Kemal Ataturk Tidak Sebanding Soekarno
Kamis, 21 Oktober 2021 - 06:00 WIB
Di arena internasional Soekarno jelas sepak terjangnya. Keberanian dan kemampuannya yang didukung kharisma yang tinggi di mata tokoh-tokoh dunia menjadikannya mampu menjadi tokoh yang dihormati dan disegani. Salah satu peninggalan sejarah Soekarno dalam hubungan gobal adalah Gerakan Non Blok (Non Align Movement) atau organisasi negara-negara Asia-Afrika. Hingga kini GNB adalah sub-organisasi terbesar setelah PBB dalam tatanan dunia global kita.
Sementara Ataturk gagal dalam dan luar negeri. Dalam negeri Turki sejak masanya tidak mengalami kemajuan, bahkan dalam demokrasi dan perpolitikan. Karena sejak Ataturk berkuasa kekuatan politik tidak pernah murni di tangan rakyat. Justru kekuasaan ada di tangan militer. Demikian pula perekonomian Turki amburadul dengan segala potensi yang dimilikinya.
Barangkali “embarrassment” (rasa malu) terbesar Ataturk adalah kegagalan memasukkan Turki sebagai anggota NATO. Padahal telah menjual harga diri ke anggota NATO untuk diterima menjadi bagian dari mereka. Justru Turki diterima jadi anggota NATO di saat Erdogan menjadi penguasa negeri itu. Hal ini menjadi catatan penting bahwa dalam hal urusan internasional (global matters) Ataturk tidak sebanding dengan Soekarno.
Semua ini harusnya menjadi dasar pemikiran bagi semua agar tidak mengambil sebuah langkah yang tidak perlu. Bahkan keputusan memakai nama Ataturk sebagai nama jalan di Menteng, kawasan yang bergengsi di Ibu Kota negara dapat dicurigai sebagai upaya merongrong semangat beragama di negeri tercinta.
Tragisnya, jangan-jangan ini menjadi bagian dari pelemahan nilai Pancasila di balik slogan: Saya Pancasila!
Semoga tidak!
Sementara Ataturk gagal dalam dan luar negeri. Dalam negeri Turki sejak masanya tidak mengalami kemajuan, bahkan dalam demokrasi dan perpolitikan. Karena sejak Ataturk berkuasa kekuatan politik tidak pernah murni di tangan rakyat. Justru kekuasaan ada di tangan militer. Demikian pula perekonomian Turki amburadul dengan segala potensi yang dimilikinya.
Barangkali “embarrassment” (rasa malu) terbesar Ataturk adalah kegagalan memasukkan Turki sebagai anggota NATO. Padahal telah menjual harga diri ke anggota NATO untuk diterima menjadi bagian dari mereka. Justru Turki diterima jadi anggota NATO di saat Erdogan menjadi penguasa negeri itu. Hal ini menjadi catatan penting bahwa dalam hal urusan internasional (global matters) Ataturk tidak sebanding dengan Soekarno.
Semua ini harusnya menjadi dasar pemikiran bagi semua agar tidak mengambil sebuah langkah yang tidak perlu. Bahkan keputusan memakai nama Ataturk sebagai nama jalan di Menteng, kawasan yang bergengsi di Ibu Kota negara dapat dicurigai sebagai upaya merongrong semangat beragama di negeri tercinta.
Tragisnya, jangan-jangan ini menjadi bagian dari pelemahan nilai Pancasila di balik slogan: Saya Pancasila!
Semoga tidak!
(kri)
tulis komentar anda