Aliansi Kebangsaan Ajak Cendekiawan Bangun Kebangkitan Nasional Kedua
Sabtu, 21 Agustus 2021 - 18:07 WIB
"Ketiga ranah ini tentu saling terkait dan ber-inter-relasi. Apabila diibaratkan sebagai pohon, maka ranah tata nilai adalah akarnya yang menjadi fondasi dan memberi energi ke ranah lainnya. Tata kelola ibarat batang yang menjadi inti dari sebuah pohon, dan ranah tata sejahtera ibarat bunga dan buah yang memberikan manfaat bagi kehidupan," kata Pontjo.
Pendekatan tiga ranah peradaban dengan Paradigma Pancasila ini diyakini dapat digunakan sebagai tolok ukur paradigmatik dalam menguji dan mengembangkan sistem ketahanan dan pembangunan nasional kita. Aliansi Kebangsaan bersama mitra lembaga lainnya telah mencoba menggunakannya sebagai pisau analisa dalam membedah masalah dan membangun ketahanan nasional kita sebagaimana sudah dituangkan ke dalam buku "Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila".
Ranah mental spiritual, lanjut Pontjo, perlu terus dibangun agar kehendak dari bangsa yang majemuk ini untuk hidup bersama dalam bangunan Indonesia, terus terpelihara. Harus disadari bahwa kemajemukan Indonesia hanya bisa dipersatukan dengan faham kebangsaan. Bangsa Indonesia beruntung punya Pancasila sebagai ideologi dan modal budaya yang berhasil menyatukan berbagai perbedaan latar belakang dan kepentingan, sehingga kemajemukan tidak menjadi sumber konflik, tapi menjadi sumber kebahagiaan dalam hidup bermasyarakat.
"Walaupun demikian, tentu kita tidak boleh bersikap abai dan optimisme buta seolah segalanya akan berjalan baik-baik saja, karena faktanya hari ini kita masih dihadapkan berbagai fenomena yang mengancam persatuan bangsa," katanya.
Fenomena yang dapat memecah-belah bangsa tersebut seperti adanya kelompok masyarakat yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama, terjadinya pembelahan/segregasi di dalam masyarakat karena perbedaan aspirasi politik maupun perbedaan latar belakang SARA, dan lain-lainnya.
Harrison dan Huntington dalam bukunya "Cultural Matters: How Values Shape Human Progress" (2000) telah mengingatkan kita bahwa budaya merupakan modal utama bagi ketahanan dan kemajuan sebuah bangsa. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal socio-budaya yang khas dan kuat, bersiap-siaplah bangsa tersebut akan terhapus dari catatan peradaban dunia.
Sedangkan ranah institusional politikal (tata kelola), menurut Pontjo, pada umumnya berkaitan dengan desain kelembagaan dan tata-kelola manajemen negara dijalankan. Hal ini perlu terus dibangun berdasarkan paradigma Pancasila, untuk memungkinkan perwujudan bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bahwa tatanan sosial-politik hendak dibangun melalui mekanisme demokrasi yang bercita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat-kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-institusi kenegaraan yang dapat memperkuat persatuan dan keadilan sosial.
Arah pembangunan tata kelola negara harus ditujukan juga untuk pemberdayaan rakyat melalui pengembangan partisipasi segenap elemen bangsa dalam berbagai bidang pembangunan. Usaha ini hendaknya dimulai dari pengembangan partisipasi rakyat dalam politik melalui perbaikan lembaga perwakilan dengan memperhatikan aspek keterwakilan (bukan hanya keterpilihan), perbaikan sistem Pemilu, peningkatan kapasitas wakil rakyat, serta perbaikan tata kelola perencanaan pembangunan nasional.
Pontjo mengingatkan untuk merumuskan pilihan sistem ketatanegaraan yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang heterogen dan multikultur dalam rangka memperkuat peran negara (state-building) tentu sangat penting, agar Indonesia tidak salah urus dan menjadi negara gagal sebagaimana diperingatkan oleh Acemoglu & Robinson (2012). Namun membangun kebangsaan (nation-building) juga sama pentingnya karena bangsa Indonesia justru ada sebelum Indonesia lahir sebagai nation-state.
tulis komentar anda