Tantangan Mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan
Senin, 23 Agustus 2021 - 15:28 WIB
Kondisi ini tentu saja harus disikapi dengan adanya regulasi yang yang mendukung serta konsistensi kebijakan agar tujuan menjadikan lingkungan bersih bisa terwujud. Memang tidak mudah karena ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi para pemangku kepentingan.
Misalnya saja dari sisi keandalan pasokan energi EBT terutama listrik sebagai produk akhirnya. Harus diingat bahwa sumber energi EBT itu bersifat intermitten atau tidak bisa berdiri sendiri sehingga memerlukan pasokan listri lain dari sumber yang lebih andal.
Ambil contoh, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tidak bisa seharian penuh memasok listrik karena bergantung pada cahaya matahari. Sedangkan untuk malam hari harus tetap menggunakan listrik PLN. Kalaupun ada PLTS yang bisa menyimpan listrik itu harus menggunakan baterai yang investasinya masih terbilang mahal.
Tantangan lain adalah biaya pengembangan EBT yang tidak murah sehingga harga jualkepada PLN relatif mahal, perlunya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, serta teknologinya yang advance. Sehingga, harus ada insentif kepada badan usaha yang mengembangkannya. Tak lupa, harus ada regulasi yang konsisten dan mendukung pengembangan EBT, dan memberikan win-win solution bagi badan usaha, investor dan masyarakat.
Beberapa perangkat regulasi pengembangan EBT ini juga menjadi salah satu perhatian di parlemen yang saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT. Sayangnya, hingga saat ini draf RUU itu masih belum ada tindak lanjutnya karena belum diparipurnakan di DPR utuk disetujui pembahasannya. Sehingga tampaknya RUU EBT masih perlu waktu untuk diterbitkan. Apalagi saat ini draf RUU tersebut belum belum diajukan ke pemerintah untuk dibuatkan daftar inventarisasi masalah (DIM)-nya.
Misalnya saja dari sisi keandalan pasokan energi EBT terutama listrik sebagai produk akhirnya. Harus diingat bahwa sumber energi EBT itu bersifat intermitten atau tidak bisa berdiri sendiri sehingga memerlukan pasokan listri lain dari sumber yang lebih andal.
Ambil contoh, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tidak bisa seharian penuh memasok listrik karena bergantung pada cahaya matahari. Sedangkan untuk malam hari harus tetap menggunakan listrik PLN. Kalaupun ada PLTS yang bisa menyimpan listrik itu harus menggunakan baterai yang investasinya masih terbilang mahal.
Tantangan lain adalah biaya pengembangan EBT yang tidak murah sehingga harga jualkepada PLN relatif mahal, perlunya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, serta teknologinya yang advance. Sehingga, harus ada insentif kepada badan usaha yang mengembangkannya. Tak lupa, harus ada regulasi yang konsisten dan mendukung pengembangan EBT, dan memberikan win-win solution bagi badan usaha, investor dan masyarakat.
Beberapa perangkat regulasi pengembangan EBT ini juga menjadi salah satu perhatian di parlemen yang saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT. Sayangnya, hingga saat ini draf RUU itu masih belum ada tindak lanjutnya karena belum diparipurnakan di DPR utuk disetujui pembahasannya. Sehingga tampaknya RUU EBT masih perlu waktu untuk diterbitkan. Apalagi saat ini draf RUU tersebut belum belum diajukan ke pemerintah untuk dibuatkan daftar inventarisasi masalah (DIM)-nya.
(ynt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda