.
Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Vinda Damayanti Ansjar mengatakan, penerapan sustainability bisnis di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan. Hal ini dikarenakan praktik bisnis berkelanjutan bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan masa kini dan masa depan.
"Bisnis berkelanjutan pada prinsipnya adalah menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan sosial dan lingkungan hidup," ucapnya.
Dia mengingatkan Indonesia saat ini berada dalam fase darurat sampah. Data KLHK tahun 2023 mencatat bahwa timbunan sampah di Indonesia telah mencapai 36 juta ton di mana 36 persen belum bisa dikelola. Dari jumlah itu, sampah plastik berkontribusi 18,1 persen dan karton 11,3 persen.
"Kita berada dalam keadaan darurat sampah sehingga harus melakukan upaya ekstra yang melahirkan solusi," kata Vinda.