Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahunan Puisi Esai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seni bukan hanya cermin realitas, tetapi juga cahaya yang mengubahnya. Denny JA mengungkapkan kutipan tersebut sebagai salah satu alasan menghibahkan dana abadi demi kelangsungan Festival Tahunan Puisi Esai.
Dengan dana abadi ini, Festival Puisi Esai diharapkan dapat berlangsung hingga 50 tahun ke depan, bahkan lebih. Menurut Denny, sastra merupakan sebuah paradoks.
"Para pembaca sastra cenderung lebih memahami penderitaan orang lain, lebih peka terhadap keragaman identitas, dan lebih peduli terhadap ketidakadilan," ujar Denny JA, Kamis (21/11/2024).
Namun, di sisi lain komunitas sastra jangka panjang tidak dapat bertahan hanya dengan mengandalkan hukum pasar. Seni membutuhkan dukungan dan sastra membutuhkan uluran tangan untuk memastikan bahwa panggungnya tetap ada.
Denny terinspirasi oleh tokoh-tokoh besar dalam sejarah yang mendirikan lembaga budaya dengan dana abadi. Andrew Carnegie, misalnya, mendirikan ribuan perpustakaan untuk mencerdaskan masyarakat.
Alfred Nobel mendanai penghargaan sastra dan ilmiah dengan dana abadinya, memberikan pengakuan tertinggi bagi para penulis dan kreator dunia.
Ruth Lilly, melalui The Poetry Foundation, menyelamatkan puisi dengan dana besar, memastikan keberlanjutannya dalam sejarah sastra.
Denny meyakini bahwa puisi esai sebagai genre yang menggabungkan puisi dengan fakta sosial perlu terus dilestarikan. Puisi esai menyampaikan kisah nyata tentang isu-isu penting seperti hak asasi manusia, ketidakadilan, marginalisasi, dan identitas sosial, dengan catatan kaki yang menghubungkan estetika puisi dengan kenyataan sosial.
"Festival Puisi Esai Jakarta bukan hanya sebagai panggung seni, tetapi juga sebagai ruang refleksi bagi masyarakat, mempertemukan penulis untuk berbagi pengalaman dan menginspirasi satu sama lain," tuturnya.
Denny JA menuturkan setiap festival memotret isu-isu penting yang dihadapi masyarakat dan mengedukasi publik tentang persoalan sosial melalui seni. Ketika isu-isu tersebut disampaikan dengan keindahan puisi, masyarakat lebih mudah memahami dan tergerak untuk bertindak.
Dengan dana abadi ini, Festival Puisi Esai diharapkan dapat berlangsung hingga 50 tahun ke depan, bahkan lebih. Menurut Denny, sastra merupakan sebuah paradoks.
"Para pembaca sastra cenderung lebih memahami penderitaan orang lain, lebih peka terhadap keragaman identitas, dan lebih peduli terhadap ketidakadilan," ujar Denny JA, Kamis (21/11/2024).
Namun, di sisi lain komunitas sastra jangka panjang tidak dapat bertahan hanya dengan mengandalkan hukum pasar. Seni membutuhkan dukungan dan sastra membutuhkan uluran tangan untuk memastikan bahwa panggungnya tetap ada.
Denny terinspirasi oleh tokoh-tokoh besar dalam sejarah yang mendirikan lembaga budaya dengan dana abadi. Andrew Carnegie, misalnya, mendirikan ribuan perpustakaan untuk mencerdaskan masyarakat.
Alfred Nobel mendanai penghargaan sastra dan ilmiah dengan dana abadinya, memberikan pengakuan tertinggi bagi para penulis dan kreator dunia.
Ruth Lilly, melalui The Poetry Foundation, menyelamatkan puisi dengan dana besar, memastikan keberlanjutannya dalam sejarah sastra.
Denny meyakini bahwa puisi esai sebagai genre yang menggabungkan puisi dengan fakta sosial perlu terus dilestarikan. Puisi esai menyampaikan kisah nyata tentang isu-isu penting seperti hak asasi manusia, ketidakadilan, marginalisasi, dan identitas sosial, dengan catatan kaki yang menghubungkan estetika puisi dengan kenyataan sosial.
"Festival Puisi Esai Jakarta bukan hanya sebagai panggung seni, tetapi juga sebagai ruang refleksi bagi masyarakat, mempertemukan penulis untuk berbagi pengalaman dan menginspirasi satu sama lain," tuturnya.
Denny JA menuturkan setiap festival memotret isu-isu penting yang dihadapi masyarakat dan mengedukasi publik tentang persoalan sosial melalui seni. Ketika isu-isu tersebut disampaikan dengan keindahan puisi, masyarakat lebih mudah memahami dan tergerak untuk bertindak.