Serangan 9/11, Amerika dan Taliban

Jum'at, 10 September 2021 - 14:10 WIB
Kekuasaan Afghanistan yang terbentuk atas dasar Shariah “versi mereka saat itu” sangat kaku, sempit dan tidak menunjukkan “muruunah” (elastisitas) ajaran Islam yang sesungguhnya. Tentu situasi ini dipergunakan oleh pihak lain untuk membangun persepsi yang buruk tentang Taliban itu sendiri.

Kehadiran Amerika di Afghanistan pun bukan lagi sekedar memburu Osama bin Laden. Tapi untuk meruntuhkan kekuasaan Taliban. Amerika berhasil menggeser Taliban dari pusat pemerintahan di Kabul. Sekaligus berhasil membentuk pemerintahan bonekanya melalui representasinya di Afghanistan, Zalmay Khalilzad. Zalmay Khalilzad adalah warga negara Amerika yang memang keturunan Afghanistan.

Taliban sendiri tidak pernah berhenti bergerak dan berjuang untuk kembali menguasasi Afghanistan. Walaupun dikategorikan sebagai gerakan teroris oleh Amerika, bahkan beberapa petingginya ditangkap dan dipenjara di Guantanamo (termasuk Baradar yang saat ini jadi Wakil Presidennya), kenyataannya Taliban tetap eksis.

Amerika sendiri dalam perjalanannya menghadapi berbagai multi krisis. Selain peerangan di Afghanistan dengan biaya yang luar biasa besarnya. Juga beberapa tahun kemudian dengan alasan yang diada-diada kembali menyerang Irak dan menjatuhkan Saddam Husain. Irak menjadi hancur berkeping mengikut jejak Afghanistan.

Demikianlah dari tahun ke tahun Amerika semakin bingun dengan sendirinya. Apa yang harus diperbuat. Menarik pasukan berarti dengan sendirinya mengakui kemenangan Taliban. Jika tidak Amerika juga sadar bahwa permasalahan ekonomi dalam negeri semakin terasa.

Setiap harinya Amerika harus mengeluarkan sekitar USD300 juta. Dalam masa dua puluh tahun Amerika telah menghabiskan sekitar USD2 triliun. Belum lagi ribuan tentara Amerika yang mati, dan ribuan lainnya yang luka-luka.

Intinya Amerika merasa maju mundur akan tertampar (kena). Hingga sekitar lima tahun silam terpilihlah seorang Presiden yang secara ekonomi sangat sensitif, tapi juga kebal muka. Di masanyalah Amerika mulai melakukan negosiasi kembali dengan Kelompok Taliban melalui mediasi Qatar. Dan puncaknya Amerika memutuskan menyetujui tuntutan Taliban untuk mereka angkat kaki dari bumi Afghanistan.

Ketika Presiden Biden terpilih tentu tidak ada lagi alasan untuk tetap bertahan di Afganistan. Selain kerugian dan kekalahan itu nyata, juga Biden harus melaksanakan persetujuan yang telah ditanda tangani oleh pemerintahan sebelumnya. Militer Amerika pun hengkang dari Afghanistan di akhir Agustus tahun 2021 ini.

Banyak pihak, termasuk Amerika sendiri tidak menyangka bahwa Afghanistan akan begitu mudah dan cepat terjatuh ke tangan Taliban. Bahkan boleh jadi ada pihak yang ingin melihat kembali perang Saudara kerkecamuk di Afghanistan pascapenarikan pasukan Amerika.

Kenyataan berkata lain. Dalam waktu singkat Taliban menguasai daerah-daerah Afghanistan, dari satu propensi ke propensi lainnya. Hingga sebelum berakhir masa eksodus tentara Amerika pun ibu kota dan istana pemerintahan Kabul telah jatuh ke tangan Taliban. Presiden Ghani dan jajarannya melarikan diri ke negara-negara yang bisa memberikan perlindungan.

Ada beberapa perkiraan alasan Kenapa Taliban begitu cepat menguasasi Afghanistan. Tapi dua hal yang paling dominan adalah, satu karena memang mayoritas warga Afghanistan senang Taliban atau minimal tidak senang dengan pemerintahan boneka Amerika. Dua, pemerintahan boneka tidak pernah memiliki loyalitas dan komitmen. Pemerintahan bentukan orang lain pastinya rapuh dan mudah jatuh.

Dengan kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan tentu menjadi ujian tersendiri. Ujian bagi Taliban untuk membuktikan bahwa mereka memang hadir untuk memberikan solusi bagi negara dan bangsanya dari pertumpahan darah dan kemiskinan yang tiada akhir. Bahwa dengan komitmen transformasi Taliban hadir dengan wajah dan karakter pemerintahan yang berbeda dari yang dihadirkan 20 tahun lalu.

Tapi ujian terbesar sesungguhnya adalah untuk dunia, khususnya Dunia Barat dan Amerika sendiri. Amerika yang telah melakukan persetujuan dengan Taliban melalui Qatar Agreement. Kini Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan yang juga berarti Amerika menyerahkan kembali kekuasaan itu.

Masalahnya kenapa Amerika dan dunia Barat nampak ragu dan malu-malu mengakui eksistensi Taliban sebagai penguasa resmi Afghanistan? Bahkan dengan segala cara berusaha menghalang-halangi agar Taliban menuntaskan jalan mereka untuk membentuk pemerintahan yang sah di Afghanistan?

Kalau sekiranya Amerika dan dunia Barat jujur untuk memperkuat demokratisasi di Afganistan pastinya mereka menempatkan diri sebagai mentor yang menampakkan keteladanan dalam demokrasi dan HAM. Bukan hadir memaksakan kehendak dan kekerasan atas nama demokrasi.

Akhirnya Afghanistan dan pemerintah Taliban memang menjadi ujian tersendiri bagi dunia. Ujian kejujuran dalam Demokrasi dan keadilan universal. Betapa dunia tanpa malu seringkali menafsirkan demokrasi dan keadilan universal berdasarkan kepada kepentingan dan hawa nafsu sendiri.

Islam pun mengajarkan ‘jika anda tidak lagi malu maka berbuatlah sesuka egomu’.

Jangan memalukan, man!

Give them a chance, man!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More