Pengamat: Penangkapan Azis Syamsuddin Tingkatkan Kepercayaan Publik pada KPK
Rabu, 29 September 2021 - 20:02 WIB
JAKARTA - Kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurun drastis. Berdasarkan hasil survei persepsi publik pada bulan September 2021 oleh Indikator Politik Indonesia, angka kepercayaan publik kepada KPK berada pada urutan keempat.
Setelah TNI, Presiden, dan Polri, KPK hanya mendapat poin 65% tingkat kepercayaan. Sedangkan 26% menyatakan sedikit percaya, 4% tidak percaya, dan 5% tidak menjawab.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Nasional (Unas) Yudha Akbar Pally mengatakan survei persepsi publik terbaru dari Indikator Politik Indonesia harus menjadi cambuk bagi KPK untuk meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi. Suka atau tidak suka KPK sepatutnya cemburu dengan keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang pada semester pertama 2021 ini telah berhasil menyelamatkan uang negara setidaknya Rp26,1 triliun dan menangani 151 kasus tindak pidana korupsi atau 53% dari target 285 kasus.
"Dalam penanganan itu, sebanyak 363 orang telah ditetapkan sebagai tersangka termasuk di antaranya mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (29/9/2021).
Menurutnya, kompetisi sehat antara lembaga pemberantas korupsi baik KPK, Kejagung maupun Polri harus dipertajam dan menjadi landasan grand design pemberantasan korupsi yang tetap bersandar kepada kolaborasi sinergis dengan tujuan mulia yang sama, dengan persepsi publik dan masyarakat sipil yang menjadi “hakim” mengadili prestasi mereka.
"KPK tidak perlu berkecil hati meskipun catatan kinerja pada semester pertama 2021 tidak mentereng. Penyelamatan uang negara Rp331 miliar dan mengeksekusi 35 target termasuk Wakil Ketua dan Anggota DPR RI, beberapa kepala daerah dan pihak swasta mungkin masih terlihat capaian yang kecil," jelasnya.
Namun terlepas dari itu, dia menilai KPK patut berbangga dengan penangkapan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin pada akhir pekan lalu. Penangkapan ini meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa algojo pemberantasan korupsi tidak pandang bulu, bahkan untuk seorang tokoh nasional yang saat ini sedang menjabat di salah satu lembaga tinggi negara.
"Tindakan KPK ini pun sepatutnya memberikan pelajaran berharga kepada masyarakat untuk hati-hati dalam memilih wakil rakyat. Lihat track recordnya dan kawal terus kinerjanya. Kalau tersangkut pidana apalagi koruptif, hukum saja mereka dengan tidak memilih mereka pada pemilu selanjutnya," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, fakta bahwa pekerjaan rumah KPK masih banyak adalah benar adanya. Dia berpendapat masalah TWK KPK, penyelesaian kasus korupsi kelas kakap seperti e-KTP, BLBI, dll adalah sebagian dari banyak hal yang perlu dibenahi.
Namun, perlu diapresiasi pula upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK saat ini. Seingat dirinya, saat ini KPK tengah melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 sebagai bagian dari kegiatan pencegahan korupsi untuk memperkuat perencanaan dan evaluasi kegiatan pencegahan korupsi bagi kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
"SPI 2021 dilakukan secara masif pada 542 pemerintah daerah dan 95 kementerian/lembaga dengan metode e-SPI (online survei). Jadi, tetaplah bekerja KPK, dari hulu sampai hilir, dari pencegahan hingga penangkapan. Jadikan persepsi publik pembakar semangat berbenah diri," tutupnya.
Setelah TNI, Presiden, dan Polri, KPK hanya mendapat poin 65% tingkat kepercayaan. Sedangkan 26% menyatakan sedikit percaya, 4% tidak percaya, dan 5% tidak menjawab.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Nasional (Unas) Yudha Akbar Pally mengatakan survei persepsi publik terbaru dari Indikator Politik Indonesia harus menjadi cambuk bagi KPK untuk meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi. Suka atau tidak suka KPK sepatutnya cemburu dengan keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang pada semester pertama 2021 ini telah berhasil menyelamatkan uang negara setidaknya Rp26,1 triliun dan menangani 151 kasus tindak pidana korupsi atau 53% dari target 285 kasus.
"Dalam penanganan itu, sebanyak 363 orang telah ditetapkan sebagai tersangka termasuk di antaranya mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (29/9/2021).
Menurutnya, kompetisi sehat antara lembaga pemberantas korupsi baik KPK, Kejagung maupun Polri harus dipertajam dan menjadi landasan grand design pemberantasan korupsi yang tetap bersandar kepada kolaborasi sinergis dengan tujuan mulia yang sama, dengan persepsi publik dan masyarakat sipil yang menjadi “hakim” mengadili prestasi mereka.
"KPK tidak perlu berkecil hati meskipun catatan kinerja pada semester pertama 2021 tidak mentereng. Penyelamatan uang negara Rp331 miliar dan mengeksekusi 35 target termasuk Wakil Ketua dan Anggota DPR RI, beberapa kepala daerah dan pihak swasta mungkin masih terlihat capaian yang kecil," jelasnya.
Namun terlepas dari itu, dia menilai KPK patut berbangga dengan penangkapan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin pada akhir pekan lalu. Penangkapan ini meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa algojo pemberantasan korupsi tidak pandang bulu, bahkan untuk seorang tokoh nasional yang saat ini sedang menjabat di salah satu lembaga tinggi negara.
"Tindakan KPK ini pun sepatutnya memberikan pelajaran berharga kepada masyarakat untuk hati-hati dalam memilih wakil rakyat. Lihat track recordnya dan kawal terus kinerjanya. Kalau tersangkut pidana apalagi koruptif, hukum saja mereka dengan tidak memilih mereka pada pemilu selanjutnya," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, fakta bahwa pekerjaan rumah KPK masih banyak adalah benar adanya. Dia berpendapat masalah TWK KPK, penyelesaian kasus korupsi kelas kakap seperti e-KTP, BLBI, dll adalah sebagian dari banyak hal yang perlu dibenahi.
Namun, perlu diapresiasi pula upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK saat ini. Seingat dirinya, saat ini KPK tengah melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 sebagai bagian dari kegiatan pencegahan korupsi untuk memperkuat perencanaan dan evaluasi kegiatan pencegahan korupsi bagi kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
"SPI 2021 dilakukan secara masif pada 542 pemerintah daerah dan 95 kementerian/lembaga dengan metode e-SPI (online survei). Jadi, tetaplah bekerja KPK, dari hulu sampai hilir, dari pencegahan hingga penangkapan. Jadikan persepsi publik pembakar semangat berbenah diri," tutupnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda