Dana Abadi Dorong Peran Kekinian Pesantren
Kamis, 23 September 2021 - 06:40 WIB
"Di sini lah terjadinya pasang surut perkembangan pondok pesantren. Pada masa orde baru dana pembinaan pesantren diperoleh dari pemerintahan terkait, mulai dari pemerintahan puat hingga daerah," tuturnya.
Barulah pada 1975, muncul gagasan untuk mengembangkan pondok pesantren dengan model baru. Lahirlah Pondok Karya Pembangunan, Pondok Modern, Islamic Center, dan Pondok Pesantren Pembangunan. Akan tetapi menurutnya, pada saat itu pondok pesantren mengalami kesulitan dalam pembinaan karena tidak adanya kiai yang karismatik yang bisa memberi bimbingan dan teladan pada santrinya.
Kemudian banyak pesantren yang mendirikan sekolah umum dengan kurikulum sekolah umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 03 tahun 1975, menetapkan mata pelajaran umum sekurang-kurangnya sebanyak 70% dari seluruh kurikulum madrasah. Banyak juga madrasah yang mendirikan perguruan tinggi seperti pesantren As-Syafi'iyah dan pesantren at-Tahiriyah.
Jadi sangat terlihat bagaimana peran pesantern tidak hanya menjadi lembaga pendidikan tetapi lembaga keagamaan yang menjadi basis perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Seperti pada masa kolonial dahulu, anak-anak yang disekolahkan di pesantren dipersiapkan menjadi ulama atau menekuni agama. Saat ini lebih pragmatis, banyak orang tua yang mencari lingkungan yang kondusif dan aman untuk perkembangan anaknya.
"Menjadi generasi yang idialis dahulu, namun dengan demikian mereka melihat pesantren merupakan tempat yang paling aman untuk memberikan anak mereka, terutama dari pengaruh lingkungan yang serba permisif saat ini,"ucapnya.
Baca juga: UEA Gelontorkan Rp144 Triliun ke Dana Abadi SWF, Luhut: Bukti Kepercayaan ke RI Tinggi
Ia pun melanjutkan terlebih sejak adanya surat keterangan (SK) Menteri, sehingga anak pesantren bukan lagi meneruskan pendidikannya ke jenjang agama. Mereka juga bisa ke berbagai perguruan tinggi di berbagai fakultas yang umum atau mereka pilih.
"Saat ini kita melihat pesantren-pesantren sudah dimoderenisir bukan hanya pengelolaannya, tapi juga berbagai bidang studi dikembangkan di sana. Sehingga pesantren betul-betul menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk memilih lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka," jelasnya.
Senada, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Abdul Mu'ti mengatakan peran pesantren sangat besar dalam membentuk subkultur dari budaya bangsa Indonesia. "Memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam perkembangan kultur dan peradaban bangsa Indonesia, sebab tidak hanya membangun dalam bidang keagamaan melainkan proses pendidikan, sumber daya manusia dan lainnya," tambahnya.
Sebagai institusi pendidikan Islam tradisional, pesantren sudah sejak lama bertahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Indonesia, hal ini menandakan adanya kekuatan dan keberpengaruhan pesantren terhadap budaya Indonesia serta menunjukkan tidak ada pertentangan kebudayaan.
Barulah pada 1975, muncul gagasan untuk mengembangkan pondok pesantren dengan model baru. Lahirlah Pondok Karya Pembangunan, Pondok Modern, Islamic Center, dan Pondok Pesantren Pembangunan. Akan tetapi menurutnya, pada saat itu pondok pesantren mengalami kesulitan dalam pembinaan karena tidak adanya kiai yang karismatik yang bisa memberi bimbingan dan teladan pada santrinya.
Kemudian banyak pesantren yang mendirikan sekolah umum dengan kurikulum sekolah umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 03 tahun 1975, menetapkan mata pelajaran umum sekurang-kurangnya sebanyak 70% dari seluruh kurikulum madrasah. Banyak juga madrasah yang mendirikan perguruan tinggi seperti pesantren As-Syafi'iyah dan pesantren at-Tahiriyah.
Jadi sangat terlihat bagaimana peran pesantern tidak hanya menjadi lembaga pendidikan tetapi lembaga keagamaan yang menjadi basis perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Seperti pada masa kolonial dahulu, anak-anak yang disekolahkan di pesantren dipersiapkan menjadi ulama atau menekuni agama. Saat ini lebih pragmatis, banyak orang tua yang mencari lingkungan yang kondusif dan aman untuk perkembangan anaknya.
"Menjadi generasi yang idialis dahulu, namun dengan demikian mereka melihat pesantren merupakan tempat yang paling aman untuk memberikan anak mereka, terutama dari pengaruh lingkungan yang serba permisif saat ini,"ucapnya.
Baca juga: UEA Gelontorkan Rp144 Triliun ke Dana Abadi SWF, Luhut: Bukti Kepercayaan ke RI Tinggi
Ia pun melanjutkan terlebih sejak adanya surat keterangan (SK) Menteri, sehingga anak pesantren bukan lagi meneruskan pendidikannya ke jenjang agama. Mereka juga bisa ke berbagai perguruan tinggi di berbagai fakultas yang umum atau mereka pilih.
"Saat ini kita melihat pesantren-pesantren sudah dimoderenisir bukan hanya pengelolaannya, tapi juga berbagai bidang studi dikembangkan di sana. Sehingga pesantren betul-betul menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk memilih lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka," jelasnya.
Senada, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Abdul Mu'ti mengatakan peran pesantren sangat besar dalam membentuk subkultur dari budaya bangsa Indonesia. "Memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam perkembangan kultur dan peradaban bangsa Indonesia, sebab tidak hanya membangun dalam bidang keagamaan melainkan proses pendidikan, sumber daya manusia dan lainnya," tambahnya.
Sebagai institusi pendidikan Islam tradisional, pesantren sudah sejak lama bertahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Indonesia, hal ini menandakan adanya kekuatan dan keberpengaruhan pesantren terhadap budaya Indonesia serta menunjukkan tidak ada pertentangan kebudayaan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda