Aliansi Kebangsaan Ajak Cendekiawan Bangun Kebangkitan Nasional Kedua
Sabtu, 21 Agustus 2021 - 18:07 WIB
JAKARTA - Aliansi Kebangsaan kembali menggelar Focus Group Discussion bertema Pembangunan Nasional Berdasarkan Paradigma Pancasila secara virtual, Jumat (20/8/2021). FGD ini menjadi rangkaian diskusi terakhir dalam rangka uji sahih atau uji publik terhadap pemikiran yang tertuang dalam buku berjudul 'Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila'.
Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Prof Sofian Effendi (Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM), Prof Sri Adiningsih (Anggota Watimpres 2015-2019), Prof FX Eko Armada Riyanto (Guru Besar STFT Widya Sasana Malang), Inaya Rakhamni (Akademi Ilmuwan Muda Indonesia) dan Yudi Latif (Pakar Aliansi Kebangsaan).
Dalam FGD tersebut dikemukakan bahwa meski Republik Indonesia baru berusia 76 tahun, tapi peradabannya sudah berakar pada elemen-elemen sosial budaya yang telah puluhan ribu tahun hadir di Nusantara. Seperti dikatakan Clifford Geertz yang dikutip Yudi Latif dalam bukunya 'Pendidikan yang Berkebudayaan' (2020), perabadan Indonesia sebagai anggur tua dalam botol baru (old wine in new bottle)atau gugusan masyarakat lama dalam negara baru.
Baca juga: Aliansi Kebangsaan Ingatkan Lemah Tata Kelola Bisa Memicu Negara Gagal
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyatakan bahwa bangsa Indonesia pernah memiliki peradaban tinggi dengan penguasaan teknologi yang tinggi pula pada zamannya. Tanpa penguasaan teknologi yang tinggi, kata Pontjo, mustahil anak-anak bangsa pada zaman Sailendra sekitar 800-an Masehi mampu membangun Candi Borobudur yang memiliki 2.672 panel relief dan 504 arca Budha. Belum lagi teknologi kelautan dan perkapalan sehingga pada zamannya kerajaan-kerajaan Nusantara mampu mengembangkan wilayah kerajaannya sampai Madagaskar dan Formosa.
"Namun harus diakui pula bahwa peradaban bangsa Indonesia pernah mengalami keterpurukan yang sangat rendah ketika dijajah ratusan tahun lebih," kata Pontjo.
Untuk membangun kembali peradaban Indonesia yang sempat mengalami apa yang disebut "hegemoni peradaban kolonialisme", Aliansi Kebangsaan bekerja sama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Harian Kompas ini, melalui rangkaian Diskusi Serial telah mencoba mengembangkan pendekatan budaya/peradaban berdasarkan paradigma Pancasila. Paradigma Pancasila ini merupakan kerangka operasional dalam pembangunan tiga ranah kehidupan bangsa, yaitu: ranah mental spiritual (tata nilai), ranah institusional politikal (tata kelola), dan ranah material teknologikal (tata sejahtera).
Baca juga: Aliansi Kebangsaan-AIPI-HIPMI Gelar FGD Pariwisata Saat Pandemi
Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Prof Sofian Effendi (Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM), Prof Sri Adiningsih (Anggota Watimpres 2015-2019), Prof FX Eko Armada Riyanto (Guru Besar STFT Widya Sasana Malang), Inaya Rakhamni (Akademi Ilmuwan Muda Indonesia) dan Yudi Latif (Pakar Aliansi Kebangsaan).
Dalam FGD tersebut dikemukakan bahwa meski Republik Indonesia baru berusia 76 tahun, tapi peradabannya sudah berakar pada elemen-elemen sosial budaya yang telah puluhan ribu tahun hadir di Nusantara. Seperti dikatakan Clifford Geertz yang dikutip Yudi Latif dalam bukunya 'Pendidikan yang Berkebudayaan' (2020), perabadan Indonesia sebagai anggur tua dalam botol baru (old wine in new bottle)atau gugusan masyarakat lama dalam negara baru.
Baca juga: Aliansi Kebangsaan Ingatkan Lemah Tata Kelola Bisa Memicu Negara Gagal
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyatakan bahwa bangsa Indonesia pernah memiliki peradaban tinggi dengan penguasaan teknologi yang tinggi pula pada zamannya. Tanpa penguasaan teknologi yang tinggi, kata Pontjo, mustahil anak-anak bangsa pada zaman Sailendra sekitar 800-an Masehi mampu membangun Candi Borobudur yang memiliki 2.672 panel relief dan 504 arca Budha. Belum lagi teknologi kelautan dan perkapalan sehingga pada zamannya kerajaan-kerajaan Nusantara mampu mengembangkan wilayah kerajaannya sampai Madagaskar dan Formosa.
"Namun harus diakui pula bahwa peradaban bangsa Indonesia pernah mengalami keterpurukan yang sangat rendah ketika dijajah ratusan tahun lebih," kata Pontjo.
Untuk membangun kembali peradaban Indonesia yang sempat mengalami apa yang disebut "hegemoni peradaban kolonialisme", Aliansi Kebangsaan bekerja sama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Harian Kompas ini, melalui rangkaian Diskusi Serial telah mencoba mengembangkan pendekatan budaya/peradaban berdasarkan paradigma Pancasila. Paradigma Pancasila ini merupakan kerangka operasional dalam pembangunan tiga ranah kehidupan bangsa, yaitu: ranah mental spiritual (tata nilai), ranah institusional politikal (tata kelola), dan ranah material teknologikal (tata sejahtera).
Baca juga: Aliansi Kebangsaan-AIPI-HIPMI Gelar FGD Pariwisata Saat Pandemi
tulis komentar anda