Penjelasan Uji Materi UU Penyiaran ke MK Terkait Siaran Berbasis Internet
Minggu, 31 Mei 2020 - 17:14 WIB
JAKARTA - Judicial Review (JR) atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilakukan oleh stasiun televisi RCTI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
(Baca juga: Uji Materi ke MK, Siaran Berbasis Internet Diharapkan Ikuti UU Penyiaran)
Tujuan dari uji materi ini menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet, tanpa kecuali (lokal maupun asing). dengan sudut pandang hukum melalui UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, Pasal 1, Ayat 2, yang tertulis;
"Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran," demikin bunyi pasal tersebut, Minggu (31/5/2020).
(Baca juga: Soal New Normal, Pemerintah Diminta Belajar dari Korea Selatan)
Dengan tegas disebutkan bahwa 'menggunakan spektrum frekuensi radio', semua tanyangan video berbasis internet (OTT, media sosial, dll) menggunakan spektrum frekuensi radio. Tayangan lewat mobile menggunakan spektrum frekuensi radio. Tayangan lewat wifi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz.
Kesimpulan dan UU Nomor 32/2002 dapat dipergunakan sebagai pijakan untuk mengatur tayangan video berbasis internet. Tanpa ada spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis internet tidak dapat ditransmisikan sehingga tidak dapat ditonton.
Mengenai sudut pandang idealisme, jika JR dikabulkan maka isi tayangan video berbasis internet dapat diatur, berbeda dengan saat ini yang berjalan bebas tanpa melalui sensor dan seringkali tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Jika JR dikabulkan, maka kualitas isi siaran/video berbasis internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoax) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI," sebutnya.
(Baca juga: Uji Materi ke MK, Siaran Berbasis Internet Diharapkan Ikuti UU Penyiaran)
Tujuan dari uji materi ini menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet, tanpa kecuali (lokal maupun asing). dengan sudut pandang hukum melalui UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, Pasal 1, Ayat 2, yang tertulis;
"Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran," demikin bunyi pasal tersebut, Minggu (31/5/2020).
(Baca juga: Soal New Normal, Pemerintah Diminta Belajar dari Korea Selatan)
Dengan tegas disebutkan bahwa 'menggunakan spektrum frekuensi radio', semua tanyangan video berbasis internet (OTT, media sosial, dll) menggunakan spektrum frekuensi radio. Tayangan lewat mobile menggunakan spektrum frekuensi radio. Tayangan lewat wifi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz.
Kesimpulan dan UU Nomor 32/2002 dapat dipergunakan sebagai pijakan untuk mengatur tayangan video berbasis internet. Tanpa ada spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis internet tidak dapat ditransmisikan sehingga tidak dapat ditonton.
Mengenai sudut pandang idealisme, jika JR dikabulkan maka isi tayangan video berbasis internet dapat diatur, berbeda dengan saat ini yang berjalan bebas tanpa melalui sensor dan seringkali tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Jika JR dikabulkan, maka kualitas isi siaran/video berbasis internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoax) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI," sebutnya.
tulis komentar anda