Kemal Ataturk Tidak Sebanding Soekarno
Kamis, 21 Oktober 2021 - 06:00 WIB
Sementara Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak menghendaki sekularisme (apalagi ateisme) tapi juga tidak menghendaki agama apapun untuk dijadikan sebagai dasar bernegara. Artinya Kemal Ataturk adalah sosok yang tidak dikehendaki oleh Indonesia yang memahami agama sebagai bagian penting dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, siapa sesungguhnya yang menentukan nama tokoh yang akan dipakai sebagai nama jalan? Apakah Indonesia yang mengusulkan? Atau pihak Turki sendiri yang mengusulkan?
Kalau seandainya Indonesia yang mengusulkan, kira-kira latar belakang pemikirannya apa? Apa yang ingin dituju dengan menjadikan Ataturk sebagai tokoh yang begitu besar hingga dijadikan nama jalan? Tidakkah keputusan (pemilihan) ini bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia?
Kalau sekiranya pihak Pemerintah Turki yang memilih, lalu apa pula latar belakangnya? Apakah ini sebuah konfirmasi bahwa pemerintahan Erdogan mulai panik dengan menguatnya oposisi sejak pecah dengan kelompok Fethullah Gulen?
Ada kecurigaan bahwa ketika seseorang terlalu disanjung, bahkan beberapa pihak di Indonesia akan kerasukan perasaan heroisme (kepahlawanan). Khawatirnya (semoga tidak) Erdogan mulai kemasukan perasaan itu. Selain itu harus dipahami bahwa Erdogan adalah politisi yang tentunya punya ambisi pribadi, kelompok, dan kepentingan nasionalnya. Salah satu kepentingan Turki adalah menjaga keanggotaannya di organisasi NATO.
Ketiga, terlepas dari siapa pun yang memilih nama dan nama siapa pun yang dipilih, kira-kira apa yang akan dituju dari penamaan itu? Negatif mind (pemikiran negatif) saya mengatakan jangan-jangan ini bagian dari konspirasi untuk semakin menguatkan sekularisme di negara Muslim terbesar dunia. Sehingga sesungguhnya ini adalah bagian dari “Islamophobia” global untuk semakin memarjibalkan nilai-nilai Islam (agama) dalam kehidupan publik.
Kalau sekiranya saya benar, tentu ini paradoks dengan apa yang lumayan bagus sedang dikembangkan oleh pemerintahan RI saat ini. Salah satunya adalah menggalakkan berbagai insitusi yang berdasar syariah, termasuk keuangan, perbankan, dan ekonomi syariah secara umum. Bahkan Bung Menteri Sandiaga Uno sedang menggalakkan pariwisata yang berbasis syariah.
Karenanya jangan sampai hal sepele ini memberi ruang bagi publik untuk menguak kebijakan paradoks pemerintah. Di satu sisi menggemborkan kata syariah dalam kegiatan ekonomi. Tapi di sisi lain ingin menghadirkan imej jika Islam (Syariah) itu antinegara. Sebagaimana Ataturk pernah melakukan di masanya.
Membandingkan Kemal Ataturk dengan Soekarno
Hal lain yang menjadi catatan adalah bahwa Kemal Ataturk dan Soekarno tidak dapat disandingkan. Walaupun karena dorongan situasi politik saat itu Soekarno pernah mengembangkan filsafat politik gado-gado (nasionalisme, agama, dan komunisme). Tapi Soekarno tetap yakin dengan urgensi agama dalam Kehidupan publik (berbangsa dan bernegara). Sementara Kemal Ataturk tidak saja antiagama tapi menghancurkan segala hal yang dianggap berbau agama.
Kedua, siapa sesungguhnya yang menentukan nama tokoh yang akan dipakai sebagai nama jalan? Apakah Indonesia yang mengusulkan? Atau pihak Turki sendiri yang mengusulkan?
Kalau seandainya Indonesia yang mengusulkan, kira-kira latar belakang pemikirannya apa? Apa yang ingin dituju dengan menjadikan Ataturk sebagai tokoh yang begitu besar hingga dijadikan nama jalan? Tidakkah keputusan (pemilihan) ini bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia?
Kalau sekiranya pihak Pemerintah Turki yang memilih, lalu apa pula latar belakangnya? Apakah ini sebuah konfirmasi bahwa pemerintahan Erdogan mulai panik dengan menguatnya oposisi sejak pecah dengan kelompok Fethullah Gulen?
Ada kecurigaan bahwa ketika seseorang terlalu disanjung, bahkan beberapa pihak di Indonesia akan kerasukan perasaan heroisme (kepahlawanan). Khawatirnya (semoga tidak) Erdogan mulai kemasukan perasaan itu. Selain itu harus dipahami bahwa Erdogan adalah politisi yang tentunya punya ambisi pribadi, kelompok, dan kepentingan nasionalnya. Salah satu kepentingan Turki adalah menjaga keanggotaannya di organisasi NATO.
Ketiga, terlepas dari siapa pun yang memilih nama dan nama siapa pun yang dipilih, kira-kira apa yang akan dituju dari penamaan itu? Negatif mind (pemikiran negatif) saya mengatakan jangan-jangan ini bagian dari konspirasi untuk semakin menguatkan sekularisme di negara Muslim terbesar dunia. Sehingga sesungguhnya ini adalah bagian dari “Islamophobia” global untuk semakin memarjibalkan nilai-nilai Islam (agama) dalam kehidupan publik.
Kalau sekiranya saya benar, tentu ini paradoks dengan apa yang lumayan bagus sedang dikembangkan oleh pemerintahan RI saat ini. Salah satunya adalah menggalakkan berbagai insitusi yang berdasar syariah, termasuk keuangan, perbankan, dan ekonomi syariah secara umum. Bahkan Bung Menteri Sandiaga Uno sedang menggalakkan pariwisata yang berbasis syariah.
Karenanya jangan sampai hal sepele ini memberi ruang bagi publik untuk menguak kebijakan paradoks pemerintah. Di satu sisi menggemborkan kata syariah dalam kegiatan ekonomi. Tapi di sisi lain ingin menghadirkan imej jika Islam (Syariah) itu antinegara. Sebagaimana Ataturk pernah melakukan di masanya.
Membandingkan Kemal Ataturk dengan Soekarno
Hal lain yang menjadi catatan adalah bahwa Kemal Ataturk dan Soekarno tidak dapat disandingkan. Walaupun karena dorongan situasi politik saat itu Soekarno pernah mengembangkan filsafat politik gado-gado (nasionalisme, agama, dan komunisme). Tapi Soekarno tetap yakin dengan urgensi agama dalam Kehidupan publik (berbangsa dan bernegara). Sementara Kemal Ataturk tidak saja antiagama tapi menghancurkan segala hal yang dianggap berbau agama.
Lihat Juga :
tulis komentar anda