Kode Inisiatif Ingatkan Penganggaran Pilkada Harus Matang dan Tepat Waktu
Jum'at, 05 Juni 2020 - 07:10 WIB
JAKARTA - Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 menimbulkan sejumlah konsekuensi, baik itu penyesuaian tahapan sesuai protokol kesehatan maupun penambahan anggaran. Karena itu, KODE Inisiatif mengingatkan kepada DPR, pemerintah dan juga penyelenggara pemilu agar berhati-hati dalam menetapkan sejumlah penyesuaian tahapan, khususnya penganggaran pilkada yang harus matang dan pencairannya harus tepat waktu.
“Saya ingin mengapresiasi seklaigus mengkritisi rapat tertutup kemarin antara Kemendagri, Komisi II dengan penyelenggara pemilu. Apresiasi kami karena mereka mau membahas rapat anggaran untuk pilkada lanjutan sesegera mungkin. Tapi disayangkan rapat tersebut dilaksanakan tertutup, karena masyarakat ingin tahu ketika tahapan pilkada lanjutan dilaksanakan, upaya apa yang dilakukan penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR untuk memberikan rasa aman ketika masyarakat akan berpartisipasi dalam pilkada,” ujar Koordinator Harian KODE Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana saat dihubungi SINDO Media, Kamis (4/6/2020). (Baca juga: Mendagri dan Menko Polhukam Tegaskan Tidak Akan Ada Penundaan Pilkada)
Ihsan juga menyoroti kesepakatan bahwa pemilih di TPS diperkecil hingga 500 pemilih saja. Namun, pakah 500 pemilih ini akan diatur sedemikian rupa kedatangannya sehingga tidak terjadi penumpukan di TPS. Jangan sampai lupa bahwa pemilih mempunyai hak untuk datang ke TPS kapanpun dia mau jadi, sekalipun ada pembatasan di setiap TPS, jika mereka datang bersama-sama, tujuan untuk mengurangi penumpukan orang di TPS tidak akan tercapai.
“Bisa dilihat di pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pilkada 2018, mereka yang tidak dapat undangan memilih, mereka diberi kesempatan jam 12 sampai jam 1, masih ada kerumunan pemilih yang menggunakan KTP di jam-jam tersebut,” jelas Ihsan.
Terkait kekurangan anggaran yang disupport APBN, Ihsan mendapatkan informasi bahwa KPU tidak hanya mengajukan Rp3 triliun saja, dalam rapat kemarin KPU menyodorkan beberapa skema dan salah satunya ada yang sampai Rp5 triliun. Namun, yang harus diperhatikan adalah kemampuan APBN, jangan ketika penambahan anggaran disepakati dengan jumlah nominal tertentu tetapi ketersediaan APBN tidak ada.
Dengan demikian, lanjut dia, pembahasan anggaran ini harus betul-betul dibicarakan karena implikasinya akan mengganggu tahapan dan logistik pilkada. Untuk tahapan, di kondisi normal saja bisa terganggu saat anggaran tidak ada.
Soal logistik, di Pemilu 2019 yang semuanya sudah tercover oleh APBN, ada kendala terkait pendistribusian logistik, ada logistik rusak, logistik kurang dan logistik yang hilang. Pihaknya pun khawatir jika penambahan anggaran disetujui tapi tidak dicairkan tepat waktu sehingga ada keterlambatan logistik ditambah kondisi saat pandemi masih baru masuk masa transisi.
“Kami khawatir penambahan itu tidak akan selesai untuk optimalkan pilkada. Tapi kami apresiasi dengan adanya penambahan anggaran pilkada ini kebutuhan bisa tercover. Jangan sampai mereka menyetujui penambahan anggaran sekian triliun tapi tidak diperhitungkan secara matang atau melalui skema APBN hanya menanggung sebagian, sebagian lagi akan dikembalikan APBD lewat NPHD perubahan,” paparnya.
Karena, dia menjelaskan, saat kondisi normal, NPHD di beberapa daerah ada yang terlambat. Lalu di situasi ini di mana anggaran digunakan untuk COVID-19, mereka dibebankan melakukan perubahan atau penambahan terkait kebutuhan pilkada di saat pandemi ini. Pihaknya juga khawatir bahwa akan penambahan tapi hanya di atas kertas sementara pencairan kosong. Waktu pencairan juga perlu menjadi perhatian, jangan sampai terfokus penambahan anggaran tapi pencairannya luput atau terlambat.
“Jadi, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu pusat harus memastikan APBD yang dianggarkan seluruhnya sudah diterima penyelenggara pemilu daerah dan apakah mereka bisa mendapatkan penambahan. pengalaman, butuh waktu 4 bulan dari proses penganggaran ke pencairan,” terang Ihsan.
Selain itu, Ihsan juga menanggapi soal permintaan DPR dan pemerintah untuk KPU melakukan restrukturisasi anggaran yang mana, melihat kelebihan anggaran di tahapan tertentu agar bisa digunakan untuk tahapan yang kurang. Jangan sampai mereka mengalokasikan anggaran yang lebih untuk tahapan yang anggarannya kurang sementara, mereka tidak tahu anggaran mana yang kekurangan anggaran ataupun kelebihan anggaran. (Baca juga: Ketua KPU Nilai Pilkada Serentak 2020 Tidak Terburu-buru)
“Jangan-jangan mereka belum punya catatan pasti tahapan mana mereka akan memiliki dana yang lebih dan tahapan yang dana yang kurang. Selama ini yang diketahui KPU mengajukan anggaran untuk APD tapi belum ada upaya, wacana, sejauh mana tahapan yang berpotensi kelebihan dana dan tahapan yang kekurangan dana,” pungkasnya.
“Saya ingin mengapresiasi seklaigus mengkritisi rapat tertutup kemarin antara Kemendagri, Komisi II dengan penyelenggara pemilu. Apresiasi kami karena mereka mau membahas rapat anggaran untuk pilkada lanjutan sesegera mungkin. Tapi disayangkan rapat tersebut dilaksanakan tertutup, karena masyarakat ingin tahu ketika tahapan pilkada lanjutan dilaksanakan, upaya apa yang dilakukan penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR untuk memberikan rasa aman ketika masyarakat akan berpartisipasi dalam pilkada,” ujar Koordinator Harian KODE Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana saat dihubungi SINDO Media, Kamis (4/6/2020). (Baca juga: Mendagri dan Menko Polhukam Tegaskan Tidak Akan Ada Penundaan Pilkada)
Ihsan juga menyoroti kesepakatan bahwa pemilih di TPS diperkecil hingga 500 pemilih saja. Namun, pakah 500 pemilih ini akan diatur sedemikian rupa kedatangannya sehingga tidak terjadi penumpukan di TPS. Jangan sampai lupa bahwa pemilih mempunyai hak untuk datang ke TPS kapanpun dia mau jadi, sekalipun ada pembatasan di setiap TPS, jika mereka datang bersama-sama, tujuan untuk mengurangi penumpukan orang di TPS tidak akan tercapai.
“Bisa dilihat di pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pilkada 2018, mereka yang tidak dapat undangan memilih, mereka diberi kesempatan jam 12 sampai jam 1, masih ada kerumunan pemilih yang menggunakan KTP di jam-jam tersebut,” jelas Ihsan.
Terkait kekurangan anggaran yang disupport APBN, Ihsan mendapatkan informasi bahwa KPU tidak hanya mengajukan Rp3 triliun saja, dalam rapat kemarin KPU menyodorkan beberapa skema dan salah satunya ada yang sampai Rp5 triliun. Namun, yang harus diperhatikan adalah kemampuan APBN, jangan ketika penambahan anggaran disepakati dengan jumlah nominal tertentu tetapi ketersediaan APBN tidak ada.
Dengan demikian, lanjut dia, pembahasan anggaran ini harus betul-betul dibicarakan karena implikasinya akan mengganggu tahapan dan logistik pilkada. Untuk tahapan, di kondisi normal saja bisa terganggu saat anggaran tidak ada.
Soal logistik, di Pemilu 2019 yang semuanya sudah tercover oleh APBN, ada kendala terkait pendistribusian logistik, ada logistik rusak, logistik kurang dan logistik yang hilang. Pihaknya pun khawatir jika penambahan anggaran disetujui tapi tidak dicairkan tepat waktu sehingga ada keterlambatan logistik ditambah kondisi saat pandemi masih baru masuk masa transisi.
“Kami khawatir penambahan itu tidak akan selesai untuk optimalkan pilkada. Tapi kami apresiasi dengan adanya penambahan anggaran pilkada ini kebutuhan bisa tercover. Jangan sampai mereka menyetujui penambahan anggaran sekian triliun tapi tidak diperhitungkan secara matang atau melalui skema APBN hanya menanggung sebagian, sebagian lagi akan dikembalikan APBD lewat NPHD perubahan,” paparnya.
Karena, dia menjelaskan, saat kondisi normal, NPHD di beberapa daerah ada yang terlambat. Lalu di situasi ini di mana anggaran digunakan untuk COVID-19, mereka dibebankan melakukan perubahan atau penambahan terkait kebutuhan pilkada di saat pandemi ini. Pihaknya juga khawatir bahwa akan penambahan tapi hanya di atas kertas sementara pencairan kosong. Waktu pencairan juga perlu menjadi perhatian, jangan sampai terfokus penambahan anggaran tapi pencairannya luput atau terlambat.
“Jadi, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu pusat harus memastikan APBD yang dianggarkan seluruhnya sudah diterima penyelenggara pemilu daerah dan apakah mereka bisa mendapatkan penambahan. pengalaman, butuh waktu 4 bulan dari proses penganggaran ke pencairan,” terang Ihsan.
Selain itu, Ihsan juga menanggapi soal permintaan DPR dan pemerintah untuk KPU melakukan restrukturisasi anggaran yang mana, melihat kelebihan anggaran di tahapan tertentu agar bisa digunakan untuk tahapan yang kurang. Jangan sampai mereka mengalokasikan anggaran yang lebih untuk tahapan yang anggarannya kurang sementara, mereka tidak tahu anggaran mana yang kekurangan anggaran ataupun kelebihan anggaran. (Baca juga: Ketua KPU Nilai Pilkada Serentak 2020 Tidak Terburu-buru)
“Jangan-jangan mereka belum punya catatan pasti tahapan mana mereka akan memiliki dana yang lebih dan tahapan yang dana yang kurang. Selama ini yang diketahui KPU mengajukan anggaran untuk APD tapi belum ada upaya, wacana, sejauh mana tahapan yang berpotensi kelebihan dana dan tahapan yang kekurangan dana,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda