Pemerintah Dinilai Tak Berdaya Hadapi Mafia Pasar
Rabu, 22 April 2020 - 19:33 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ferry Juliantono menilai pemerintah tidak berdaya menghadapi mafia pasar. Kecurigaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap dugaan permainan harga bahan pokok di tengah wabah virus Corona pun dikritik Ferry.
"Agak aneh kalau Presiden masih pada tingkat curiga, padahal sudah jelas harga yang banyak melambung ini karena ada permainan dari mafia pasar yang mengatur distribusi barang atau produk, yang berkongkalikong dengan jaringan pabrikan swasta," ujar Ferry Juliantono dalam keterangannya, Rabu (22/4/2020).
Ferry Juliantono yang juga merangkap Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) ini menilai praktik kongkalikong itu terjadi bukan karena permintaan terhadap barang yang melonjak pesat, melainkan lebih diakibatkan adanya potensi suplai pasokan yang terganggu disertai terjadinya impor yang tersendat.
"Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia pasar untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya, dengan menetapkan kenaikan mencapai 50% seperti pada harga gula yang biasanya di angka Rp12.000 sampai dengan Rp13.000, saat ini bisa mencapai Rp19.000, dan pemerintah tidak berdaya menghadapi mafia pasar," kata Ferry.
Dia melanjutkan, kalangan pabrikan gula swasta itu sebenarnya sudah mempunyai jaringan distribusi dari tingkat whole seller, distributor, hingga agen. Akan tetapi, Ferry Juliantono menyesalkan pemerintah tidak memiliki kendali terhadap jaringan tersebut, karena peran pemerintah dinilai sengaja melumpuhkan diri dari sejak hulunya sampai hilir.
"Sebagai dampaknya lebih serius lagi, pabrik gula justru mati satu persatu atau malah beralih dengan dikuasai pihak swasta. Sementara itu, pabrik milik pemerintah akibat mesinnya ada yang dibuat di jaman Belanda sehingga tidak efisien dan selalu kalah bersaing," ujar Ferry.
Dia menambahkan, di sisi hilirnya, keberadaan Bulog pun ikut dilumpuhkan ibarat perusahaan distributor biasa yang tidak lagi memiliki kuasa dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok penting atau sembako.
"KUD-KUD juga dimatikan secara perlahan, serta pasar-pasar tradisional nasibnya lebih parah karena dinamikanya terpepet oleh retail modern yang punya akses langsung ke pabrikan. Ya, akhirnya, sempurnalah penguasaan distribusi oleh mafia ini," ungkapnya.
Menurut dia, satu-satunya kekuasaan yang kini dimiliki pemerintah saat ini adalah menegakkan fungsi aturan, tetapi hal tersebut dinilainya tidak digunakan karena para pejabat khawatir kehilangan 'gula-gula' dari para mafia.
"Jadi, menurut saya, lebih aneh bila Presiden tidak tahu siapa yang bermain soal distribusi yang mempermainkan perut rakyat ini. Kita saja yang masih awam bisa tahu, kok ada mafia yang ambil rente atau untung gila-gilaan. Jangan seperti istilah kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu sehingga ada alasan untuk tidak menindak atau membiarkan sepak terjang para mafia," katanya.
Maka itu, dia meminta agar menggunakan kekuasaan Presiden secara maksimal guna mengatasi hal tersebut. "Presiden harus memerintahkan Menteri Perdagangan untuk menghilangkan termasuk menyikat para mafia pasar hingga merombak aturan supaya para mafia tunduk pada aturan yang dibuat oleh penguasa, bukan sebaliknya penguasa yang ikut aturan main dengan mafia seperti sekarang ini," tegasnya.
"Agak aneh kalau Presiden masih pada tingkat curiga, padahal sudah jelas harga yang banyak melambung ini karena ada permainan dari mafia pasar yang mengatur distribusi barang atau produk, yang berkongkalikong dengan jaringan pabrikan swasta," ujar Ferry Juliantono dalam keterangannya, Rabu (22/4/2020).
Ferry Juliantono yang juga merangkap Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) ini menilai praktik kongkalikong itu terjadi bukan karena permintaan terhadap barang yang melonjak pesat, melainkan lebih diakibatkan adanya potensi suplai pasokan yang terganggu disertai terjadinya impor yang tersendat.
"Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia pasar untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya, dengan menetapkan kenaikan mencapai 50% seperti pada harga gula yang biasanya di angka Rp12.000 sampai dengan Rp13.000, saat ini bisa mencapai Rp19.000, dan pemerintah tidak berdaya menghadapi mafia pasar," kata Ferry.
Dia melanjutkan, kalangan pabrikan gula swasta itu sebenarnya sudah mempunyai jaringan distribusi dari tingkat whole seller, distributor, hingga agen. Akan tetapi, Ferry Juliantono menyesalkan pemerintah tidak memiliki kendali terhadap jaringan tersebut, karena peran pemerintah dinilai sengaja melumpuhkan diri dari sejak hulunya sampai hilir.
"Sebagai dampaknya lebih serius lagi, pabrik gula justru mati satu persatu atau malah beralih dengan dikuasai pihak swasta. Sementara itu, pabrik milik pemerintah akibat mesinnya ada yang dibuat di jaman Belanda sehingga tidak efisien dan selalu kalah bersaing," ujar Ferry.
Dia menambahkan, di sisi hilirnya, keberadaan Bulog pun ikut dilumpuhkan ibarat perusahaan distributor biasa yang tidak lagi memiliki kuasa dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok penting atau sembako.
"KUD-KUD juga dimatikan secara perlahan, serta pasar-pasar tradisional nasibnya lebih parah karena dinamikanya terpepet oleh retail modern yang punya akses langsung ke pabrikan. Ya, akhirnya, sempurnalah penguasaan distribusi oleh mafia ini," ungkapnya.
Menurut dia, satu-satunya kekuasaan yang kini dimiliki pemerintah saat ini adalah menegakkan fungsi aturan, tetapi hal tersebut dinilainya tidak digunakan karena para pejabat khawatir kehilangan 'gula-gula' dari para mafia.
"Jadi, menurut saya, lebih aneh bila Presiden tidak tahu siapa yang bermain soal distribusi yang mempermainkan perut rakyat ini. Kita saja yang masih awam bisa tahu, kok ada mafia yang ambil rente atau untung gila-gilaan. Jangan seperti istilah kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu sehingga ada alasan untuk tidak menindak atau membiarkan sepak terjang para mafia," katanya.
Maka itu, dia meminta agar menggunakan kekuasaan Presiden secara maksimal guna mengatasi hal tersebut. "Presiden harus memerintahkan Menteri Perdagangan untuk menghilangkan termasuk menyikat para mafia pasar hingga merombak aturan supaya para mafia tunduk pada aturan yang dibuat oleh penguasa, bukan sebaliknya penguasa yang ikut aturan main dengan mafia seperti sekarang ini," tegasnya.
(cip)
tulis komentar anda