Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat
Minggu, 31 Mei 2020 - 09:15 WIB
JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah dijalankan di beberapa daerah sebenarnya cukup efektif meredam penyebaran virus Sars Cov-II . Masalahnya, ada pada konsistensi pengambil kebijakan, penafsiran penegakan kebijakan, dan tekanan psikologis masyarakat.
Pakar Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ridwan Amirudin mengatakan kebijakan yang dikeluarkan antarlembaga pemerintah tidak solid. Pernah terjadi kebijakan kesehatan dan transportasi berbeda. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
“Penegakan kebijakan PSBB sering ditafsirkan berbeda antara penyelenggara (negara). Masyarakat mengalami tekanan psikologis tanpa solusi tepat, terutama kelompok marginal,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (30/5/2020).
Sekarang pemerintah mewacanakan kenormalan baru meski kasus orang terpapar COVID-19 masih cukup tinggi. Ridwan menerangkan yang harus diutamakan di masa pandemi ini adalah keamanan dan kesehatan masyarakat. Baru masuk pada masalah ekonomi.
“Sementara ini masalah kesehatan masyarakat kita belum tuntas, sudah masuk ke sektor ekonomi. Negara-negara lain menyelesaikan masalah keamanan dan kesehatan masyarakat dulu,” tuturnya.
Untuk menciptakan wilayah aman kesehatan dan tidak ada penularan, maka harus menjaga batas wilayah. Peningkatan daya tubuh juga penting agar masyarakat tidak mudah jatuh sakit.
Ridwan menilai kenormalan baru bisa diterapkan jika syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Jepang melakukan kenormalan baru setelah kurva COVID-19 landai selama enam pekan.
“Sementara di Indonesia kurvanya masih mau menuju titik puncak, belum sampai pada pelandaian kurva. Jadi terlalu cepat dan dini jika kita masuk ke kehidupan kenormalan baru,” ucapnya.
Berdasarkan syarat yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), syarat kenormalan baru itu, antara lain, transmisi COVID-19 telah dikendalikan, kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguju, melacak kontak, mengkarantina, dan mengurangi risiko wabah. (Baca juga: PKS Tolak Sekolah Dibuka saat Corona: Itu Sama Saja Pertaruhkan Nyawa )
“Pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental, dan pemukiman padat. Pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, dan etiket penerapan pernafasan,” pungkasnya.
Pakar Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ridwan Amirudin mengatakan kebijakan yang dikeluarkan antarlembaga pemerintah tidak solid. Pernah terjadi kebijakan kesehatan dan transportasi berbeda. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
“Penegakan kebijakan PSBB sering ditafsirkan berbeda antara penyelenggara (negara). Masyarakat mengalami tekanan psikologis tanpa solusi tepat, terutama kelompok marginal,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (30/5/2020).
Sekarang pemerintah mewacanakan kenormalan baru meski kasus orang terpapar COVID-19 masih cukup tinggi. Ridwan menerangkan yang harus diutamakan di masa pandemi ini adalah keamanan dan kesehatan masyarakat. Baru masuk pada masalah ekonomi.
“Sementara ini masalah kesehatan masyarakat kita belum tuntas, sudah masuk ke sektor ekonomi. Negara-negara lain menyelesaikan masalah keamanan dan kesehatan masyarakat dulu,” tuturnya.
Untuk menciptakan wilayah aman kesehatan dan tidak ada penularan, maka harus menjaga batas wilayah. Peningkatan daya tubuh juga penting agar masyarakat tidak mudah jatuh sakit.
Ridwan menilai kenormalan baru bisa diterapkan jika syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Jepang melakukan kenormalan baru setelah kurva COVID-19 landai selama enam pekan.
“Sementara di Indonesia kurvanya masih mau menuju titik puncak, belum sampai pada pelandaian kurva. Jadi terlalu cepat dan dini jika kita masuk ke kehidupan kenormalan baru,” ucapnya.
Berdasarkan syarat yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), syarat kenormalan baru itu, antara lain, transmisi COVID-19 telah dikendalikan, kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguju, melacak kontak, mengkarantina, dan mengurangi risiko wabah. (Baca juga: PKS Tolak Sekolah Dibuka saat Corona: Itu Sama Saja Pertaruhkan Nyawa )
“Pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental, dan pemukiman padat. Pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, dan etiket penerapan pernafasan,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda