Kejagung Amankan Buronan Terpidana Kasus Korupsi Listrik di Raja Ampat
Jum'at, 05 Juni 2020 - 17:44 WIB
JAKARTA - Tim Intel Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berhasil mengamankan satu orang Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Selviana Wanma atau Selvi (SW). Informasi yang dihimpun, SW ditangkap di rumah kontrakannya di Kawasan Tirta, Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur pada Jumat (5/6/2020) sekitar pukul 09.30 WIB.
SW sendiri merupakan terpidana kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Pemerintah Kabupaten Raja Ampat senilai Rp20.205.512.000. Adapun potensi kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp3.279.466.358. (Baca juga: Menunggu Gebrakan KPK Era Firli Tangkap Harun Masiku)
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejagung, Hari Setiyono membenarkan penangkapan tersebut. Hanya saja, saat ini terpidana belum bisa dieksekusi masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) lantaran yang bersangkutan saat ini sakit dan tengah menjalani perawatan inap atau opname di Rumah Sakit MMC Jakarta.
"Nah, tidak mau ambil resiko, (SW) kita periksa dulu ke Rumah Sakit. LP kan juga tidak mau menerima (kalau terpidana sakit). Kondisi sekarang kan seperti ini," ujarnya dalam keterangannya, Jumat (5/6/2020).
Karena itu, lanjut Hari, pihaknya akan menunggu eksekusi sampai yang bersangkutan dinyatakan sehat oleh pihak rumah sakit. Namun menghindari terpidana kabur, dia memastikan koordinasi dengan pihak rumah sakit terus dilakukan. SW juga akan mendapat pengawasan ketat selama menjalani perawatan di rumah sakit.
"Semua kan sekarang ke situ (mencegah COVID-19). Jadi kita tunggu saja. Aku juga sedang menunggu laporan dari (tim jaksa) eksekutornya. Intinya kalau memang tidak ada masalah, dieksekusi oleh jaksa," jelas Hari.
Adapun dalam kasus dugaan korupsi listrik di Raja Ampat yang menjerat SW ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada dalam amar putusannya No.32/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST pada tanggal 17 Februari 2014 menyatakan terdakwa SW terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000 kepada SW. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 26/PID/TPK/2014/PT.DKI, tanggal 17 Juli 2014.
Namun di Mahkamah Agung (MA), SW mendapat vonis hukuman yang lebih berat. Dalam Rapat Permusyawaratan MA pada Kamis 27 Oktober 2016 yang diketuai Artidjo Alkostar, dengan Hakim Anggota Prof Dr H Abdul Latif, SH, M.Hum, dan MS Lumme, SH menyatakan terdakwa SW telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. MA menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.447.500.000 dikompensasi dengan uang yang telah disita dari terdakwa sebesar Rp1.000.000.000 dan uang yang dititipkan oleh terdakwa sesuai dengan Berita Acara Penitipan Barang Bukti tanggal 23 April 2013 sejumlah Rp1.000.000.000 sehingga sisanya sebanyak Rp1.447.500.000 merupakan uang pengganti yang harus dibayar oleh terdakwa, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesuai putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Sementara itu, Koordinator KPK Watch Yusuf Sahide meminta agar Kejagung menutup rapat pintu kompromi bagi para terpidana korupsi untuk lolos dari hukum. Menurutnya, memang situasi saat ini dilanda kecemasan akan COVID-19, namun dia mewanti-wanti jangan sampai situasi ini jadi celah bagi para terpidana korupsi menghindari proses hukum. Apalagi dalam kasus dugaan pengadaan listrik di Raja Ampat yang menjerat SW sudah berkekuatan hukum tetap.
"Itukan sudah inkracht, ya harus dieksekusi. Kan sudah tugasnya dia. Jangan diberi ruang untuk kompromi itu," tegas Yusuf. (Baca juga: Lokataru Desak KPK Sita Aset Nurhadi)
Dia pun meminta agar proses eksekusi SW ini dirilis ke publik. "Selama ini kan kejaksaan dari kemarin-kemarin memang disoroti karena banyak komprominya. Di era Jaksa Agung Burhanuddin ini kita punya harapan besar untuk kejaksaan melakukan gebrakan-gebrakan besar di luar kebiasaan. Tidak boleh penegakan hukum itu dihambat oleh apapun," tegas Yusuf.
SW sendiri merupakan terpidana kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Pemerintah Kabupaten Raja Ampat senilai Rp20.205.512.000. Adapun potensi kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp3.279.466.358. (Baca juga: Menunggu Gebrakan KPK Era Firli Tangkap Harun Masiku)
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejagung, Hari Setiyono membenarkan penangkapan tersebut. Hanya saja, saat ini terpidana belum bisa dieksekusi masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) lantaran yang bersangkutan saat ini sakit dan tengah menjalani perawatan inap atau opname di Rumah Sakit MMC Jakarta.
"Nah, tidak mau ambil resiko, (SW) kita periksa dulu ke Rumah Sakit. LP kan juga tidak mau menerima (kalau terpidana sakit). Kondisi sekarang kan seperti ini," ujarnya dalam keterangannya, Jumat (5/6/2020).
Karena itu, lanjut Hari, pihaknya akan menunggu eksekusi sampai yang bersangkutan dinyatakan sehat oleh pihak rumah sakit. Namun menghindari terpidana kabur, dia memastikan koordinasi dengan pihak rumah sakit terus dilakukan. SW juga akan mendapat pengawasan ketat selama menjalani perawatan di rumah sakit.
"Semua kan sekarang ke situ (mencegah COVID-19). Jadi kita tunggu saja. Aku juga sedang menunggu laporan dari (tim jaksa) eksekutornya. Intinya kalau memang tidak ada masalah, dieksekusi oleh jaksa," jelas Hari.
Adapun dalam kasus dugaan korupsi listrik di Raja Ampat yang menjerat SW ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada dalam amar putusannya No.32/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST pada tanggal 17 Februari 2014 menyatakan terdakwa SW terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000 kepada SW. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 26/PID/TPK/2014/PT.DKI, tanggal 17 Juli 2014.
Namun di Mahkamah Agung (MA), SW mendapat vonis hukuman yang lebih berat. Dalam Rapat Permusyawaratan MA pada Kamis 27 Oktober 2016 yang diketuai Artidjo Alkostar, dengan Hakim Anggota Prof Dr H Abdul Latif, SH, M.Hum, dan MS Lumme, SH menyatakan terdakwa SW telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. MA menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.447.500.000 dikompensasi dengan uang yang telah disita dari terdakwa sebesar Rp1.000.000.000 dan uang yang dititipkan oleh terdakwa sesuai dengan Berita Acara Penitipan Barang Bukti tanggal 23 April 2013 sejumlah Rp1.000.000.000 sehingga sisanya sebanyak Rp1.447.500.000 merupakan uang pengganti yang harus dibayar oleh terdakwa, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesuai putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Sementara itu, Koordinator KPK Watch Yusuf Sahide meminta agar Kejagung menutup rapat pintu kompromi bagi para terpidana korupsi untuk lolos dari hukum. Menurutnya, memang situasi saat ini dilanda kecemasan akan COVID-19, namun dia mewanti-wanti jangan sampai situasi ini jadi celah bagi para terpidana korupsi menghindari proses hukum. Apalagi dalam kasus dugaan pengadaan listrik di Raja Ampat yang menjerat SW sudah berkekuatan hukum tetap.
"Itukan sudah inkracht, ya harus dieksekusi. Kan sudah tugasnya dia. Jangan diberi ruang untuk kompromi itu," tegas Yusuf. (Baca juga: Lokataru Desak KPK Sita Aset Nurhadi)
Dia pun meminta agar proses eksekusi SW ini dirilis ke publik. "Selama ini kan kejaksaan dari kemarin-kemarin memang disoroti karena banyak komprominya. Di era Jaksa Agung Burhanuddin ini kita punya harapan besar untuk kejaksaan melakukan gebrakan-gebrakan besar di luar kebiasaan. Tidak boleh penegakan hukum itu dihambat oleh apapun," tegas Yusuf.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda